Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria berambut putih itu duduk tenang di barisan paling depan bangku pengacara di Pengadilan Kejahatan Perang di Phnom Penh, Kamboja. Senin dua pekan lalu, ia dengan cermat mendengarkan suara lantang jaksa membacakan tuntutan buat kliennya. Sesekali ia membetulkan letak kacamata minusnya yang melorot.
Jacques Verges, nama pengacara itu, hadir di pengadilan yang disokong Perserikatan Bangsa-Bangsa. Verges membela kawan lamanya, Khieu Samphan, 80 tahun, bekas kepala negara Kamboja. Hari itu Samphan dan dua gembong Khmer Merah lainnya, Nuon Chea, 85 tahun, dan Ieng Sary, 86 tahun, menghadapi tuntutan melakukan kejahatan kemanusiaan, pemusnahan manusia, pembunuhan, dan penyiksaan. Mereka dianggap bertanggung jawab atas tewasnya 1,7 juta orang pada 1970-an.
Di hadapan jaksa dan ratusan orang yang menyaksikan persidangan dari balik kaca ruang sidang, Verges tak banyak cakap. Ia mengatakan tuntutan itu terdengar seperti novel yang ditulis pengarang Prancis, Alexandre Dumas, The Count of Monte Cristo dan The Three Musketeers.
Ia membuktikan diri masih menjadi singa pengadilan meski usianya sudah 86 tahun. Semua mata tertuju kepadanya. Dengan nyaring ia mengatakan tuntutan jaksa berlebihan. "Ingat yang dikatakan Monsieur Charles Maurice de Talleyrand, semua yang berlebihan itu sia-sia," ujar pengacara asal Prancis ini, mengutip ucapan Menteri Luar Negeri Prancis di era Napoleon itu.
Verges tampil rileks meski membela orang yang dituding pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, yang selalu disertai tuntutan hukuman seumur hidup atau mati. Seusai persidangan, ia tampak tertawa dan bercanda dengan para petugas pengadilan. "Apa yang dia katakan menunjukkan tak perlu bicara panjang-lebar untuk menyampaikan banyak hal," ujar Michael Karnavas, pengacara bekas menteri luar negeri Khmer Merah, Ieng Sary.
Perkenalan pria kelahiran Ubon Ratchathani, Thailand, pada 1926 ini dengan Samphan terjadi pada 1950-an, ketika Samphan belajar ekonomi dan politik di Universitas Paris. Di kampus ini pula Verges belajar ilmu hukum. Keduanya lekas akrab karena sering bertemu dalam rapat mahasiswa penentang kolonialisme Prancis. "Itu yang mengikat kami dalam persahabatan," kata Samphan dalam sebuah wawancara.
Verges dilahirkan dari ibu berkebangsaan Vietnam dan ayah dari Pulau Reunion—pulau milik Prancis di sebelah timur Madagaskar. Ia telah menjadi seorang komunis sejak mahasiswa. Setelah lulus, ia membela Front Nasional Pembebasan Aljazair, yang saat itu menuntut kemerdekaan dari Prancis.
Sebagai pengacara, caranya memilih klien dianggap nyeleneh. Ia kerap membela tersangka teroris dan penjahat perang. Selama beberapa dekade Verges mengisi berita utama media di seluruh dunia karena membela penjahat perang Nazi, Klaus Barbie; teroris Venezuela, Ilich Ramirez Sanchez, yang lebih dikenal sebagai "Carlos the Jackal"; bekas Wakil Perdana Menteri Irak Tariq Aziz; serta bekas pemimpin Yugoslavia, Slobodan Milosevic. Tak mengherankan bila ia dijuluki devil's advocate. "Setiap orang punya hak mendapatkan persidangan adil, tak peduli apa yang telah dia lakukan. Tidak ada kejahatan yang absolut," ujarnya.
Salah satu klien pentingnya adalah Djamila Bouhired. Wanita Aljazair yang antikolonial ini dijatuhi hukuman mati pada 1957 setelah menanam bom di sejumlah kafe. Verges berjuang mengurangi hukuman Bouhired. Setelah kliennya dibebaskan pada 1962, Verges menikahinya.
Kisah hidup Verges bak sebuah novel. Namun ada satu bab yang hingga kini belum terbuka, yakni saat ia menghilang meninggalkan keluarganya pada 1970 hingga 1978. Kepergiannya itu mengundang spekulasi. Ia disebut-sebut bergabung dengan kelompok militan Palestina, menyeberang ke Kongo, dan tinggal di markas Khmer Merah di Kamboja. Namun ia tak pernah mengungkapkan masa yang ia sebut sebagai sisi gelap hidupnya itu.
Sapto Yunus (AFP, AP, Der Spiegel)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo