Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peran Amerika Serikat dalam Konflik Suriah hingga Penggulingan Bashar Al-Assad

AS telah melibatkan diri dalam konflik Suriah sejak 2013 melalui operasi CIA, namun memiliki peran yang kecil dalam penggulingan Bashar al-Assad.

26 Desember 2024 | 18.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi mengibarkan bendera di Deir al-Zor, setelah merebut Deir el-Zor, di Suriah 7 Desember 2024. Turki menggangap SDF merupakan bagian dari PKK atau Partai Pekerja Kurdistan yang dilarang Pemerintah Turki. REUTERS/Orhan Qereman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa atau yang dikenal sebagai Abu Mohammed al-Julani dengan gerakan cepat berhasil menggulingkan Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024. Kejatuhan Assad ini dipuji banyak pihak, termasuk Amerika Serikat, yang sebelumnya telah menggolongkan Hayat Tahrir Al-Sham sebagai organisasi teroris dan menjanjikan hadiah US$10 juta untuk siapa pun yang menangkap al-Julani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden AS Joe Biden secara terbuka memuji pengambilalihan kekuasaan oleh pemberontak. "Pendekatan kami telah menggeser keseimbangan kekuatan di Timur Tengah," kata Biden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Melalui kombinasi dukungan untuk mitra kami, sanksi, dan diplomasi serta kekuatan militer yang ditargetkan jika diperlukan, kami sekarang melihat peluang baru yang terbuka bagi rakyat Suriah dan seluruh wilayah."

Komentar Biden, serta banyaknya komentar yang menyatakan bahwa Washington - dan Israel - secara diam-diam berada di balik serangan tersebut, telah menyebabkan munculnya kembali pertanyaan mengenai peran AS di Suriah selama satu setengah dekade terakhir.

Middle East Eye mengkaji peran AS dalam konflik Suriah dan kelompok-kelompok yang didukung atau tidak didukungnya selama satu dekade terakhir.

Pasukan Demokratik Suriah

Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah kelompok yang sebagian besar terdiri dari para pejuang dari Unit Perlindungan Rakyat (YPG), yang merupakan cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK). PKK adalah kelompok teroris, menurut AS.

Namun, AS memilih membantu SDF untuk mengalahkan dan mencegah kebangkitan ISIS di Suriah.

Pasukan Kurdi memukul mundur tentara Suriah dari Suriah timur laut pada 2012. Pada 2015, SDF didirikan sebagai kelompok payung yang terdiri dari kelompok-kelompok yang sebagian besar berasal dari Turki, dengan beberapa kelompok etnis Arab dan etnis lainnya yang membentuk faksi-faksi kecil.

Pada dekade berikutnya, SDF akhirnya menguasai sekitar seperempat wilayah Suriah, di mana mereka menjalankan administrasi yang otonom dari pemerintah pusat Suriah.

Pada 2019, SDF mencapai kesepakatan dengan pemerintah Assad setelah Trump mengumumkan penarikan pasukan dari negara itu. Saat ini, 900 dari sekitar 2.000 tentara AS masih berada di Suriah. Kesepakatan tersebut memungkinkan pasukan tentara Suriah untuk memasuki kembali beberapa wilayah di bawah kendali SDF untuk membantu mempertahankan diri dari operasi militer Turki.

Sejak jatuhnya pemerintahan Assad, SDF telah kehilangan beberapa wilayah ke tangan pemberontak yang didukung Turki, dan AS sekarang berjuang untuk menahan serangan terhadap SDF.

Dalam anggaran Pentagon pemerintahan Biden untuk 2024, 156 juta dolar AS dialokasikan untuk sebuah dana, CTEF, untuk melawan ISIS di Suriah. Dana tersebut digunakan untuk pelatihan, peralatan, logistik, dan infrastruktur, di antara banyak hal lainnya. Anggaran Pentagon 2025 meminta $148 juta untuk dana yang sama, sementara pada 2023, dana tersebut menerima $160 juta.

Di dalam anggaran tersebut, Pentagon menjelaskan bahwa salah satu kelompok utama yang akan menerima dana ini adalah SDF dan, lebih jauh lagi, YPG.

"CTEF akan terus menyediakan senjata kecil dan senjata ringan untuk mendukung SDF," kata dokumen anggaran Pentagon.

SDF tidak berperan dalam serangan pemberontak 2024 yang menggulingkan pemerintahan Assad, tetapi mereka merayakan dan menyambut kepergian Assad.

Tentara Pembebasan Suriah

Kelompok lain yang menerima dana CTEF dari Pentagon adalah Tentara Pembebasan Suriah (SFA), jangan disamakan dengan Tentara Pembebasan Suriah (FSA), yang merupakan kelompok payung dari berbagai faksi di dalam oposisi Suriah dan sekarang dikenal sebagai Tentara Nasional Suriah (SNA).

SFA beroperasi di Suriah tenggara dekat perbatasan dengan Irak dan Yordania. Bahkan, SFA juga menjadi tuan rumah bagi Amerika Serikat di pangkalan militernya di al-Tanf, sebuah garnisun di gurun Suriah yang terletak di jalan raya yang menghubungkan Damaskus dan Baghdad.

"SFA tetap menjadi mitra penting bagi pasukan koalisi yang beroperasi di dekat At Tanf Garrison (ATG) di Suriah tenggara," kata dokumen anggaran Pentagon.

SFA sebelumnya bernama Maghawir al-Thawra dan telah didukung dan dilatih oleh AS selama bertahun-tahun.

AS mengatakan bahwa mereka mendukung kelompok ini dalam perang melawan ISIS. Namun Washington juga menggunakan SFA untuk membantu menjaga keamanan di sekitar Garnisun al-Tanf, yang sebelumnya disebut Kolonel Angkatan Udara AS Daniel Magruder dapat digunakan sebagai titik pengaruh bagi AS untuk menentukan "hasil yang dapat diterima di Suriah".

Tentara Pembebasan Suriah memainkan peran kecil selama serangan pemberontak pada 2024, terutama di provinsi Homs, di mana mereka berhasil memukul mundur pasukan pemerintah Suriah.

Operasi Timber Sycamore

Selama dua minggu terakhir, sebuah email yang bocor dari 2012 telah muncul kembali di dunia maya di mana asisten penasihat keamanan nasional Obama, Jake Sullivan, mengatakan kepada mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton bahwa "AQ ada di pihak kita di Suriah", mengacu pada al Qaeda.

Cuplikan email tersebut telah dikutip sebagai bukti bahwa AS telah mendukung al Qaeda dan ISIS di Suriah.

Namun, dalam email yang sama, Sullivan mengatakan: "Pemimpin al Qaeda al Zawahiri menyerukan kepada umat Islam di Turki dan Timur Tengah untuk membantu pasukan pemberontak dalam perang mereka melawan para pendukung Presiden Suriah Assad dalam sebuah rekaman video di internet. Al Zawahiri juga mendesak rakyat Suriah untuk tidak bergantung pada AL [Liga Arab], Turki, atau Amerika Serikat untuk mendapatkan bantuan."

Middle East Eye menyebutkan tidak ada catatan publik yang menunjukkan bahwa AS secara langsung mendanai operasi ISIS atau al-Qaeda di dalam Suriah.

Namun setahun kemudian, pemerintahan Obama menyetujui operasi CIA yang disebut Timber Sycamore, di mana AS mulai melatih dan mempersenjatai pemberontak Suriah tertentu untuk melawan pemerintah Assad.

Secara keseluruhan, CIA menghabiskan $1 miliar (sekitar Rp16 triliun) untuk program ini. Namun, AS tidak dapat mempertahankan kendali atas pemberontak yang mereka danai, dan mengalami kesulitan karena Front al-Nusra, mantan afiliasi al-Qaeda dan pendahulu Hayat Tahrir al-Sham (HTS), membuat kemajuan yang signifikan dalam perang melawan al-Qaeda, kelompok ISIS, dan pemerintah Assad.

Pemerintahan Trump pada akhirnya menggagalkan Timber Sycamore, dan Trump mencoba untuk sepenuhnya menarik pasukan AS dari Suriah tanpa hasil.

Hayat Tahrir al-Sham

HTS, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Committee for the Liberation of the Levant, adalah kelompok oposisi utama Suriah yang memimpin penggulingan pemerintahan Assad dengan cepat.

HTS didirikan pada Januari 2017 dan merupakan perubahan nama terbaru dari Jabhat al-Nusra, yang juga dikenal sebagai Front Nusra, kelompok pemberontak garis keras yang didirikan oleh Ahmed al-Sharaa pada 2012 untuk menentang pemerintahan Assad dan mengubah Suriah menjadi negara Islam Sunni.

Pada bulan-bulan awal berdirinya, Nusra berkoordinasi dengan kelompok Irak yang kemudian menjadi ISIS. Namun, pada 2013, kelompok ini berbaiat kepada al Qaeda, dan Nusra serta ISIS menjadi musuh dan saingan.

Seiring berjalannya waktu, label al Qaeda mulai melekat pada Nusra, dan pemimpinnya, al-Julani, mulai menjauhkan diri dari ideologi jihad transnasional al Qaeda, dan menyatakan keinginannya untuk mendapatkan legitimasi internasional.

Nusra secara resmi memutuskan hubungan dengan al Qaeda pada 2016, mengubah namanya menjadi Jabhat Fatah al-Sham, dan secara bertahap membasmi elemen-elemen yang berkomitmen untuk melakukan serangan di luar Suriah. Kemudian, pada 2017, mereka bergabung dengan beberapa kelompok yang lebih kecil dan mengubah namanya menjadi HTS.

Kelompok ini ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, dan Washington tidak pernah secara langsung mendukung HTS.

Mantan duta besar AS James Jeffrey mengatakan kepada PBS News pada 2021 bahwa HTS telah mengirim pesan ke Washington untuk meminta dukungan AS, yang menurut Jeffrey tidak digubris.

"Mengapa saya harus ... mengambil posisi berisiko tinggi untuk mendesak seseorang agar dicoret dari daftar teroris?" kata Jeffrey kepada PBS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus