Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>TUNISIA</B></font><BR />Lelaki Tua dengan 93 Tuduhan

Mantan Presiden Tunisia dan istri dihukum masing-masing 35 tahun. Puluhan kasus lainn masih menunggu persidangan.

27 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan kamera televisi, hampir seratus wartawan asing dan domestik, mencoba menangkap setiap drama yang terjadi di ruang pengadilan negeri Tunis, Senin pekan lalu. Pengadilan luar biasa, dengan bekas diktator Tunisia, Zine el-Abidine Ben Ali, sebagai terdakwa.

Pengadilan yang dipimpin hakim Touhami Hafian itu tidak menawarkan banyak momen dramatis, kecuali sebuah bangku kosong yang seharusnya diduduki sang terdakwa. Pengadilan in absentia ini berlangsung singkat. Dalam lima jam hakim Touhami pun membacakan vonis: 35 tahun penjara untuk dua sejoli Tuan dan Nyonya Ben Ali. Mereka juga diwajibkan membayar denda US$ 65,6 juta (sekitar Rp 586 miliar). Keduanya dinyatakan bersalah telah melakukan pencurian dan penyalahgunaan uang negara.

Inilah persidangan pertama dari rangkaian puluhan kasus yang akan membawa Ben Ali dan kroninya ke kursi pengadilan. Dari 93 tuduhan, 35 di antaranya akan diserahkan ke mahkamah militer. Putusan untuk kasus kepemilikan senjata dan obat terlarang akan dibacakan pada 30 Juni mendatang. 

”Ini sangat menyakitkan hati. Dia menghabiskan hari-harinya dengan damai di Arab Saudi,” kata Bassid, yang masih setia nongkrong di Taman Hak Asasi Manusia di Tunis, untuk terus mendesakkan reformasi atas negerinya. Saat ini Ben Ali, yang memperoleh kekuasaan dengan kudeta, menetap di Arab Saudi. Tunisia telah meminta ekstradisi, tapi Riyadh tak menanggapinya.

Ben Ali, istri, dan tiga anaknya meninggalkan Tunisia pada 14 Januari lalu. Kemarahan rakyat memuncak karena pemerintahannya yang represif dan korup itu tak sanggup mengatasi ekonomi yang memburuk dan angka pengangguran yang tinggi. Sedangkan Ben Ali dan kroninya terus mengeruk keuntungan. Aksi massa yang menyebabkan kaburnya penguasa itu menjadi pemicu gerakan reformasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, yang masih berlangsung hingga kini.

Lebih dari 30 anggota keluarga Ben Ali, 75 tahun, dan Leila Trabelsi, 65 tahun, telah ditahan. Pemerintah juga telah meminta bantuan Interpol untuk penangkapan Ben Ali dan enam buron lainnya. BBC mengungkapkan beberapa pejabat menyatakan bahwa Tunis bermaksud mengambil alih seluruh aset Ben Ali dan kroninya. Menurut Kepala Transparansi Internasional Prancis Daniel Lebegue, mitra-mitra pengacaranya di Tunisia menyebut keluarga Ben Ali dan Trabelsi menguasai 30-40 persen ekonomi Tunisia. ”Menurut kalkulasi sederhana kami, kita memburu sekitar US$ 10 miliar,” katanya.

Nicolas Beau, penulis buku Regent of Carthage (buku tentang Leila Trabelsi),  menyatakan pengejaran kekayaan Ben Ali dan kroninya di dalam negeri tak begitu susah. Semuanya diatur, dan tertulis. Banyak saksi yang bisa ditemui.

Hanya, pemerintah Tunisia yang telah membekukan aset lebih dari 100 anggota keluarga Ben Ali dan Trabelsi harus berhati-hati karena khawatir dampaknya terhadap perekonomian Tunisia. Daripada menutup bisnis keluarga Ben Ali, pemerintah membiarkan bisnis itu tetap jalan, tapi dengan manajer yang ditunjuk pengadilan.

Adapun pemerintah Swiss telah membekukan puluhan juta franc dan menahan jet Falcon 9000 di Jenewa. Prancis juga menyatakan telah menginvestigasi kemungkinan pencucian uang oleh sang mantan presiden. Sumber AFP menyebut Prancis membekukan 12 rekening bank empat orang dekat Ben Ali senilai 12 juta euro. Sebelumnya, Paris telah menahan pesawat pribadi Ben Ali.

Italia juga telah ”menahan” kapal pesiar Ben Ali. Pengacara Ben Ali di Beirut, Akram Azouri, menyatakan kliennya tak memiliki aset di luar negeri. Ia juga menyatakan kliennya tak bersalah dan menuduh persidangan tersebut hanya tindakan politis. ”Ini hanya sebuah lelucon,” katanya kepada AFP.

Meski demikian, daftar kasus yang harus dihadapi klien dan kroninya masih begitu panjang. ”Tak ada kejahatan yang tak dihukum,” janji perdana menteri sementara Beji Caid Essebsi.

Purwani Diyah Prabandari (Bbc, The Wall Street Journal, Deutsche Welle)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus