Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kali ini perlente

Penampungan pengungsi vietnam di air raja 14 km tanjung pinang, dibangun oleh pbb. pengungsi keturunan cina kelihatan kaya & tak mencerminkan wajah pengungsi, sedang pengungsi asli vietnam miskin.(nas)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKAMPUNGAN baru yang tersuruk dalam hutan karet 3 km dari jalan besar itu tampak makin ramai. Puluhan warung bermunculan, juga pedagang kelontong dan sayur yang tiap hari laris dikerubung pembeli. Belasan oplet bolak balik melayani route baru mengangkut penghuni perkampungan untuk berbelanja ke kota. "Lumayan, dengan tarip Rp 150 per orang sehari dapat Rp 6.000 sampai Rp 7.000 bersih," tutur seorang supir oplet. Perkampungan transmigrasi Bukan. Mereka adalah pengungsi Vietnam yang tinggal di tempat penampungan Air Raja, l4 Km dari Tanjung Pinang. Ada 8 barak dengan kapasitas masing-masing sampai 250 orang yang dibangun PBB untuk menggantikan tempat penampungan lama di Tanjung Unggat yang bekas gudang beras dan semen. Tempat penampungan lama ini belum sama sekali ditinggalkan karena terus membanjirnya pengungsi baru. Sulit memang untuk mempercayai mereka yang berpakaian rapi, rajin belanja dan royal itu sebagai orang yang berteriak minta tolong selagi masih dalam perahu. Tiap hari masyarakat Tanjung Pinang bisa melihat mereka berbondong-bondong keluar masuk toko berbelanja. Tak sedikit pengungsi muda tampak berleha-leha di tempat rekreasi bagaikan turis saja. Sejak kedatangan mereka, para tukang potret amatir juga panen. "Mereka senang berpotret, katanya untuk kenang-kenangan di Amerika nanti," kata seorang tukang potret. Pakaian mereka cukup parlente, tak mencerminkan tampang pengungsi. Rombongan baru pengungsi Vietnam yang belakangan ini membanjiri Asia Tenggara memang tampak berbeda dengan pendahulu mereka. Potret lama pengungsi yang kumal, lusuh dan wajah yang pilu mengharap belas kasihan, agaknya tidak terpakai lagi begitu mereka masuk tempat penampungan. Tidak heran beberapa negara Asean menolak menerima mereka karena dianggap bukan "pengungsi sejati" tapi imigran gelap yang membayar untuk bisa keluar Vietnam. Konon pengungsian mereka diatur suatu sindikat internasional yang bekerja dengan sepengetahuan pejabat Vietnam. Betulkah semua pengungsi Vietnam yang baru datang itu kaya? "Ah, tidak semua," kata seorang pastor dari Pastoran Tanjung Pinang. "Yang mewah umumnya yang keturunan Cina." Ini diakui Nguyen Thai Nguyen (25 tahun). "Kami datang hanya dengan pakaian saja," katanya. Pengungsi keturunan Cina menurut ceritanya punya banyak uang dan emas, hingga sering terjadi keributan dengan pengungsi Vietnam yang asli yang umumnya miskin, karena berebut harta yang dibawa dari Vietnam itu. Komisi Tinggi PBB untuk Masalah Pengungsi (UNHCR) membiayai hidup pengungsi selama dalam penampungan lewat Tim Penanggulangan Pengungsi yang dibentuk Pemerintah Indonesia. Tiap 10 hari masing-masing pengungsi mendapat jatah 4 kg beras, 3 butir telur, « kg sayur, 2 ons gula serta ikan dan minyak goreng. "Memang tidak cukup," kata Nguyen Thai. Mereka harus menambah belanja hidup dengan sekitar Rp 300 sampai Rp 400 tiap hari. Buat pengungsi keturunan Cina biaya hidup mereka bukan suatu masalah. Nguyen Thai sendiri serta isterinya Bie Thu Hong tiap bulan menerima kiriman cek AS$50 dari kakaknya yang telah selamat tiba di Amerika. Sponsor Ada pengungsi yang harus ditampung sampai satu tahun menunggu suatu negara, umumnya negara Barat, mau menerima mereka. Mereka melewatkan waktu ini dengan berbagai kegiatan, antara lain kursus bahasa Inggeris untuk hekal hidup mereka di negara baru nanti. Natal 1978 mereka rayakan dengan upacara khusus di gereja Katolik Tanung Pinang yang dihadiri sekitar 100 pengungsi. Pernah juga diadakan upacara pembaptisan massal anak mereka. Kedua kelompok ini mempunyai persamaan mereka tidak bisa menerima hidup di bawah pemerintah komunis dan ingin mencari hidup baru di negara Australia, Eropa atau Amerika. Indonesia sendiri cukup dipusingkan oleh membanjirnya pengungsi ini. Pada 1975 hanya 27 pengungsi yang datang. Tahun berikutnya naik menjadi 230 orang termasuk 6 bayi yang lahir dalam penampungan. Angka ini melejit menjadi 622 orang pada 1977. Sampai akhir 1978 sekitar 3000 pengungsi ditampung di Indonesia. Tapi dibanding Malaysia misalnya, beban Indonesia jauh lebih ringan. Sekitar 30 ribu pengungsi saat ini ada di Malaysia. Indonesia rupanya dianggap negara favorit untuk mendamparkan diri. "Karena Indonesia lebih cepat dan lebih mudah memproses pengiriman ke Australia atau Amerika Serikat," cerita Tie Thai Hien (48 tahun), pengungsi keturunan Cina yang tiba dengan kapal Saouthern Cross September 1978. Ia mengakui membayar sekitar AS$ 2000 pada suatu sindikat untuk bisa keluar Vietnam Sindikat inilah yang memilih Indonesia sebagai tempat penampungan mereka. Negara penerima umumnya hanya menerima mereka yang sehat, berpendidikan dan mempunyai sponsor. Hina "kami tidak tahu 60% dari 3000 ini mau dikemanakan," ujar seorang anggota Tim Penanggulangan Pengungsi Tanjung Pinang. Banyak pengungsi yang frustrasi karenanya. Seorang pengungsi Tran Chan Dung, pernah mencoba bunuh diri karena dari 27 anggota rombongannya, hanya dia dan nakoda perahu yang mtreka tumpangi yang ditolak menetap di AS. Alasannya mereka tidak mempunyai keluarga di AS yang bisa menjadi sponsor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus