Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Parlemen Thailand sudah memberikan suaranya. Rabu pekan lalu, 298 suara secara telak mendukung Somchai Wongsawat sebagai perdana menteri. Somchai, 61 tahun, menyisihkan Abhisit Vejjajiva dari Partai Demokrat, yang hanya memperoleh dukungan 163 suara.
Tak ada pidato sambutan kemenangan yang menggelegar. Somchai pun dengan kalem menanggapi kemenangannya. ”Ini saatnya rekonsiliasi. Kita harus menciptakan Thailand penuh kedamaian dan nyaman untuk kehidupan,” katanya.
Inilah kedua kalinya suara parlemen bertabrakan dengan hiruk-pikuk kelompok Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD), yang berusaha memacetkan jalannya realitas politik di Thailand. Peristiwa pertama terjadi ketika Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang dianggap jelmaan Partai Thai Rak Thai pimpinan bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, menang pemilu Desember tahun lalu. Samak Sundaravej kemudian terpilih sebagai perdana menteri.
Selama delapan bulan terakhir, Samak digoyang Aliansi Rakyat, kelompok oposisi informal kelas menengah kota. Ia dituduh sebagai perpanjangan tangan Thaksin. Aliansi menuding Thaksin membeli popularitas di kalangan rakyat bawah, sekaligus berkubang dalam praktek korupsi.
Samak senasib dengan Thaksin. Tapi Thaksin tersingkir lewat kudeta militer pada 2006, sedangkan Samak didepak lewat vonis bersalah Pengadilan Konstitusi hanya karena menerima bayaran sebagai pengisi acara kuliner di televisi.
Dia sebenarnya punya kesempatan kembali ke panggung kekuasaan, tapi mundur dari pencalonan kembali karena tekanan dari oposisi jalanan, militer, bahkan kalangan dalam partainya, juga dari lima koalisi partai pemerintah. ”Kembalinya Samak hanya akan memperuncing situasi politik,” ujar Sanoh Thienthong, pemimpin Partai Pracharaj.
Somchai pun muncul, meski tak mudah. Bekas hakim ini memang pribadi yang menyenangkan, bersuara lembut, mempesona, dan persuasif. Kecuali satu hal: dia menikahi Yaowapa, adik bungsu Thaksin. Bagi penentangnya, Somchai sama saja dengan Samak yang akan membakar suhu politik.
Tapi, setelah dua hari perdebatan sengit dalam tubuh Partai Kekuatan Rakyat, termasuk konsultasi lewat telepon dengan Thaksin di London, koalisi partai pemerintah bulat menerima Somchai. ”Ia bersumpah mewujudkan rekonsiliasi,” ujar Banchong Wongtrairat, anggota faksi pembangkang Newin.
Somchai punya karakter berbeda dengan Samak. Ketika Samak mengancam pemrotes, Somchai tampil dengan nada perdamaian. Pendekatan keras Samak menyebabkan Partai Kekuatan Rakyat terasing dari masyarakat akademis dan kelas menengah kota yang frustrasi dan kecewa.
Ia pun tak mahir memobilisasi massa semacam Front Persatuan untuk Demokrasi melawan Kediktatoran, kelompok pendukung Samak yang terlibat bentrokan berdarah dengan massa Aliansi beberapa waktu lalu. ”Saya harus mengakui, lebih sulit melawan Somchai tinimbang Samak,” ujar koordinator Aliansi, Suriyasai Katasila. Ini karena Somchai lebih santun dan tak agresif.
Contoh paling gres adalah ketika kabinet memutuskan Selasa pekan lalu mengalokasikan anggaran 8 juta baht (sekitar Rp 2,1 miliar) untuk menyulap bekas bandara internasional Don Muang sebagai pengganti kantor perdana menteri. Kabinet akan boyongan ke Don Muang, sementara Somchai memberikan Gedung Pemerintah kepada demonstran yang sudah mendudukinya sejak 26 Agustus lalu. Ini pesan bahwa ia tak mengambil pendekatan konfrontasi.
Bahkan penanganan kasus korupsi iparnya, Thaksin, yang kini jadi buron, akan ia serahkan kepada proses hukum. ”Pemerintah tak melindungi seseorang,” katanya.
Tapi upayanya menunjukkan posisi kompromistis tak cukup melunakkan Aliansi, yang menentang siapa pun perdana menteri yang dicomot dari keranjang partai Samak. Menurut salah satu pemimpin Aliansi, Chamlong Srimuang, mereka menolak Somchai karena ia dicalonkan Thaksin.
Menurut Suriyasai Katasila, Aliansi tak akan mengakhiri pendudukan atas Gedung Pemerintah kecuali Somchai memberikan jawaban jelas atas lima masalah kunci. Antara lain soal tak ada konflik kepentingan Somchai sebagai perdana menteri dengan Thaksin, dan konstitusi 2007 tak akan diamendemen.
Bahkan Chamlong akan mengalah jika Somchai mengambil langkah yang bisa mengembalikan Thaksin untuk menghadapi tuduhan korupsi di pengadilan. ”Paspor diplomat Thaksin harus dicabut,” ujar Chamlong.
Raihul Fadjri (AP, Bangkok Post, The Nation)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo