LAPANGAN kecil di depan sekolah Desa Bank Bak, Distrik Don Tak,
Provinsi Muk Daharn, menjadi perhatian. Sekitar 250 orang, yang
memanggul berbagai senjata, berjajar memanjang bagaikan ular.
Mereka adalah gerilyawan, pejuang gigih anggota CPT (Partai
Komunis Muangthai) Di belakang mereka, ribuan orang juga mencoba
merapikan diri yang terakhir ini adalah kaum simpatisan dan
keluarga anggota CPT tersebut. Hari itu, 1 Desember, bertepatan
pula dengan hari ulang tahun CPT, mereka-sekitar 3.500
orang--berkumpul untuk menyerahkan diri.
KASAD Muangthai, Jenderal Arthit Kamlang-ek menyaksikan kejadian
ini dan berkata: Dalam perang saudara, tak ada pihak yang
menangani ada cuma yang kalah, kita semua. Seorang bertubuh
kurus, Sawasdi Maha saya. 55 tahun maju ke depan dan berkata
dengan lantang: Hari ini, hari perdamaian Dia, bekas guru dan
menjadi anggota CPT selama 18 tahun, adalah Komandan Operasi
Zone 444 dari CPT. Dan Savasdi pun menyerahkan senjatanya,
diikuti oleh yang lain. Seorang pendeta Budha memercikkan air
suci ke Sawasdi alias Kamerad Niroj, demikian rekannya biasanya
memanggilnya. Dan mulailah mereka menjalani hidup baru.
Keeseokan harinya, koran Sam Rath dengan huruf besar di halaman
satu menulis: Orang Thai kini tak akan lagi saling membunuh.
Hari-hari berikutnya, anggota CPT dari berbagai provinsi
-terutama di sebelah utara dan timur laut Muangthai--juga
menyerahkan diri. Tetapi jumlah terbesar, yang pernah terjadi,
hanyalah di Provinsi Muk Daharn. Bukan saja jumlah orangnya yang
besar, juga jumlah senjata yang mereka serahkan sungguh di luar
dugaan. Ada M-16, AK7, roket B40, sejumlah granat, bahkan ada
bom-bom buatari AS.
Kamerad Niroj kepada pers terus terang mengakui citra CPT kini
tidak lagi seperti sediakala. Sebagian besar anggota CPT kini,
katanya, tak puas akan hasil kongres ke-4 bulan lalu. Susunan
pengurus partai rupanya sudah ditetapkan dan harus jadi, sebelum
kongres dimulai. Yang berjalan kini bukan lagi sistem, tetapi
selera pimpinan, ujar seorang mahasiswa (yang ditangkap dalam
laporannya kepada penguasa setempat. Demokrasi sudah tak ada
lagi, tambahnya.
Didirikan 39 tahun yang lalu, CPT semula adalah gabungan dari
sejumlah siswa Muangthai, Vietnam dan orang Cina yang melarikan
diri dari Kuomintang. Taktik gerilya mereka iaah mengepung
desa-desa, dan bersembunyi di hutan.
Operasi militer Muangthai tidak pernah kendur, bahkan semakin
galak sejak 6 Oktober 1976, ketika sejumlah mahasiswa radikal
kiri mengadakan pemberontakan di Universitas Thammasat. Saat
itu, sekitar 3.000 mahasiswa ditangkap dan sisanya (sekitar
1.000 orang) berhasil melarikan diri ke desaesa atau ke
perbatasan Kampuchea dan Laos.
Bagi pemerintah Muangthai, ini berarti kemenangan terbesar,
demikian harian sangkok Post. Selama 16 tahun pemerintah
mernerangi gerilyawan komunis, baru sekali ini terjadi
penyerahan diri secara sukarela dalam jumlah yang besar. Bangkok
Post juga memuji otak operasi pemberantasan CPT ini, Jendral
Saiyud Kerdphol. Kini menjabat Komandan Tertinggi AP Muangthai,
Saiyud telah mengikutsertakan rakyat setempat dan polisi.
Pemerintah Muangthai telah menghimbau kaum pemberontak ini untuk
pulang kandang saja. Selama 7 bulan saya memikirkan himbauan
ini, ujar Kamerad Niroj. Sebidang tanah dan pekerjaan, kabarnya,
akan juga diberikan kepada sejumlah anak hilang ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini