Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUBUH sang pemimpin sekarang sudah dapat dilihat di kantor polisi. Ada sekelumit rasa lega manakala juru bicara kepolisian Kota Maiduguri di utara Nigeria mempermaklumkan kematian Muhammad Yusuf, Kamis pekan lalu.
Muhammad Yusuf—pengikutnya memanggilnya Syekh Muhammad Yusuf—adalah pemimpin kelompok Boko Haram, yang tengah bentrok dengan kepolisian di kota-kota utara, di Negara Bagian Borno, Yobe, dan Kano. Tapi kematian Muhammad Yusuf di kantor polisi tentu saja menimbulkan kecurigaan besar. Apalagi polisi merasa cukup dengan penjelasan klasik: pemimpin berusia 39 tahun itu mencoba melarikan diri, lalu polisi menembaknya.
Dan kota-kota di Nigeria belahan utara yang selama seminggu mulai ditinggalkan penduduk yang mengungsi ke rumah-rumah sakit dan markas-markas tentara kini semakin mencekam. Para pengikut Boko Haram telah berjanji akan membalas dendam atas kematian pemimpinnya. Di mana-mana tampaklah polisi dan tentara membuat barikade, bersiap-siap menyambut serangan kelompok yang sering dipanggil sebagai Taliban Nigeria itu. Meski begitu, para pengamat memperkirakan kelompok ini akan limbung, melemah, setelah kematian sang Syekh.
Boko Haram adalah kelompok yang mencoba mengukuhkan syariah di seantero negeri, termasuk menolak mentah-mentah sistem pendidikan Barat atau boko. Dalam salah satu wawancaranya, Muhammad Yusuf menegaskan bahwa pendidikan Barat bertentangan dengan Islam. ”Hujan, misalnya, kita percayai sebagai ciptaan Tuhan dan bukan penguapan yang disebabkan oleh sinar matahari yang kemudian mendingin dan diturunkan lagi,” katanya. ”Kita juga menolak segala hal yang berkaitan dengan teori Darwin.”
Kerusuhan yang masih terjadi di jalan-jalan itu merupakan kelanjutan dari serangan kelompok Boko Haram ke kantor polisi di Bauchi. Mereka berusaha membebaskan rekan-rekan mereka yang ditahan tanpa sebab. Kelompok yang anggotanya kebanyakan pemuda putus sekolah dan sarjana penganggur ini menggunakan segalanya untuk menghancurkan pos polisi: dari senjata otomatis, senapan rakitan, panah, sampai tongkat.
”Mereka menyerang dengan mendadak. Banyak petugas kami yang tewas,” tutur juru bicara kepolisian, Moses Anegbode. Ketika polisi menyerang balik, bentrokan pun meluas ke berbagai kota di negara bagian lain. Diperkirakan 180 orang tewas dalam lima hari pertempuran itu.
Sebenarnya, rangkaian kekerasan ini tidak menyebar dari kota ke kota secara tiba-tiba. Sejak Juni lalu, Boko Haram sudah terlibat dalam sejumlah aksi kekerasan. Bahkan beberapa pernyataan bernada ancaman sempat mereka lontarkan. ”Kejadian ini menunjukkan lemahnya peran intelijen. Ini juga menjadi kegagalan pasukan pengaman untuk bertindak sebelum terjadi apa yang saat ini sedang terjadi,” ungkap harian Trust. ”Kami sudah memperkirakan kerusuhan ini akan pecah beberapa pekan sebelumnya.”
Berhasil mengendalikan situasi, kini polisi dan tentara melancarkan perburuan terhadap para perusuh yang bersembunyi di wilayah permukiman. Di Kota Bauchi sempat terjadi kontak senjata yang menewaskan 41 orang. Sedikitnya 176 orang ditahan di Bauchi. Serangan balik polisi juga terjadi di Negara Bagian Yobe dan Borno. Kepala Kepolisian Yobe, Alhaji Mohammed Abbas, mengatakan 23 orang yang dicurigai sebagai pelaku kerusuhan ditahan. Mereka diduga kuat sebagai pelaku aksi pengeboman kantor polisi di Potiskum, yang menewaskan seorang polisi dan warga sipil serta melukai tujuh orang lainnya.
Pertikaian terpanas terjadi di Maiduguri, ibu kota Negara Bagian Borno, yang menjadi markas Boko Haram. Polisi dan tentara berkonsentrasi untuk melakukan pembersihan di wilayah tersebut menyusul perintah Presiden Umaru Yar’Adua, yang bertekad melakukan perang terhadap kelompok Boko Haram hingga tuntas.
”Mereka sangat terorganisasi, membaur dengan masyarakat, memiliki persenjataan, serta belajar merakit bahan peledak dan bom untuk mengganggu ketenteraman warga Nigeria lainnya,” kata Yar’Adua. ”Dan saya yakin operasi besar-besaran yang kami lancarkan kali ini akan mengakhiri pergerakan mereka untuk selamanya.”
Juru bicara Kepolisian Borno, Isa Azare, menyatakan dua anggotanya tewas dalam serangan terhadap markas kepolisian pada Senin sore pekan lalu. Sedangkan kantor berita resmi Nigeria mengabarkan sedikitnya 100 orang dari aliran garis keras Islam pimpinan Syekh Muhammad Yusuf itu tewas dalam kontak senjata dengan polisi dan tentara.
Langkah Boko Haram yang sering diwarnai aksi kekerasan dan pengatasnamaan agama ini mendapat kecaman dari para ulama di Nigeria. ”Sangat disayangkan dan sangat memalukan bagi Islam,” ujar Abdulkarim Mohazu, Sekretaris Jenderal Jama’atul Nasril Islam Nigeria. Beberapa kali diusir dari masjid, kelompok ini bersikap eksklusif dan bergerak dalam lingkup terbatas. Kendati begitu, mereka kemudian tidak bergerak di bawah tanah. Mereka tidak pernah menyembunyikan identitas kelompoknya.
Boko Haram dibentuk pada 2004 dan jumlah anggotanya terus berkembang. Lantaran cara-cara perjuangannya yang mirip dengan kelompok Taliban di Afganistan, penduduk pun menjuluki mereka Taliban Nigeria. ”Ada anggapan bahwa pemerintah enggan menindak mereka karena, jika itu dilakukan, orang tua mereka akan sangat marah,” ucap Joe Boyle dari BBC. ”Tapi sekarang apa yang mereka lakukan sudah di luar batas kemanusiaan dan pemerintah mulai sadar bahwa membiarkan mereka terus berkembang adalah sebuah kesalahan fatal.”
Boko Haram mengambil keuntungan dari ketimpangan sosial, melimpahnya jumlah penganggur, dan sentimen keagamaan yang belakangan berkembang cukup pesat di Nigeria. Negara berpenduduk 140 juta jiwa di Afrika Tengah ini terbelah dua: Kristen di selatan dan Islam di utara. Ya, meski sekitar 50 persen penduduk Nigeria beragama Kristen, kelompok Boko Haram tetap berkeyakinan hukum syariah mesti ditegakkan di seluruh belahan negeri.
Tentang Muhammad Yusuf, ia sosok berpendidikan tinggi dan sangat kaya. ”Dia seorang sarjana dan sangat fasih berbahasa Inggris,” ucap Hussain Zakaria, seorang akademisi Nigeria. ”Hidupnya senang. Kata orang, dia menyetir mobil Mercedes-Benz. Dan dia mengenyam pendidikan ala Barat.”
Firman Atmakusuma (BBC, Reuters, AFP, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo