Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOHAMMAD Saman sudah lama ingin punya sepeda motor. Bertahun-tahun menarik ojek, ia masih saja mesti menyewa sepeda motor dari tetangga sebelah rumah untuk mencari uang. Ongkos sewanya Rp 20 ribu sehari.
Angan-angan Saman akhirnya terwujud pada akhir April lalu. Dengan menguras tabungan Rp 2,5 juta, dia bisa membawa pulang sepeda motor. Tak sampai dua minggu, Honda Revo keluaran terbaru pun sudah menjadi mesin uang yang andal. Cicilan yang ia bayar per bulan Rp 590 ribu.
Tapi, belum sebulan dia menikmati, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. ”Penghasilan saya melorot,” kata pria 38 tahun itu. Pria yang biasa mangkal di sekitar Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, itu kesulitan mencari penumpang. Kalaupun memperoleh pelanggan, ia sungkan menaikkan ongkos. Padahal daya belinya tertekan akibat harga bahan pokok yang ikut menjulang.
Sementara sebelumnya ia bisa memperoleh Rp 70 ribu per hari, kini pendapatannya Rp 50-60 ribu. Itu pun kadang belum dipotong ongkos bahan bakar. Perolehan itu tentu saja pas-pasan buat Saman yang sebelumnya hanya kerja serabutan. Apalagi dia tidak punya tambahan pemasukan. Meski begitu, ia masih punya harapan. ”Yang penting punya motor,” katanya tersenyum. ”Pemasukan dari ojek buat bayar cicilan.”
Saman tak sendirian. Tanuri, petugas keamanan perusahaan swasta di Jakarta Selatan, juga punya sepeda motor anyar. Dua bulan lalu, ia mengajukan kredit Honda Supra X. ”Biar kalau pergi ke mana-mana lebih irit,” katanya. Sebab, kata dia, ongkos kendaraan umum jauh lebih mahal.
Sepeda motornya itu dipakainya juga untuk mencari tambahan pemasukan. ”Rencananya untuk ngojek,” kata pria 44 tahun asal Pemalang itu. Ia memang butuh pendapatan tambahan. Akibat imbas kenaikan harga bahan bakar minyak, dia tak bisa berharap banyak dari gajinya yang di bawah Rp 1 juta per bulan. Sementara itu, dua dari empat anaknya masih kecil-kecil.
Saman dan Tanuri merupakan potret kecil dari sekian banyak masyarakat kelas bawah yang hidup pas-pasan. Keseharian mereka kian tergencet setelah harga pangan dan bahan bakar minyak naik. Hasil survei Danareksa Research Institute triwulan kedua menunjukkan, gara-gara kenaikan harga bahan bakar bersubsidi, Indeks Kepercayaan Konsumen terjun ke titik terendah (baca ”Jatuh ke Titik Nol”).
Untunglah, Indeks Kepercayaan pada Juli naik 11,3 persen ke level 72,7. Kenaikan ini membuka harapan, meski belum dapat sepenuhnya memulihkan kepercayaan konsumen. Paling tidak, masyarakat tidak akan mengerem belanjanya. ”Hal itu akan mempengaruhi pertumbuhan,” kata Damhuri Nasution, ekonom senior Danareksa Research Institute. Pada triwulan kedua 2008, belanja rumah tangga menyumbang lebih dari 60 persen produk domestik bruto.
Bisa jadi, itu juga yang membuat pertumbuhan pada triwulan kedua melejit tajam, meski pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak pada akhir Mei. Pertumbuhan hingga 6,39 persen ini di luar prediksi banyak pelaku pasar. ”Ekonomi tumbuh cukup kencang,” kata Damhuri.
Pertumbuhan itu semestinya bisa lebih laju lagi. Tapi kenaikan Coincident Economic Index—indikator yang menggambarkan keadaan ekonomi—pada April tidak berlanjut pada bulan berikutnya. Penyebabnya, inflasi akibat kenaikan harga bensin pada Mei mulai menggerus. Padahal pertumbuhan indeks ini pada awal triwulan kedua lebih tinggi ketimbang permulaan triwulan pertama.
Faktor pendorong pertumbuhan itu, kata Damhuri, semata-mata karena suku bunga yang rendah. Suku bunga pinjaman yang sekitar 13 persen, misalnya, merupakan yang terendah sepanjang perekonomian Indonesia. Suku bunga yang rendah ini pula yang memicu konsumsi.
Salah satunya dicurahkan untuk pembelian sepeda motor seperti yang dilakukan Saman dan Tanuri. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penjualan sepeda motor kuartal kedua melonjak 53 persen. Kenaikan itu fenomenal. Dan yang paling laris adalah pasar sepeda motor kelas low end.
Suku bunga salah satu variabel yang mempengaruhi penjualan. ”Tinggi-rendahnya bunga berujung pada tinggi-rendahnya angsuran yang mesti dibayar,” kata Johannes Loman, Direktur Marketing Astra Honda Motor. Apalagi 70 persen pembelian sepeda motor diajukan melalui kredit dengan tenor tiga tahun.
Edi Tjahyono Darmawan, Manajer Pemasaran Roda Dua PT Indomobil Niaga International, mengatakan riuhnya pembelian karena masyarakat khawatir harga sepeda motor naik. Pemicunya gonjang-ganjing kenaikan harga bahan bakar dan faktor Lebaran yang mempengaruhi harga jual. ”Itu sebabnya, mereka buru-buru beli,” katanya. ”Kami hoki.”
PT Bajaj Auto Indonesia salah satu yang merasakan lonjakan permintaan. Pemegang merek sepeda motor asal India itu meraup penjualan 75 persen dari kuartal sebelumnya. Di mata Lim Sang Hong, Regional Sales Manager PT Bajaj, melesatnya penjualan itu karena banyak orang yang tadinya menggunakan bus beralih ke sepeda motor.
Apalagi infrastruktur transportasi belum memadai. ”Orang lebih senang punya motor meski bayar bensin,” kata Direktur Keuangan Adira Dinamika Multi Finance Hafied Hadeli. Sebab, bepergian dengan sepeda motor lebih irit ketimbang naik angkutan umum, apalagi dengan ongkos transportasi saat ini. Pendek kata, beli sepeda motor bisa jadi aset. Adapun ongkos buat kendaraan umum hilang tak berbekas.
Meningkatnya kredit sepeda motor itu juga bisa dilihat dari tingginya pinjaman dari perusahaan-perusahaan pembiayaan, seperti Adira dan WOM Finance. Wiwie Kurnia, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia, mengatakan perusahaan pembiayaan saat ini seperti berselancar di ombak yang tinggi. ”Karena penjualan motor naik, pembiayaan yang dicurahkan luar biasa,” katanya.
Adira, misalnya, hingga akhir triwulan kedua menyalurkan pembiayaan Rp 4,1 triliun untuk sepeda motor baru dan Rp 887 miliar khusus sepeda motor bekas. Angka itu, kata Hafied Hadeli, melonjak 31 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, pembiayaan yang dialirkan WOM Finance Rp 2,6 triliun, naik 32 persen. ”Kebanyakan permintaan untuk kelas menengah ke bawah,” kata Suwandi Wiratno, Direktur Utama WOM Finance. Tingkat kredit macet keduanya di bawah tiga persen.
Maraknya pembelian sepeda motor di kalangan menengah ke bawah bukti bahwa ada peningkatan daya beli. Kalau tidak punya daya beli, kata Hafied, tidak akan bisa beli sepeda motor. Namun ada tanda-tanda pertumbuhan bakal melambat. Hal ini diisyaratkan oleh tren jangka panjang pertumbuhan Leading Economic Index yang landai sejak Desember 2007. ”Kalau pemerintah tidak hati-hati, perlambatannya akan signifikan,” kata Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa.
Menurut Yudhi, sinyal perlambatan bisnis itu sudah tampak di ujung mata (baca ”Masih Baik, tapi Ada Risiko Perlambatan”). Kalau sudah begitu, pertumbuhan biasanya akan datar. Bahkan, bila suku bunga naik, pertumbuhan bisa menurun. ”Kondisi itu bisa pulih paling cepat enam bulan kemudian,” katanya. Sebab, Indeks Kepercayaan Konsumen berada di level mengkhawatirkan.
Kecemasan juga melanda Edi Dharmawan. ”Penjualan motor di kuartal ketiga dan keempat bikin deg-degan,” katanya. Tapi penurunan ada kemungkinan baru terjadi tahun depan. Kata dia, pemicunya bukan hanya suku bunga, melainkan juga pemilihan umum serta kenaikan pajak kendaraan.
Meski begitu, pelaku industri kendaraan roda dua dan perusahaan pembiayaan optimistis target penjualan enam juta unit sepeda motor hingga akhir tahun ini bakal tercapai. ”Sepeda motor masih dijadikan alternatif kendaraan. Lagi pula kenaikan harga komoditas makin menguatkan daya beli, khususnya di luar Jawa-Bali,” kata Johannes Loman.
Menurut Lim Sang Hong, kenaikan suku bunga dua hingga tiga persen tidak banyak berpengaruh. Kenaikan itu menyebabkan cicilan hanya naik Rp 10-20 ribu. Kalaupun ada kenaikan bunga pinjaman, Hafied menambahkan, konsumen tidak akan terbebani karena ketatnya persaingan antarperusahaan pembiayaan. Kenaikan bunga kredit itu sisanya ditanggung perusahaan pembiayaan.
Yandhrie Arvian, Bunga Manggiasih
Penjualan Sepeda Motor
2005 | 5.074.200 |
2006 | 4.470.722 |
2007 | 4.713.895 |
2008* | 3.672.857 |
Penjualan Sepeda Motor
Triwulan II 2008 | Triwulan I 2008 | Pertumbuhan (%) | Triwulan II 2007 | Pertumbuhan Tahunan (%) | ||
Honda | 763.201 | 642.468 | 18,79 | 467.510 | 63,25 | |
Yamaha | 643.618 | 560.233 | 14,88 | 450.857 | 42,75 | |
Suzuki | 200.423 | 204.916 | -2,19 | 124.529 | 60,94 | |
Kawasaki | 9.732 | 8.030 | 21,20 | 9.130 | 6,59 | |
Total | 1.628.522 | 1.426.590 | 14,15 | 1.061.642 | 53,4 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo