Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin de facto Suriah Ahmed al-Sharaa pada Rabu, 29 Januari 2025, dinyatakan sebagai Presiden Suriah sementara yang akan memimpin pemerintahan transisi. Dengan jabatan ini, maka al-Sharaa memperkuat kekuasaannya dalam tempo kurang dari dua bulan setelah memimpin gerakan untuk mendongkel pemerintahan Bashar al-Assad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam penetapan itu, Al-Sharaa juga diberi kekuasaan untuk membentuk dewan legislatif sementara untuk masa transisi selama konstitusi Suriah dibekukan. Keputusan ini diambil setelah rapat dengan para pucuk pimpinan militer Suriah yang ambil bagian pada upaya mendongkel Assad yang dipimpin kelompok Islamist Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang pernah berafiliasi dengan kelompok al Qaeda.
Al-Sharaa meyakinkan prioritas saat ini adalah mengisi kevakuman di Pemerintahan Suriah secara legitimasi dan lewat jalan yang sah. Dia juga menekankan perdamaian sipil harus dijaga melalui keadilan transisi dan mencegah adanya aksi balas dendam. Bukan hanya itu, Al-Sharaa juga menilai perlunya dibangun kembali infrastuktur ekonomi di Suriah, termasuk kekuatan militer dan keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Al-Sharaa berjanji akan memulai sebuah transisi politik, termasuk menggelar sebuah konferensi nasional, membentuk sebuah pemerintahan yang inklusif dan menggelar pemilu yang dia perkirakan butuh waktu sampai empat tahun untuk sampai terselenggara.
Pada pengumuman Rabu, 29 Januari 2025, tidak disampaikan kapan badan legislatif baru akan dibentuk. Tidak pula dijelaskan tanggal pasti masa berlaku pemerintahan transisi ini. Fawaz Gerges, Profesor bidang hubungan internasional dari London School of Economics, mengatakan deklarasi pada Rabu, 29 Januari 2025, ini hanyalah formalitas untuk mengukuhkan kekuasaan Al-Sharaa sebagai orang baru yang berkuasa di Suriah saat ini.
“Saya menduga Al-Sharaa dan HTS berencana mengkonsolidasikan aturan satu partai Islam yang berkuasa,” kata Gerges. HTS adalah gabungan dari kelompok Nusra Front yang pernah berafiliasi dengan al Qaeda selama perang sipil Suriah, namun memutuskan hubungan dengan al Qaeda pada 2016
Sumber: Reuters
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini