KETIKA Mehmet Ali Agca ditangkapdan dijatuhi hukuman karena
mencoba membunuh Paus Yohannes-Paulus II Mei 1981, dia selalu
mengaku bahwa dia bertindak seorang diri. Tapi pemuda Turki yang
ekstrim kanan itu pernah mengatakan kepada polisi Italia yang
memeriksanya bahwa setelah melarikan diri dari suatu penjara
Istanbul tahun 1979, dia pergi ke Bulgaria.
Di sanalah, kata Agca, dia membeli pistol semi-otomatis Browning
9-mm buatan Belgia yang digunakan dalam usaha membunuh Paus.
Bulgaria memang diketahui menyediakan fasilitas latihan bagi
sejumlah gerakan teroris. Maka llario Martella, magistrat dalam
kasus Agca menyelidiki ken ungkinan adanya Bulgarian connection.
Hasil penyelidikannya membawanya ke kantor perwakilan
penerbangan Bulgaria.
Di sana, persis di depan kantornya, Sergei Ivanov Antonov,
kepala perwakilan itu, ditangkap. Dia dituduh secara aktif
berkomplot dalam percobaan membunuh Paus Yohannes Paulus II.
Tidak masuk akal, tidak masuk akal, katanya memprotes. Tapi
ketika belenggu polisi ber- klik di kedua pergelangannya, dia
pun menutup mulut.
Sebelumnya, dua orang Turki telah ditahan. Omar Bagci ditangkap
di Swiss atas tuduhan menyediakan senjata untuk Agca. Dia sudah
diekstradisikan ke Italia Oktober lalu. Musa Cedar Celibi
ditangkap di Jerman Barat November lalu. Seperti halnya dengan
Mehmet Ali Agca, kedua orang tadi juga diduga seba gai anggota
serigala kelabu, suatu ke lompok ekstrim kanan di Turki.
Sekalipun tiga warganya ditangkap, bahkan Ali Agca sudah
dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan di Roma,
pemerintah Turki sama sekali tidak ribut-ribut. Lain halnya
dengan pemerintah Bulgaria. Segera sesudah diketahuinya Antonov
(34 tahun) ditangkap, kedutaan besar Bulgaria di Roma
mengeluarkan pernyataan bahwa tuduhan itu tidak beralasan . Dan
ia menuntut supaya Antonov segera dibebaskan.
Tapi Martella mengemukakan bahwa terdapat cukup banyak bukti
untuk membenarkan penangkapan itu. Antonov dicurigai mengatur
penginapan untuk Agca sebelum percobaan pembunuhan itu dan
merencanakan menyediakan mobil untuk melarikan diri serta
persembunyian setelah penembakan.
Antonov sudah tinggal di Roma sela ma 5 tahun, meninggalkan
keluarganya di Sofia. Sebagai kepala kantor Perusahaan
Penerbangan Balkan, dia bebas keluar masuk lapangan terbang
Koma, Leonardo da Vinci, tanpa melalui pemeriksaan bea-cukai.
Kemudian, pekan lalu polisi ingin memeriksa orang Bulgaria
kedua, Teodorov Ayvazov. Dia, menurut kedutaan besar Bulgaria,
hanyalah seorang kasir dan pegawai yang dipercaya. Untuk bisa
menahan dan memeriksanya, Martella telah meminta Dep-Lu Italia
supaya membatalkan kekebalan diplomatik Ayvazov.
Polisi lulia juga masih mencari seorang Bulgaria lainnya, bekas
sekretaris pada atase militer kedutaan itu, Vassi liev Julio
Kolev. Dia diberitakan sudah pulang ke negerinya enam bulan
lalu. Di samping itu, mereka tampaknya mempunyai alasan kuat
untuk mengeluarkan surat penangkapan internasional atas dua
orang Turki lainnya: Oral Celik dan Bechir Chelenk. Pemerintah
Turki mengatakan mereka tidak mengetahui di mana kedua pria itu
kini berada.
Akibatnya, Duta Besar Italia di Sofia Carlo Maria Rossi Armaud,
sampai dua kali dalam waktu 4 hari dipanggil menghadap wakil
Men-Lu, Lyuben Gotzev, untuk menerima protes keras pemerintah
Bulgaria. Hubungan kedua negara menjadi terburuk sejak Perang
Dunia II.
Bulgaria menghendaki supaya masalah itu diselesaikan lewat
saluran diplomatik, bukannya pengadilan. Lyuben Gotzev konon
mengatakan kepada DuBes Armaud bahwa nasib kedua sejoli Italia,
yang ditahan di Bulgaria Agustus lalu atas tuduhan melakukan
kegiatan mata-mata, akan bergantung pada hasil penyelesaian
soal-Antonov.
Paolo Farsetti, 34 tahun, dan Gabriella Trevesin, 26 tahun,
sedang berlibur di Varna, daerah peristirahatan Laut Hitam
ketika mereka ditahan. Bulgaria mengatakan mereka memotret
pangkalan militer di dekat perbatasan dengan Turki, tapi Italia
mengatakan tuduhan itu seolah dibikin-bikin, sama sekali tak
berdasar.
Sekarang orang mempertanyakan suatu kemungkinan laitan KGB
(Dinas Rahasia Soviet) dan Bulgaria dengan menggunakan golongan
ekstrim kanan Turki untuk membunuh Paus. Pemimpin Gereja Katolik
itu orang Polandia, negeri komunis yang resah karena perlawanan
kaum buruh, bebas Solidaritas. Dan Paus mempunyai pengaruh yang
sangat besar atas mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini