Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat yang sampai ke meja Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi awal pekan lalu itu membawa kabar buruk. Isinya, pengunduran diri Mohammad Zaid Ibrahim, Menteri Kehakiman, dari kabinet. Ini tamparan paling keras bagi Badawi sejak koalisi Barisan Nasional yang ia pimpin mendapat pukulan telak dalam pemilihan umum Maret lalu.
Badawi awalnya menolak surat tersebut dan berkukuh membawanya ke rapat sidang partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Dialah yang membawa anggota parlemen dari Kota Bharu ini ke dalam kabinet seusai pemilu. Namun rupanya Zaid sudah bulat tekad. Ia telanjur gemas menyaksikan sengkarut pemerintah Barisan Nasional belakangan ini.
”Saya masuk dalam kabinet Abdullah Badawi untuk melakukan perubahan dan semua orang tahu saya sangat mendukung kebebasan pers,” kata anggota Dewan Negara, komisi tertinggi di parlemen Malaysia, ini. ”Pemerintah harus berubah dan itu tidak akan terjadi tanpa reformasi cara berpikir yang kolot dan ketinggalan zaman.”
Penyebab patah hati Zaid adalah merajalelanya penangkapan terhadap sejumlah tokoh oposisi lewat jerat Akta Keamanan Dalam Negeri (ISA) dalam waktu sebulan belakangan. ”Pemberlakuan ISA itu salah kaprah, karena seharusnya ditujukan bagi para teroris yang hendak menggulingkan pemerintah yang sah,” kata tokoh yang pernah dipuji majalah The Economist sebagai sosok yang paling menjanjikan dalam tubuh kabinet itu.
Zaid menunjuk penahanan Tan Hoon Cheng, wartawan harian berbahasa Cina, Sin Chew, sebagai puncak kejengkelannya kepada pemerintah. ”Penangkapan itu suatu sikap pilih kasih karena penyebabnya sendiri tidak diselidiki,” kata Zaid.
Tan ditangkap Senin pekan lalu setelah menurunkan laporan yang mengutip ucapan seorang politikus UMNO, yang menyebut pendatang Cina sebagai ”penumpang di kapal Malaysia”. Pernyataan politikus itu meletupkan amarah kalangan etnis Cina Melayu.
Kegusaran tidak hanya ditunjukkan Zaid seorang. Bernard Dompok, Menteri Transportasi dan Kesehatan, juga mengungkapkan kekhawatirannya atas sikap fobia pemerintah yang membabi buta. ”Penahanan demi penahanan terhadap tokoh oposisi memberi citra buruk kepada pemerintah,” ujarnya. Ia juga mendukung reformasi sejumlah undang-undang yang sudah tidak sesuai dengan iklim modern.
Akta Keamanan Dalam Negeri yang merupakan senjata pemerintah Malaysia untuk membungkam pihak oposan adalah produk undang-undang masa penjajahan Inggris. Lewat akta ini, pemerintah bisa menahan dan mengurung seseorang dalam waktu sekurang-kurangnya dua tahun. Masa kurungan ini bisa diperpanjang tanpa adanya proses hukum. Penahanan bisa dilakukan tanpa alasan apa pun dan pihak yang menjadi korban tidak punya hak untuk bersuara serta membela diri. Data pada sejumlah lembaga pembela hak asasi manusia internasional menunjukkan setidaknya ada 63 orang yang kini ditahan dengan jerat akta itu—termasuk sembilan orang dari Indonesia.
Menghadapi kecaman dari dalam tubuh kabinet, Menteri Dalam Negeri Syed Hamid Albar berkilah pemerintah melakukan hal itu karena konflik berbasis suku, agama, dan ras kian marak belakangan ini.
Pemerintah Badawi memang tengah menghadapi gempuran kanan-kiri. Sejak suara Barisan Nasional anjlok pada pemilu Malaysia ke-12, Maret lalu—dengan hanya meraup 140 kursi dari 222 anggota parlemen—pemerintah kian kehilangan pamor. Inilah kekalahan terburuk karena harus kehilangan dua pertiga mayoritas di parlemen sejak mereka berkuasa pada 1957.
Kesempatan ini digunakan Anwar Ibrahim, yang memimpin Pakatan Rakyat, aliansi tiga partai oposisi besar yang meraih suara cukup signifikan pada pemilu lalu (Partai Keadilan Rakyat, Partai Islam Malaysia, dan Partai Aksi Demokrat), untuk mendesakkan pengunduran diri Badawi. Pengunduran diri yang dipercepat ini, menurut Anwar, dapat berlangsung dengan damai dan Badawi segera menyerahkan kekuasaan kepada aliansi Pakatan Rakyat.
Dalam surat yang ia kirimkan kepada Badawi pekan lalu, Anwar dan kelompoknya memberikan tenggat 16 September bagi Badawi untuk mundur. Mereka juga mendesak Badawi menggelar sidang istimewa pada 23 September. Tenggat itu sudah terlewati.
Badawi menampik desakan itu dan menyebut Anwar dan oposisi sebagai ”pemimpi di siang bolong”. Ia berkilah pengunduran dirinya adalah urusan pribadinya dan akan dilakukan dengan proses yang sudah disepakati pada 2010. Suksesi 2010 kemudian direvisi sendiri oleh Badawi. Ia menyebut peralihan kekuasaan itu ”akan berlangsung dalam waktu yang lebih cepat”. Lewat proses suksesi itu, Badawi akan menyerahkan tampuk pemimpin kepada wakilnya, Najib Razak.
Juru bicara dari partai Anwar, Partai Keadilan Rakyat, Tian Chua, menyebut mereka tak berkecil hati atas sikap Badawi. Mereka tetap yakin parlemen akan menentukan sikap sesungguhnya. ”Kami yakin sidang parlemen bulan depan akan menentukan nasib pemerintah Badawi yang keras hati dan menafikan kenyataan serta suara hati rakyat,” kata Tian Chua dalam percakapan teleponnya dengan Tempo, Kamis malam pekan lalu. Tian adalah tokoh yang diutus Pakatan Rakyat menyampaikan surat Anwar Ibrahim kepada Badawi.
Sebelumnya, Anwar mengungkapkan ia masih menunggu keseriusan pemerintah atas suratnya itu hingga pekan ini. ”Datuk Anwar mengatakan beliau akan meminta waktu bertemu dengan Abdullah Badawi sebelum masa reses parlemen berakhir,” kata anggota parlemen dari Sungai Petani ini lebih jauh. ”Kami sudah mempertimbangkan pengajuan mosi tidak percaya.” Parlemen Malaysia pun kini tengah menjalani reses hingga 15 Oktober mendatang.
Meski parlemen vakum dari aktivitas, Anwar tetap optimistis akan berhasil meraup dukungan yang dibutuhkan untuk mengganti tampuk pemerintah. Saat ini ada 80 anggota parlemen yang bergabung dalam Pakatan. Anwar menyebut ada 31 anggota parlemen yang sudah menyatakan akan bergabung dengannya untuk menggenapkan kursi mayoritas, meski berkali-kali pula ia menolak menyebut nama.
Anwar juga sempat menyebut pemerintah berusaha menjegal langkah oposisi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengirim 50 anggota parlemen itu ke Taiwan untuk melakukan studi banding bidang pertanian. ”Tak jadi masalah buat saya karena setiap tindakan mengulur waktu yang dilakukan Pak Abdullah menunjukkan bahwa pemerintah sedang dalam tekanan,” katanya.
Di tengah kesibukan menangkis gempuran oposisi itulah pemerintah melakukan penangkapan-penangkapan terhadap sejumlah aktivis melalui Akta Keamanan Dalam Negeri. Dan pemerintah mendapat reaksi paling keras justru tidak dari kubu oposisi. Orang dalam pemerintah seperti Zaid Ibrahim-lah yang meradang dan mengentak Badawi.
Angela Dewi (AFP, BBC, Malaysia Today, Utusan Malaysia)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo