Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

"bebas" lagi, pnom penh?

Jatuhnya phnom penh (7 juni 1979) karena serangan "pasukan revolusioner kamboja (knufns) dengan rakyat menduduki pusat pemerintahan "rejim pol pot & ieng sary". (ln)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA Phnom Penh jatuh lagi. Sekitar pukul 17.00 waktu setempat (7 Januari) Radio Phnom Penh lenyap dari udara. Malamnya Radio Moskow menyiarkan masuknya "pasukan revolusioner Kamboja yang bekerjasama dengan rakyat" ke Phnom Penh dan menduduki pusat pemerintahan "rejim Pol Pot dan leng Sary." Front Persatuan Nasional untuk Keselamatan Kamboja (KNUFNS) yang pro Vietnam menyatakan Phnom Penh dibebaskan seluruhnya Minggu siang pukul 112.30 dan "rejim diktator dan militeristis Pol Pot-leng Sary telah dihancurkan seluruhnya." Bendera KNUFNS yang merah dengan 5 bintang kuning dikibarkan di berbagai gedung pemerintah di ibukota itu. Ini adalah "pembebasan" Phnom Penh yang kedua. Kurang dari 4 tahun lalu, pada 17 April 1975, pasukan Khmer Merah memasuki ibukota ini dan menghancurkan "rejim kapitalis" Lon Nol. Sekjen Partai Komunis Kampuchea Pol Pot kemudian bersama leng Sary muncul sebagai penguasa baru Republik Demokrasi Kampuchea. Di bawah pimpinan mereka Kamboja segera melakukan langkah yang menggunncangkan dunia. Usaha mencapai masyarakat sosialis "murni" ditempuh secara radikal dengan memporak-porandakan segala tata nilai lama. Kota-kota dikosongkan dan penduduk dikerahkan bekerja di proyek pertanian dalam usaha mencapai berdikari penuh. Tata sosial dan ekonomi dirombak dengan misalnya, tidak dipakai lagi sistim uang dan pasar. Kerja paksa tanpa kenal ampun ini menimbulkan ratusan ribu korban. Kota-kota mati. Phnom Penh sendiri tinggal dihuni 20 ribu penduduk. Merembesnya berita tentang apa yang terjadi di negeri ini segera menimbulkan banjir protes dari banyak negara termasuk negara Komunis. Kamboja dituduh secara sengaja melakukan pembunuhan massal pada rakyatnya. Kamboja mulai kehilangan simpati dunia. Sekutu Begitu lahir, negara ini bentrok dengan Vietnam, bekas sekutunya sesama komunis. Saling tuduh dan insiden perbatasan terjadi. Vietnam misalnya menuduh Kamboja menekan penduduk keturunan Vietnam, menyerbu wilayah Vietnam dan merampok serta membunuh penduduk perbatassannya. Bentrokan perbatasan ini berlangsung terus selama 3 tahun dan tinggal di RRC yang masih membantu Kamboja. Tahun lalu lahir KNUFNS yang jelas dibidani Vietnam. Dengan dipelopori meriam, tank dan senjata berat Vietnam, pasukan pemberontak ini segera maju dengan pesat dan menduduki beberapa jalan raya utama menuju Phnom Penh. Serangan baru ini ditingkatkan sekitar Natal tahun lalu, dilakukan dari 3 daerah: Pleiku di dataran tinggi Vietnam, Tay Minh di barat Kota Ho Chi Minh (dulu Saigon) dan dari Can Tho di delta sungai Mekong. Vietnam menggunakan kendaraan lapis baja, artileri dan pesawat tempur yang dikoordinir rapi, menyerbu lebih dulu ke timurlaut yang jarang penduduknya dan bergerak ke sungai Mekong yang membelah dua negeri ini. Kefudian jalur perbekalan dan komunikasi ke Phnom Penh diputuskan dan ibukota ini segera terkepung. Keprihatinan RRC atas perkembangan keadaan Kamboja tampak dengan disiagakannya pasukan Cina di perbatasannya dengan Vietnam. Juga RRC mengerahkan tank, artileri berat dan pesawat pembom dan Mig-l9. Tapi Wakil PM RRC Deng Xiaoping (Teng Hsiao-ping) mengisyaratkan pekan lalu bahwa Cina tidak akan mengirim pasukannya ke Kamboja untuk membantu negara itu. Tampaknya Bei Jing (Peking) beranggapan Kamboja sudah tidak tertolong lagi walau mendukung seruan Pol Potleng Sary yang meminta Dewan Keamanan PBB bersidang untuk menghentikan agresi Vietnam. Sikap Cina makin jelas ketika negara itu meminta ijin bagi pesawatnya untuk melintasi udara Muang Thai guna mengangkut para tokoh penting Kamboja ke Peking. Gawatnya situasi Kamboja akhir pekan Ialu makin nyata ketika bekas penguasa Kamboja Pangeran Sihanouk yang sejak 3 tahun terakhir "hilang dari peredaran" dikirim pemerintah Pol Potleng Sary menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB yang direncanakan pekan ini. Gerilya Berpakaian hitam, tersenyum lebar sambil bertepuk tangan, Sabtu malam lalu Sihanouk tiba di Peking. Bersama isterinya Monique dan bekas PM Penn Nouth, ia disambut teman lamanya Deng Xiaoping. Kantor berita Cina menyebutkan: "Ia memimpin delegasi tingkat tinggi pemerintah Demokrasi Kampuchea untuk menghadiri sidang DK PBB yang akan menuduh Vietnam atas serbuannya ke negara tersebut." Sihanouk yang dijatuhkan Lon Nol pada 1970 pernah sebentar menjabat kepala negara pemerintah demokrasi Kamboja dan mengundurkan diri pada 1976. Agaknya reputasinya yang baik di negara Barat digunakan sebagai kartu terakhir Kamboja untuk menyelamatkan negeri itu. Asean tampaknya yang paling priha tin atas perkembangan Kamboja ini. Jatuhnya Phnom Penh diduga akan mempercepat dilangsungkannya suatu pertemuan puncak Asean. Sikap Asean selama ini mengakui adanya tiga negara terpisah dengan kedaulatan masing-masing di Indocina. Indonesia akhir tahun lalu malahan mengirim misi ke Phnom Penh dalam rencana membuka perwakilan di sana. Walau pemerintah Kamboja bertekad untuk terus melakukan perlawanan secara gerilya, kemungkinan untuknya merebut kekuasaan lagi hampir tidak ada. Sidang Panitia Kerja Asean yang dipimpin Menlu Mochtar Kusumaatmadja di Jakarta pekan ini membicarakan masalah ini. Dubes Vietnam di Jakarta Tranh My tampak bermaksud meredakan kekhawatiran Asean. Ia mengatakan: "Bantuan Vietnam (pada KHUFNS) hendaknya dimengerti para negara sahabat di Asia Tenggara dan tidak ada alasan mereka untuk khawatir." Diulanginya janji PM Pham van Dong bahwa "Vietnam tidak akan membantu gerakan subversi di Asia Tenggara." Usaha penggulingan rejim Pol Pot disebutnya "hanya untuk menormalkan situasi Kamboja dan membendung ekspansi Peking." Ia menolak anggapan bahwa bantuan Vietnam itu dilakukan untuk mencapai Federasi Indocina seperti dicitakan almarhum Ho Chi Minh. Menlu Mochtar sendiri sampai awal pekan ini berhati-hati menanggapinya. "Kita belum tahu keadaan yang sebenarnya dengan jelas. Kita tunggu laporan resmi dari perwakilan kita yang terdekat," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus