Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAKTU Doktor Alfonsus Budi Susanto habis untuk berbagai terapi. Dia tidak lagi bisa mengisi ceramah atau memberikan konsultasi kepada kliennya seperti ketika bugar dan sehat. ”Selama setahun lebih waktu saya habis untuk terapi,” kata konsultan manajemen yang lebih dikenal dengan nama A.B. Susanto itu.
Semua berawal dari rasa pegal di bagian punggung sehabis mantu anak pertamanya, dua setengah tahun lalu. Karena pegal-pegal itu, Budi pergi ke sebuah rumah sakit di Tangerang, Banten, untuk memindai tubuh dengan magnetic resonance imaging (MRI). Ternyata ada infeksi dan, setelah diobati, terasa sembuh. Namun masalah tak selesai.
Setelah dicek ulang, ternyata terdapat keropos pada dua ruas di tulang belakang. Dokter yang menangani-nya menyarankan Budi mendapat terapi suntik semen (vertebroplasty) demi kembali memperkokoh tulang yang keropos. Budi merasa ngeri dengan saran tersebut. ”Karena saya pernah bersekolah kedokteran, jadi tahu betapa sulitnya mengobati tulang belakang,” katanya.
Lalu Budi mengecek kesehatan punggungnya ke dokter di rumah sakit di Singapura. Dokter di sana bilang kondisi tulang belakang Budi baik saja, sehingga dia pun melanjutkan kegiatan seperti biasa, dengan banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Namun peringatan dokter yang menyarankan suntik semen tetap menghantui pikirannya. Sebab, dia diperingatkan, bila sampai jatuh terpeleset, dapat lebih berbahaya. ”Maklum, saya sering traveling. Jika ada hal yang tak terduga, misalnya guncangan pesawat atau kendaraan lain, malah berbahaya.”
Akhirnya, Budi memutuskan menjalani operasi suntik semen itu. Seusai operasi—ketika secara refleks Budi mengecek kemampuan kakinya—kaki kirinya tak bisa bergerak sama sekali. ”Bahkan duduk pun tak bisa, selalu berbalik, ngejeblak,” katanya.
Tim dokter yang menangani Budi menyatakan, itu karena spinal shock, shock pada sumsum tulang belakang. Budi harus mendapat cortison—obat anti-shock—dosis tinggi, tiga kali sehari, selama lima hari. ”Saya juga paham, memang benar, kalau sudah terjadi seperti itu, harus diberikan obat anti-shock,” ujar Budi, dokter ahli diabetes lulusan Universitas Dusseldorf, Jerman.
Budi pun dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Setelah dipindai dengan MRI, ditemukan cedera pada sumsum tulang belakang sebelah kiri. Menurut dokter Alvin Hong, dengkul dan telapak kaki Budi tak bergerak diduga karena, saat operasi jarum sebelah kiri, tulang sebelah kirinya rusak.
Nasi sudah menjadi bubur. Tak ada cara selain berusaha memulihkan kondisi. Setiap hari, lelaki kelahiran Yogyakarta 59 tahun lalu itu menjalani fisioterapi, hidroterapi, dan akupunktur.
Memang tak mudah mengobati tulang belakang, walaupun di dalam tubuh manusia tulang tersebut merupakan bagian yang paling keras. Maklum, punggung harus bekerja keras selama 24 jam sehari tanpa henti, bahkan ketika tidur.
Karena itu, jangan anggap enteng jika timbul rasa nyeri pada tulang belakang (back pain). Sakit punggung merupakan penyakit yang tergolong tinggi jumlah penderitanya. Menurut penelitian di Amerika Serikat yang baru dilansir pekan lalu, 80 persen orang hingga usia 50 tahun pasti pernah—minimal sekali dalam hidupnya—dihinggapi penyakit ini. Disebutkan juga, delapan dari sepuluh orang pasti pernah mendapat serangan sakit pada tulang belakang bagian bawah.
Nah, cara apa yang bisa efektif membantu penyembuhan sakit pada tulang belakang? Akupunktur jawabannya. Tusukan jarum-jarum kecil tersebut terbukti mampu menyembuhkan sakit punggung kronis, lebih baik dibanding cara lain. Menurut penelitian yang dimuat di Archives of Internal Medicine, University of Miami Miller School of Medicine, Amerika Serikat, pasien yang menjalani akupunktur cenderung lebih cepat membaik.
Menurut Kepala Departemen Akupunktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dokter Dharma Kumara Widya, stimulasi pada titik akupunktur mampu melepaskan endorfin dan dinorfin—hormon pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Stimulasi titik akupunktur juga melepaskan substansi kimia yang mengaktifkan kelenjar adrenal (adrenocorticotropic hormone), melepaskan substansi kimia yang mempengaruhi persepsi nyeri dan mood (serotonin, catecholamines, dopamine, dan sebagainya), serta mempengaruhi salah satu zat pembawa pesan pemulihan penyakit di tubuh.
Akupunktur bekerja secara langsung mempengaruhi sistem saraf. ”Misalnya back pain, kalau karena ototnya tegang, kami tusuk biar kendur. Atau saraf terjepit, kalau ringan, bisa hanya dengan tusukan,” kata dokter spesialis akupunktur lulusan 1986 itu pekan lalu. ”Prinsipnya, semua dicari dulu penyebabnya. Jika parah, baru dioperasi.”
Namun jangan sembarang menggunakan terapi akupunktur. Terapi sebaiknya dilakukan oleh akupunktur medis atau yang berbasis kedokteran. Ahad pekan lalu, dalam pertemuan nasional dokter spesialis se-Indonesia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dibahas seluk-beluk pengobatan akupunktur, termasuk untuk penyakit nyeri tulang belakang. Seperti dikatakan Dharma, akupunktur tradisional berbeda dengan akupunktur berbasis kedokteran. ”Kami selalu mencari dulu penyebabnya, tidak main tusuk saja. Kalau perlu, di-roentgen dulu,” ujarnya.
Berkat bantuan akupunktur, secara berangsur Budi dapat beraktivitas lagi.
Ahmad Taufik, Iqbal Muhtarom, Harun Mahbub
Gangguan Tulang Belakang
Jangan anggap enteng nyeri pada tulang belakang, semua syaraf dam organ dalam tubuh manusia berhubungan dengan penyangga ini. Berbagai problem penyakit bermula dari sini.
Sayangi Punggung Anda
Berhubungan dengan anus, reproduksi rahim, tulang pinggul, dan pantat.
Gangguan pada: kelenjar prostat, tulang, rahim, wasir, anus, tulang ekor waktu duduk.
Berhubungan dengan bagian luar kaki, daerah kaki bawah, engkel, kelenjar prostat, pinggul, organ reproduksi, rahim, kantong kencing, lutut kaki, usus buntu, perut, paha, usus besar, usus kecil, dan sistem peredaran limpa.
Gangguan pada: peredaran darah di kaki, pergelangan kaki, nyeri daerah kaki, pinggul, pinggang, kencing tidak lancar, punggung, kandung kemih, nyeri haid, keringat dingin waktu tidur, depresi, keguguran, encok sendi, kram otot, sesak napas, sembelit, radang kolon, diare, rematik, perut.
Berhubungan dengan ginjal, ureter, kelenjar adrenalin, limpa, pankreas, usus 12 jari, lambung, lever, peredaran darah, empedu, paru, trakea, kantong paru, jantung, arteri jantung, kerongkongan, siku, pergelangan tangan, jari, dan tenggorokan.
Gangguan: jerawat, eksem, kulit, ginjal, lelah kronis, pengerasan arteri, radang ginjal, alergi, kurang daya penyembuhan alami, radang lambung, pencernaan, tekanan darah, peredaran darah, radang sendi, sakit kuning, herpes, mata, radang paru dan trakea, asma, batuk, sesak napas, tangan kesemutan.
Gangguan: demam, nyeri leher dan pundak, nyeri lengan atas, amandel, sesak napas, batuk kronis, gangguan pita suara, bronkitis, flu, sakit telinga, radang tenggorokan, amandel, nyeri saraf, radang saraf, jerawat, eksem, mata juling, tuli, sinusitis, insomnia, darah tinggi, amnesia, pusing, lemah saraf, kelelahan, dan migrain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo