Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setahun sudah konflik berdarah di Suriah, yang dipicu oleh tuntutan penduduk agar Presiden Bashar al-Assad mundur, telah dibayar teramat mahal. Sedikitnya 8.000 penduduk tewas. Lebih dari 300 ribu penduduk mengungsi ke negara-negara tetangga, seperti Turki, Libanon, dan Yordania.
Usulan draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa belum juga disepakati. Amerika Serikat dan sekutunya serta Liga Arab menuntut operasi militer di Suriah dan Presiden Bashar al-Assad mundur. Namun Rusia dan Cina menolaknya. Menurut mereka, para pemberontak juga melanggar.
PBB mendesak pemerintah Suriah membuka jalur bagi bantuan kemanusiaan. Lewat negosiasi alot, Kepala Urusan Bantuan Kemanusiaan PBB Valerie Amos mendapatkan akses berkunjung ke Suriah dua pekan lalu. Selama dua hari, Amos mengunjungi kawasan terparah akibat konflik dan bertemu dengan beberapa pejabat di Suriah. Salah satunya Menteri Luar Negeri Walid al-Moallem.
"Saya minta akses agar leluasa menyalurkan bantuan kemanusiaan secara komprehensif," ujarnya kepada Gita Lal dan Maria Rita dari Tempo di kantor PBB di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Apa sebenarnya yang terjadi di Suriah? Krisis kemanusiaan atau krisis diplomasi?
Saya pikir hal terpenting adalah penduduk Suriah korban kekerasan. Mereka terluka dan tewas. Kami punya data akurat berapa banyak penduduk yang terkena dampak konflik dan yang mengungsi ke negara lain, seperti Turki, Libanon, dan Yordania.
Saya ke Suriah dua minggu lalu. Saya pergi ke Damaskus, Homs, dan Hama, yang hancur total. Tidak ada bangunan yang tersisa. Situasinya sekarang sangat sepi. Kami sungguh tidak tahu ke mana penduduk tersebut pergi.
Bagaimana kondisi di sana?
Sungguh sepi. Di mana mereka? Apa yang mereka butuhkan? Kami menerima laporan tentang penduduk yang terluka dan dilarikan ke rumah sakit. Saya melihat sendiri apa yang terjadi di Hama. Penduduk kekurangan makanan, air bersih, dan listrik.
Apa yang Anda bicarakan dengan Menteri Luar Negeri Walid al-Moallem?
Saya jelaskan pendapat kami berdasarkan laporan yang saya dapatkan. Saya ajukan proposal ke pemerintah mengenai bantuan kemanusiaan. Saya minta akses agar bisa leluasa menyalurkan bantuan kemanusiaan yang komprehensif, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada penduduk, dan apa yang mereka butuhkan.
Saya juga minta anggota staf tambahan Perserikatan Bangsa-Bangsa agar bisa masuk ke Suriah. Selain itu, saya minta agar bisa mendirikan kantor perwakilan untuk mengurusi krisis, OCHA (Office of the Humanitarian/Resident Coordinator), buat mendukung kerja ICRC (Palang Merah Internasional).
Apa jawaban pemerintah Suriah?
Mereka mengatakan butuh waktu membahas proposal secara komprehensif. Kami berharap hasilnya bisa kami dapatkan sepuluh hari setelah kunjungan saya.
Apakah Anda juga bertemu dengan pihak oposisi?
Tidak. Tapi, di Hama, saya diberi tahu ada penduduk yang mengungsi setelah oposisi menguasai kawasan itu. Di Homs, kami bernegosiasi dengan oposisi saat memasuki tempat pemeriksaan. Saat itu terjadi tembak-menembak dan seorang penjaga di tempat pemeriksaan tidak mengizinkan kami masuk. Kami gagal bernegosiasi dengan oposisi.
Apa jalan keluar yang mungkin diambil untuk mengakhiri konflik berdarah di Suriah?
Saya pikir kami tetap berupaya. Kami harus mendukung upaya Kofi Annan (utusan khusus PBB untuk bernegosiasi dengan pihak-pihak yang bertikai di Suriah). Kami tetap berupaya menyebarkan kesadaran ke dunia internasional tentang betapa sengsaranya penduduk Suriah. Saya pikir tidak seorang pun mau hidup dalam situasi brutal seperti konflik dan tindak kekerasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo