Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulai hari itu mungkin Malaysia tak akan sama lagi. Di ruang sidang utama parlemen yang hampir dua pertiganya terisi oleh lawan politiknya, Dr Anwar Ibrahim diambil sumpahnya dalam sebuah upacara sederhana. Di ruangan tidak kelihatan Perdana Menteri Abdullah Badawi dan para anggota kabinetnya.
Kamis pekan lalu, Anwar resmi menjadi anggota parlemen dari Permatang Pauh, Negara Bagian Penang. Keesokan harinya, ia ditahbiskan sebagai pemimpin oposisi, menggantikan pemimpin lama Lim Kiat Siang. Koalisi Lim dan Anwar itu berhasil menggembosi suara Barisan Nasional dengan merebut 82 dari 222 kursi anggota dan meraih kendali di lima dari 13 negara bagian: Kelantan, Kedah, Penang, Perak, dan Selangor.
”Ini kesuksesan tsunami politik kedua, sebelum kita jelang Titanic yang bakal karam,” kata Lim, pemimpin Partai Aksi Demokratik Tionghoa, yang bersama Partai Islam Se-Malaysia dan Partai Keadilan menjadi komponen Pakatan Rakyat. Lim menyebut kembalinya Anwar sebagai kesuksesan tsunami politik kedua setelah Pakatan Rakyat, koalisi Lim-Anwar, menang banyak Maret lalu.
Kini Anwar kembali ke parlemen dengan kemenangan gemilang: 31,195 dari 47 ribu suara dari provinsi di sebelah utara Malaysia itu. Berarti, bekas wakil perdana menteri yang kariernya dijegal Mahathir Mohamad itu semakin dekat dengan targetnya yang telah diucapkan dengan lantang: siap menumbangkan pemerintahan pada 16 September mendatang, alias tiga pekan lagi. ”Setelah satu dekade, saya senang sekali bisa kembali. Ini pembersihan nama saya,” kata Anwar, yang dipaksa mundur dari kursi anggota dewan pada 1999 akibat tuduhan korupsi dan sodomi.
Meski ucapan tsunami politik itu tak terdengar merdu di kalangan Barisan Nasional, sesungguhnya Lim tak terlampau salah. Ibarat kapal karam Titanic, pemerintah Perdana Menteri Abdullah Badawi kini semakin terpojok. Abdullah sudah pernah menyatakan akan mengalihkan kekuasaan kepada wakilnya, Najib Razak, pada pertengahan 2010. Namun itu terlampau lama. Sehari setelah Anwar menang gilang gemilang, banyak suara dari dalam Barisan Nasional sendiri yang menuntut mundurnya Abdullah.
Razaleigh Hamzah, bekas menteri keuangan yang siap berlaga melawan Abdullah untuk memimpin Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), Rabu pekan lalu mengatakan kemenangan Anwar telah ”menghabisi sisa-sisa kepemimpinan Abdullah”. Demikian pula dengan Mahathir, yang bahkan yakin banyak pendukung pemerintah sengaja memilih Anwar agar Abdullah sadar ia tak lagi dikehendaki.
Dan yang paling emosional adalah Mukhriz, putra Mahathir, juga anggota parlemen. Dengan Anwar Ibrahim di parlemen, kata dia, Barisan Nasional dan UMNO tak bisa lagi memiliki pemimpin yang lemah karena ini bisa jadi awal dari kejatuhan. ”Dinding mulai runtuh tapi yang di atas tak melihat sekelilingnya,” kata Mukhriz.
Namun Abdullah Badawi justru bersikap dingin atas kemenangan Anwar. ”Saya percaya kita masih bisa meneruskan pemerintahan,” katanya datar, seperti dikutip kantor berita Bernama, ”Apa yang terjadi tak jauh berbeda dengan situasi yang terjadi setelah pemilu lalu.”
Arogansi Abdullah ini menarik, mengingat untuk pertama kalinya dalam sejarah Barisan Nasional dan UMNO tak lagi menjadi mayoritas di republik federasi ini. Padahal Anwar berkali-kali mengatakan ia tak sekadar ingin menggulingkan Abdullah, tapi juga kroni-kroni yang telah mengambil keuntungan besar dari kekuasaan. Ini adalah kritik yang sama yang menjungkalkan karier politiknya pada 1998, ketika ia menuding UMNO telah menjadi sarang korupsi dan nepotisme.
Anwar bisa jadi menyimpan amarah besar pada kekuasaan UMNO, yang sempat ia pimpin sebagai deputi presiden, sebelum ia dipecat dan dipenjara enam tahun atas tuduhan korupsi dan melakukan sodomi terhadap sopir keluarganya. Tudingan sodomi itu, yang disebut Anwar sebagai jebakan politik, lantas dibatalkan mahkamah federal pada 2004.
Tapi Juni lalu, tudingan sodomi kedua—hukumannya maksimal penjara 20 tahun di negara Islam ini—dilancarkan lagi kepada Anwar. Pemeriksaan polisi sudah terjadi, meski tanggal sidang belum lagi ditetapkan. Untuk yang ini, Anwar mengaku memiliki alibi kuat dan sudah memberikan keterangan kepada polisi, meski ia menolak dites DNA. ”Ini upaya paling menjijikkan untuk menjegal langkah saya menjadi perdana menteri,” katanya.
Tokoh karismatik 61 tahun ini tak membagi informasi tentang siapa dan bagaimana caranya ”lompat sekoci” ini akan dilakukan. ”Kita mesti hati-hati, seperti Orde Baru, mereka menguasai semuanya, termasuk intelijen,” katanya kepada Tempo, Juni lalu. Tapi setidaknya ia punya keyakinan besar. Ia tinggal butuh 30 orang lagi untuk mendukungnya sebagai suara mayoritas.
Sejumlah analis politik dan peng-amat meramal mayoritas dari mereka yang akan ”loncat sekoci” nantinya bakal datang dari Sabah dan Sarawak, yang dulunya pendukung utama Barisan Nasional. Dukungan mulai tergerus akibat sejumlah masalah yang membuat kedua provinsi di Pulau Kalimantan itu merasa terabaikan. Puncaknya pada pemilihan umum Maret lalu banyak suara dari Sabah dan Sarawak pindah mendukung Anwar. Juni lalu, dua orang dari Partai Sabah, Datuk Eric Enchin Majimbun (Sepanggar) dan Datuk Dr Chu Soon Bui (Tawau), sudah mengemukakan akan mendukung Anwar bila ia mengajukan mosi tidak percaya atas kepemimpinan Abdullah.
”Anwar—apa pun yang kita pikirkan tentangnya dan meski banyak di antara kita yang skeptis—tampak semakin dekat ke kursi perdana menteri. Tak terhindarkan lagi,” kata kolumnis Karim Raslan di harian The Star.
Sebagian analis meragukan koalisi Anwar akan berumur panjang akibat ideologi yang berbeda. Pasalnya, Anwar toh mesti mengumpulkan cukup orang Melayu muslim agar para pemimpin partai Islam yang menjadi komponen utama koalisinya tak kecewa.
Tapi itu urusan nanti. Yang penting adalah 16 September yang tinggal tiga pekan lagi. Kemenangan ini, kata Anwar, akan memberi arti baru dalam kata ”merdeka”. Ia berjanji akan memberikan harapan baru bagi rakyat dengan agenda reformasi. ”Kami turunkan harga bahan bakar begitu kita bentuk pemerintahan,” ia berteriak.
Tapi pemerintah Abdullah tak mau ketinggalan. Sehari sebelum pemilu sela, tiba-tiba pemerintah mengumumkan penurunan harga bahan bakar. Dan yang menarik, pemerintah mendadak mendorong disahkannya aturan hukum yang akan memaksa tes DNA bila pengadilan menghendakinya. Ya, seperti Titanic yang sibuk membendung gelombang tsunami.
Kurie Suditomo (AP, Reuters, The Star)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo