Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Jepang</B></font><BR />Menjerat Pencinta Lolita

Pemerintah Kota Metropolitan Tokyo bermaksud membatasi produk semiporno anak-anak melalui peraturan lebih ketat. Para mangaka menolak.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asuka Izumi terlibat junior idol atau chaidoru lima tahun lalu. Ketika itu usianya baru genap dua belas tahun. Jangan salah kira, junior idol ini sama sekali bukan acara ajang adu jago olah suara seperti Indonesian Idol, melainkan menjadi model foto serial buku atau DVD dengan busana sangat minim, di Jepang.

Kala itu, Izumi diminta mengenakan dua potong bikini dan baju renang. ”Itu bukan masalah besar. Mereka meminta saya melakukannya, maka saya kerjakan karena saya memang menginginkannya,” kata Izumi. Tanpa malu, Izumi yang masih bau kencur berpose dengan gaya aduhai bak seorang model di majalah pria dewasa.

Kotomi, sang ibu, tak keberatan putrinya bergaya dengan busana ala kadarnya itu. Menurut dia, tubuh Izumi sifatnya ”netral” dan ”tidak memancing gairah seksual”. Soal buku Izumi dipajang bersebelahan dengan majalah porno, Kotomi menanggapinya ringan. ”Siapa pun yang membeli buku Izumi berhak melakukan apa pun dengan buku itu,” katanya.

Dalam soal produk semipornografi (bukan hardcore pornography) yang melibatkan anak-anak atau gadis bau kencur, barangkali Jepang termasuk negara yang paling longgar di dunia. Jika Anda menyusuri Distrik Akihabara di Tokyo, di sepanjang jalan gampang ditemui chaidoru dan lolicon, komik atau animasi semiporno tapi dengan tokoh berwajah dan postur tubuh masih kanak-kanak. Judul-judul lolicon, seperti Junior Rape, Mama Milk Ranch, atau Under Nine, berserakan di sepanjang jalan.

Lolicon—nama ini diadaptasi dari Lolita Complex, buku karya Russel Trainer, mengenai penyimpangan gairah seksual terhadap anak-anak—berkembang pesat di Jepang sejak awal 1980-an. Komik semiporno ini biasanya ceritanya hanya singkat dan tidak dicetak dalam bentuk buku, melainkan majalah. Ada tiga majalah yang khusus memuat komik semiporno anak ini, yakni Lemon People, Manga Burriko, dan Comic LO.

Jepang sebenarnya sudah mengatur soal produk pornografi yang melibatkan sosok anak-anak. Namun Undang-Undang Antipornografi dan Prostitusi Anak Jepang yang mulai berlaku pada 1999 punya banyak lubang yang memungkinkan junior idol dan lolicon tetap bertahan, bahkan makin marak. Definisi pornografi anak dalam peraturan itu sangat longgar tanpa batas jelas.

Gubernur Tokyo Shintaro Ishihara yang konservatif berupaya menghadang peredaran produk semiporno anak-anak yang makin marak itu di wilayahnya. Dia mengajukan rancangan peraturan ke Majelis Metropolitan Tokyo untuk membatasi penjualan produk animasi, komik, buku, dan game komputer yang berbau porno anak. Penjual yang melanggar aturan ini akan dijatuhi denda 300 ribu yen atau sekitar Rp 30 juta. Pekan ini nasib peraturan itu akan diputuskan Majelis.

Asosiasi Orang Tua dan Guru Sekolah Dasar di Tokyo mendukung Shintaro. Menurut mereka, peredaran komik dan animasi semiporno itu membahayakan anak-anak. ”Mereka yang menentang harus melihat bagaimana tingkah laku remaja-remaja itu di kehidupan malam,” kata Tsuneo Akaeda, penasihat masalah seksual remaja di Distrik Roppongi.

Para mangaka, sebutan bagi artis komik Jepang, memang menentang peraturan Gubernur Shintaro. Mereka, bukan cuma artis lolicon, tapi juga beberapa mangaka terpandang, seperti Fujiko Fujio, Tetsuya Chiba, Go Nagai, dan Machiko Satonaka, menilai peraturan itu akan menjerat tangan mereka dalam berkarya.

Menurut Satonaka, setiap orang mempunyai sudut pandang berbeda dalam melihat suatu karya seni. ”Sangat berbahaya membuat peraturan dengan bersandar hanya pada satu sudut pandang,” katanya. Tanpa kriteria jelas, mana produk yang tergolong porno, mana yang bukan, peraturan itu bisa diinterpretasikan bermacam-macam. Maka, kata Chiba, ”Biarkan pembaca yang memutuskan.”

Sapto Pradityo (The Age, Japan Times, Guardian, Anime Network)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus