Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

'Balas Dendam' Sang Koboi Saleh

Hasil jajak pendapat menunjukkan G.W. Bush unggul sebagai calon presiden AS. Wakil Presiden Al Gore diduga terkena dampak Clinton fatigue?

13 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN untuk mengulangi sukses ayahnya terbentang luas. Sampai minggu pertama kampanye pemilihan presiden Amerika berlangsung, jajak pendapat semua media di Amerika masih menunjukkan peringkat George W. Bush—putra bekas Presiden AS George Bush—di atas Al Gore. Majalah Newsweek menunjukkan, 49 persen responden memilih Bush, sementara 38 persen memilih Gore. Tapi segalanya masih ditentukan di lapangan. Jalan masih panjang, sampai penentuan tanggal 7 November mendatang.

Beberapa analisis menyebutkan, Bush, jagoan dari Partai Republik, mendapat keuntungan dari apa yang disebut Clinton fatigue—kelelahan Clinton. Bush, sang Gubernur Texas, menghantam Partai Demokrat soal klaim peran menciptakan kemakmuran Amerika. Alih-alih mendatangkan kesejahteraan, demikian Bush, Partai Demokrat justru memelesetkan AS ke arah yang membingungkan.

Agaknya, Bush pandai menghadirkan diri sebagai sosok peneduh, "a man of hope". Kampanye Bush, yang bernuansa religius dan menekankan program-program pelayanan kesejahteraan serta nilai-nilai keluarga, tampak sengaja dicitrakan berlawanan dengan sosok Clinton yang tengah melorot akibat kasus Monica Lewinsky. Dipilihnya Dick Cheney, bekas Menteri Pertahanan sang ayah, untuk kandidat wakil presiden Partai Republik, bagi majalah Time pun tak ubahnya seperti munculnya kembali veteran penembak bayaran dalam film koboi Clint Eastwood ke jalanan untuk balas dendam. Kekalahan sang ayah pada 1992 membuat Bush kini dipandang sebagai prajurit sang ayah, "the warrior of dad".

Yang mengherankan, Al Gore mencalonkan senator Joe Lieberman sebagai kandidat wakil presiden. Lieberman dikenal sebagai seorang Yahudi ortodoks. Sedemikian konservatifnya, ia bahkan dikenal sering berang terhadap lirik-lirik lagu anak muda. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah pencalonan presiden Amerika, seorang Yahudi terpilih sebagai kandidat. Beberapa analisis melihat ini sebuah blunder politik. Terbukti memang dalam jajak pendapat, faktor Lieberman membuat suara untuk Gore berkurang. Masyarakat menganggap karakter Lieberman seolah diametral dengan Gore.

Bush memanfaatkan adanya isu ini. Kubu Bush bahkan menyatakan, sesungguhnya beberapa pemikiran Lieberman lebih dekat dengan Bush daripada dengan Gore. Salah satu pemikiran Lieberman yang berlawanan dengan pemikiran Gore adalah penolakan terhadap aborsi. "Saya tidak kenal dekat Lieberman, tapi saya menghormati prinsipnya yang kukuh dalam soal etika," kata Bush. Tapi, perbedaan dengan Gore itu dibantah oleh Lieberman. "Dalam isu-isu besar, kami sependapat," kilah Lieberman, yang menyebut Gore sebagai seorang pelayan Tuhan.

Gore tidak khawatir dengan pemikiran Lieberman karena toh menurut dia, Gore akan menjadi penentu kebijakan. Tetapi, bagaimanapun, pers Amerika tetap dipenuhi pertanyaan-pertanyan sederhana tentang Lieberman. Sebuah acara di TV, Today Show, yang menghadirkan Lieberman, misalnya, bertanya kepada "rabbi" ini, apakah ia tetap bekerja saat hari Sabbath. "Ya, tentu saja itu tanggung jawab saya," demikian jawab Lieberman.

Di pihak lain, pencalonan Lieberman bisa dibaca sebagai upaya Gore untuk menarik simpati masyarakat Amerika yang tidak menyukai Clinton. Di kalangan intern Partai Demokrat, ia dikenal sebagai orang yang paling semangat mencerca affair Clinton. Munculnya Lieberman seolah ikon bagi pemulihan moral Partai Liberal.

Maklum, dalam kampanye pertamanya Bush meraih dukungan besar dari kalangan minoritas Hispanik, Amerika Latin, dan Asia. Para imigran tersebut sejauh ini kurang tergarap di kalangan kandidat presiden. Bush agaknya menganut prinsip bahwa strategi yang baik adalah mengambil jurus kesuksesan lawan. Pada 1992, kampanye Clinton sangat inklusif. Isu-isu yang didengungkan adalah soal hak-hak minoritas, sehingga Toni Morrison, novelis wanita pemenang Nobel, menjuluki Clinton sebagai "presiden kulit hitam" pertama. Pada 1994, Bush gagal menjadi gubernur di Florida—karena hanya memperoleh lima persen suara dari kalangan hitam. Saat menjadi Gubernur Texas, ia pun kemudian bekerja keras untuk meraih suara dari minoritas. Alhasil, separuh masyarkat Latino memihak dia. Itulah, mengapa Bush banyak mengadakan panggung musik Latin.

Dalam hal ini, Gore kalah sigap. Inilah agaknya kampanye yang diam-diam menggarap agama dan ras menjadi isu politik. Dalam sebuah kesempatan kampanye, Partai Republik mengangkat Yesus Kristus sebagai filsuf favorit, dan di Texas—tempat Bush menjadi "raja"—diproklamasikan 10 Juni sebagai "Jesus day".

Agaknya duet Bush-Cheney adalah duet koboi saleh yang turun ke jalan mengincar kursi.

Seno Joko Suyono (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus