Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>IRAN</font><br />Menggoyang Kursi Pemimpin Tertinggi

Rafsanjani dituduh berniat mendongkel pemimpin tertinggi Ali Khamenei. Diam-diam ada imam lain yang siap menjadi ayatullah.

3 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IRAN geger lagi. Majelis Ahli, lembaga kedua paling berkuasa di Iran, menyerukan bekas presiden Akbar Hashemi Rafsanjani mengklarifikasi kesetiaannya kepada pemimpin tertinggi Iran. Sebanyak 50 dari 80 imam anggota lembaga ini dalam pernyataan mereka memaksa sang ketua, Rafsanjani, memperlihatkan dukungan transparan kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei dan melakukan upaya agar kelompok oposisi gagal.

Menurut para imam itu, sistem politik Islam di Iran memberikan otoritas kepada pemimpin tertinggi atas seluruh institusi yang dipilih rakyat. Meski presiden dan anggota parlemen dipilih rakyat, pemimpin tertinggilah yang memutuskan semua masalah negara.

Mereka menyoal pidato Rafsanjani dalam khotbah Jumat, dua pekan lalu. Dalam khotbah itu bekas Presiden Iran ini menyatakan tak ada pemerintah Islam dapat berdiri tanpa restu rakyat. Rafsanjani juga menyatakan Iran dalam keadaan krisis, dan ia menuduh rezim telah kehilangan kepercayaan rakyat. Keruan pidato itu memprovokasi kontroversi di kalangan elite politik Iran. Imam konservatif menerjemahkan pernyataan itu sebagai kritik Rafsanjani terhadap sistem politik Iran.

Seorang imam senior dan anggota Dewan Wali bahkan menuduh Rafsanjani mengabaikan prinsip Islam. ”Rakyat tidak melegitimasi pemerintah, tapi dalam sistem Islam legitimasi semata-mata pemberian Tuhan,” ujar Ayatullah Mohammad Yazdi, anggota Dewan Wali.

Pidatonya menimbulkan kemarahan banyak kalangan konservatif yang menuduhnya menyalahgunakan khotbah Jumat untuk mendukung pemimpin oposisi Mir-Hossein Mousavi. Spekulasi tentang perbedaan antara Rafsanjani dan Ali Khamenei makin santer karena Khamenei mendukung Ahmadinejad, dan Rafsanjani mendukung gerakan reformis.

Tapi Rafsanjani membantah telah terjadi pertarungan kekuasaan antara dia dan Khamenei. Menurut kantor berita Mehr, Ahad 26 Juli lalu, Rafsanjani, 75 tahun, menyatakan persahabatannya dengan Ayatullah Ali Khamenei, 70 tahun, telah berlangsung selama setengah abad, yang sudah dimulai sejak sebelum Revolusi Islam Iran pada 1979. ”Ia (Khamanei) seorang progresif dan pemikir jauh ke depan dalam masalah apa pun,” ujar Rafsanjani.

Rafsanjani menuding geger ini ulah media asing. ”Propaganda media asing yang mencoba meyakinkan ada pertarungan kekuasaan di level atas rezim adalah tidak fair bagi Revolusi Islam,” ujar Rafsanjani.

BBC, misalnya, menurunkan tulisan analis Timur Tengah mereka, Roger Hardy, dengan judul Pertarungan Kekuasaan di Iran, dengan menilai Ayatullah Ali Khamenei sebagai pemimpin tak berkarisma dan otoritas keagamaan. Intervensi Khamenei dituding sebagai penyebab Iran terjebak dalam pusaran kekacauan. Ini setelah Khamenei mengesahkan kandidat kubu konservatif Mahmud Ahmadinejad sebagai pemenang, dengan menerobos tradisi netralitas pemimpin tertinggi sebagai figur di atas semua percekcokan politik. Khamenei dinilai telah berpihak dan mendukung pendekatan kekerasan terhadap demonstrasi pendukung kubu reformis.

Khamenei juga digambarkan menghadapi krisis paling besar sejak Revolusi Islam 1979, setelah muncul gerakan protes akibat kisruh hasil pemilu 12 Juni lalu, yang menewaskan 20 orang. Kala itu Khamenei mencela pemrotes dan mendukung Ahmadinejad dengan menyatakan hasil pemilu sah.

Sementara Rafsanjani mendukung calon presiden dari kubu reformis, Mousavi. Secara politik posisi Rafsanjani kuat. Imam yang juga pedagang kaya ini dikenal konservatif dan pragmatis. Rafsanjani kini memimpin lembaga Dewan Kebijaksanaan, yang memutuskan perselisihan soal undang-undang. Ia juga memimpin Majelis Ahli, yang menunjuk, mengawasi, dan mengganti pemimpin tertinggi Iran.

Spekulasi muncul bahwa imam yang tak setuju dengan Khamenei menjagokan figur kunci dalam pertarungan kekuasaan itu: Akbar Hashemi Rafsanjani.

Middle East Online meramaikan spekulasi dengan melansir: kini pemimpin konservatif Iran sibuk mendiskusikan pengganti Ali Khamenei, karena sang pemimpin tertinggi menderita leukemia. Namun, menurut penulisnya, Babak Sarfaraz, nama samaran seorang wartawan Iran, bukan Rafsanjani yang dilirik para imam konservatif, melainkan Ayatullah Mahmud Hashemi Shahroudi, Ketua Lembaga Pengadilan—lembaga yang sangat berkuasa di Iran.

Shahroudi, 61 tahun, murid terpandai Ayatullah Mohammed Baqir al-Sadr di Irak—mertua Muqtada al-Sadr, pemimpin pasukan Mahdi di Irak. Shahroudi dikenal di lingkungannya sebagai orang yang pengetahuan agama dan intelektualitasnya tinggi. Menurut Sarfaraz, Shahroudi tokoh yang paling tepat menggantikan Khamenei.

Raihul Fadjri (BBC, AFP, Middle East Online)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus