Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar penting itu datang dari negeri Cina dua pekan lalu. Wu Dawei, perwakilan khusus Beijing untuk urusan Korea, mendadak mengumpulkan wartawan pada Sabtu tengah malam. ”Cina menyerukan agar negara anggota perundingan enam pihak melakukan konsultasi darurat menanggapi konflik Korea Utara dan Korea Selatan,” katanya.
Jumpa pers tengah malam di akhir pekan itu tidak lazim dilakukan. Rupanya, beberapa jam sebelumnya, Cina telah mengutus diplomat senior penasihat negara Dai Bingguo ke Seoul. Dai bertemu dengan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak.
Cina mengajak Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Rusia, dan Korea Utara berunding pada Desember ini. Dalam pertemuan selama dua jam di istana kepresidenan, Dai berusaha meyakinkan Lee agar menyetujui proposal itu. Tanggapan Presiden Lee sopan tapi tegas. Dia menolak dan mengatakan, ”Saat ini waktunya belum tepat.” Dai kembali ke Beijing dengan tangan kosong.
Di Washington, sehari setelahnya, juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, lebih berterus terang. Dengan nada mengejek, dia mengatakan, ”Apakah kami tertarik menstabilkan wilayah melalui serangkaian kegiatan hubungan masyarakat?”
Cina juga mengundang pejabat tinggi Korea Utara, Choe Thae-bok—pembantu Kim Jong il datang ke Beijing. Seorang sumber diplomatik menyebutkan penasihat Dai Bingguo juga mengunjungi Korea Utara, meminta negara Stalinis itu bergabung dalam pertemuan darurat tersebut.
Perundingan enam pihak dimulai pada 2003 setelah Korea Utara mengaku memiliki program pengayaan uranium untuk senjata nuklir. Belakangan Korea Utara menarik diri dari Traktat Nonproliferasi Nuklir. Perundingan itu pun buntu sejak 2008.
Ketegangan di Semenanjung Korea memuncak kembali setelah Korea Utara membombardir Pulau Yeonpyeong dengan tembakan artileri. Dua marinir dan dua warga sipil Korea Selatan tewas. Penyerangan itu didahului oleh latihan menembak Korea Selatan di sekitar pulau. Korea Utara menuduh latihan itu sebagai provokasi.
Serangan yang diperintah langsung oleh Kim Jong-il itu sesungguhnya tidak didukung seratus persen oleh anak buahnya. Seorang perwira Korea Utara justru mengharapkan perdamaian. ”Saya tahu ada korban di sisi Selatan,” kata Letnan Choe Song il, yang ditugasi menjaga zona demiliterisasi di perbatasan. ”Saya sangat berharap konflik militer antara Utara dan Selatan tidak pernah terjadi lagi.”
l l l
Sehari setelah Cina mengajukan usul perundingan, situs pembocor informasi Wiki Leaks merilis 250 ribu dokumen rahasia milik Kementerian Luar Negeri Amerika. Situs milik wartawan Australia, Julian Assange, itu memuat kawat diplomatik para diplomat Amerika di seluruh dunia. Salah satu kawat berisi pembicaraan antara Duta Besar Amerika untuk Seoul dan Wakil Menteri Luar Negeri (sekarang penasihat keamanan nasional) Chun Yung-woo.
Kawat itu menyebutkan Beijing sudah lelah dengan tingkah Pyongyang. Cina menyebut Korea Utara bagai anak manja yang selalu mencari perhatian. Chun, mengutip dua pejabat Cina, mengatakan Cina akan bersikap baik pada Korea Bersatu di bawah kendali Seoul, dalam sebuah ”aliansi jinak” dengan Amerika. Bagi Cina, Korea Utara tidak lagi berperan sebagai penyangga.
Impian Korea Bersatu yang dipimpin Seoul—minus Dinasti Kim akan mengubah Korea Utara menjadi kawasan pembangunan. Ini tentu sangat menguntungkan Cina dan Korea. Cina telah mencapai pertumbuhan ekonomi dan menarik Korea Selatan dalam orbitnya. Beijing merupakan mitra dagang Seoul. Tidak kurang dari 21,5 persen dari ekspor Korea Selatan pada 2009 tertuju ke Cina. Hubungan dagang Korea Selatan dan Cina telah memakmurkan kedua negara.
Namun harus dipahami Kementerian Luar Negeri Cina bukan pengambil keputusan soal Korea Utara. Otoritasnya adalah Komite Sentral, Departemen Internasional Partai Komunis Cina, Dewan Negara, dan perwira tinggi di Tentara Pembebasan Rakyat.
”Situasi Korea Utara memang dapat berdampak negatif pada kepentingan nasional dan ekonomi Cina ke depan. Tapi Cina belum mengubah sikap resminya,” kata seorang pejabat senior Korea Selatan yang ikut dalam pertemuan antara Dai dan Lee.
Informasi dalam kawat diplomatik itu memang bukan sikap resmi Cina. Kebanyakan hanya kasak-kusuk di kalangan para diplomat. Namun akibatnya banyak pihak menilai Cina menggunakan politik bermuka dua. Usul perundingan pun dianggap tidak tulus.
l l l
Park Sung-soo, pengamat Cina dari Universitas Myongji, mengatakan Cina ingin tampil sebagai penengah perseteruan. Usul ini sekaligus upaya Cina menyatakan latihan gabungan adalah ancaman bagi keamanan Asia Timur Laut. ”Seharusnya perundingan enam pihak itu untuk membujuk Korea Utara menghentikan program pengembangan senjata nuklirnya,” kata Park kepada JoongAng Daily.
Lucunya, proposal Dai Bingguo sudah ditolak oleh Presiden Lee. Tapi Wu Dawei bersama Dai justru mengumumkan sebaliknya. ”Jarang ada kecerobohan diplomatik: mengumumkan proposal yang telah ditolak oleh seorang kepala negara, kecuali memang sengaja mengabaikan pendapatnya,” Park menambahkan.
Cina, yang menganggap Laut Kuning adalah halaman rumahnya, mencoba mengkonsolidasi hegemoninya di Asia Timur Laut. Sementara itu, Pyongyang perlu menunjukkan kekuatan militer untuk mendukung kepemimpinan Kim Jong-un, putra mahkota Kim Jong-il.
Selama ini, Beijinglah yang menjamin nadi Pyongyang tetap berdenyut. Korea Utara hampir sepenuhnya bergantung pada Cina untuk penyediaan energi. Beijing juga tidak ingin bersikap keras pada Pyongyang karena tidak ingin rezim Kim runtuh. Cina khawatir terhadap imbasnya: eksodus ratusan ribu pengungsi di Cina utara dan penempatan pasukan Amerika di sepanjang perbatasan.
Masalahnya, kapal induk USS George Washington telah muncul di Laut Kuning di bawah komando Armada Ke-7 untuk melakukan latihan militer dengan Korea Selatan. Jika Korea Utara dan Cina tidak mengambil tindakan, Pyongyang tampak diintimidasi dan pemimpin militer Korea Utara akan kehilangan martabat. Cina pun akan dipermalukan di mata negara-negara tetangga dan dipandang tunduk di bawah kekuasaan militer Abang Sam yang nyelonong masuk ke halaman rumahnya.
Maka, alih-alih mengkritik sekutunya, Cina malah mendesak dimulainya kembali proses diplomatik yang telah terhenti selama dua tahun. Cina menegaskan pembicaraan harus dilanjutkan meski ada penolakan dari Amerika, Jepang, dan Korea Selatan. Ini adalah trik Cina meredam tekanan internasional agar menegur Korea Utara. ”Daripada mengecam atau diam saja, mengajak berunding adalah cara terbaik untuk tampil memainkan peran bertanggung jawab,” kata Stephanie Kleine Ahlbrandt, Direktur Proyek Asia Timur Laut International Crisis Group di Brussel.
Amerika dan sekutunya juga tidak mau menyetujui perundingan karena akan menguntungkan Korea Utara. Pyongyang akan semakin arogan. ”Pembicaraan enam pihak tidak dapat menggantikan tindakan agar Korea Utara bertanggung jawab,” ujar Nicholas Snyder, juru bicara Kedutaan Amerika di Beijing.
Akhirnya, proposal Cina memang ditolak mentah-mentah. Amerika mengabaikan Cina dengan menggelar pertemuan lain. Pekan ini di Washington, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton bertemu dengan Kim Sung-hwan dan Seiji Maehara. ”Pertemuan ini menunjukkan koordinasi yang sangat erat antara Amerika, Republik Korea, dan Jepang serta komitmen kami untuk keamanan di kawasan itu,” kata Departemen Luar Negeri Amerika dalam pernyataan persnya.
Toh, sesuai dengan perhitungan, Cina tetap diuntungkan. Jika usul perundingan enam pihak disetujui, Beijing akan dipandang berhasil mencegah perang di Semenanjung Korea. Jika gagal, toh sudah berusaha. Bukan hasil yang buruk dari kerja lembur Dai di akhir pekan.
Ninin Damayanti (www. time.com, Guardian, Chosun Ilbo, JoongAng Daily)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo