Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK seperti biasa, pasar dan toko di Dili sepi, Sabtu dua pekan lalu. Penduduk dari usia muda hingga renta berbondong-bondong mengunjungi sekolah-sekolah yang digunakan sebagai tempat pemungutan suara. Hari itu menjadi tonggak sejarah pemilihan presiden kedua kalinya di tempat yang baru menjadi negara independen pada 2002, Timor Leste.
Madalena Boavida, 75 tahun, sejak pukul lima pagi meninggalkan rumah dan antre selama empat jam. Pemungutan suara berjalan lancar tanpa keributan. "Siapa pun yang menjadi presiden, saya berharap tetap memberikan subsidi untuk orang tua. Itulah alasan saya memilih," katanya di Sekolah Dasar Aimutin, Dili.
Situasi pemilihan tahun ini berbeda dengan pesta demokrasi 2007. Saat itu tentara yang kecewa terhadap pemerintah memberontak, mengakibatkan puluhan tewas dan ratusan penduduk mengungsi. Kini pemilihan berjalan tanpa kerusuhan. Lima polisi nasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjaga setiap tempat pemungutan suara yang semuanya berjumlah 630 pos.
Ekonomi mulai bergerak cepat di Dili setelah konflik saudara. Dibandingkan dengan masa pemilihan lalu, kondisi ekonomi yang buruk diperparah oleh gagal panen. Bantuan pangan internasional pun dibutuhkan untuk menyangga kehidupan penduduk negara merdeka yang disponsori PBB itu.
Kini bukan hanya pasar, pusat belanja Timor Plaza telah dibangun sejak Desember tahun lalu. Jalan pun mulai diperluas dari Dili ke 12 distrik. Kemacetan juga telah mewarnai kota dengan luas separuh Jakarta itu. "Setiap pagi selalu terjadi antrean mobil. Banyaknya lubang memperparah situasi," kata Joan Guno Dacosta, 28 tahun, sopir taksi. Ia menuturkan, kemacetan ini juga disebabkan oleh makin banyaknya mobil. Jangan heran jika menemui mobil premium, seperti Hummer, Pajero, dan Prado, yang berjumlah ratusan lalu-lalang di jalan raya. Bagi warga Timor Leste, mobil adalah bagian dari gengsi.
Namun, sayang, kesejahteraan belum merata. Pendidikan dan layanan dasar tak terurus. Meski pendidikan gratis, separuh bangunan sekolah tak layak dan gentingnya bocor. Layanan air bersih tak merata sampai ke kampung. Bahkan penduduk terpaksa mengambil air sejauh lima kilometer. "Siswa terpaksa bolos sekolah mencari air bersih, terkadang belajar tanpa mandi," kata Camelia Dasanta, 21 tahun, guru SMP 30 November.
Pemerintah Perdana Menteri Xanana Gusmao lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur. Ia membuka proyek pembangkit listrik 120 megawatt untuk menjamin pasokan listrik hingga 18 jam sehari, yang sebelumnya tak sampai sepanjang itu. Jalan beraspal telah dibangun dari Dili hingga ke daerah-daerah. Dana penjualan minyak sebanyak tiga persen dari US$ 10 miliar atau Rp 90 triliun tersedot untuk infrastruktur.
Tapi uang itu tetap tak cukup. Pekan lalu, Xanana berkunjung ke Jepang untuk bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda. Jepang sepakat memberikan pinjaman lunak US$ 63 juta atau sekitar Rp 567 miliar dengan cicilan 30 tahun. Rencananya dana itu untuk pembangunan jalan raya di Dili dan Baucau. "Proyek infrastruktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Xanana.
Kenyataannya, 41 persen penduduk Timor Leste berada di bawah garis kemiskinan. Rata-rata penghasilan warga Timor masih di bawah US$ 88 sen atau tak sampai Rp 8.000 per hari. Inflasi masih dua digit, 17 persen. Pengangguran di atas 20 persen dari angkatan kerja. Jatah anggaran program pemberantasan kemiskinan tak sampai separuh alokasi untuk infrastruktur.
Inilah yang sempat dikritik Presiden Jose Ramos Horta. Xanana tak senang. Pada puncaknya, CNRT, partai pendukung Xanana, tak lagi mendukung Horta dan memilih Mayor Jenderal Jose Maria Vasconcelos, yang dikenal sebagai Taur Matan Ruak, bekas Panglima Falintil, dalam pemilihan presiden ini. Taur memiliki "modal politik" selama 24 tahun melawan pendudukan Indonesia, sehingga komandan sayap militer Fretilin ini dekat dengan rakyat.
Hasil penghitungan suara sementara (hingga pertengahan pekan lalu), Francisco "Lu Olo" Guterres dari Fretilin menempati posisi puncak dengan 28 persen suara dan Taur Matan Ruak 25 persen. Keduanya maju ke putaran kedua. Sedangkan langkah Jose Ramos Horta (17 persen) dan Fernado "La Sama" do Araujo (14 persen), pemimpin Partai Demokrat, harus berhenti. Selasa pekan lalu, penghitungan suara mencapai 84 persen dari 328.846 suara sah.
Menuju putaran kedua, Xanana pun bergerilya mendongkrak dukungan terhadap Taur. Caranya dengan mendekati Wakil Perdana Menteri Jose Luis Guterres, yang diusung Partai Fretilin Mundansa, dan kandidat independen seperti Francisco Gomes, bekas Sekretaris Jenderal Partai Asosiasi Sosial Demokrat—salah satu pendukung koalisi—serta Maria do Ceu Lopes, anggota Lembaga Bantuan Internasional Timor. Mereka membantu Xanana memecah suara pada putaran pertama—berkaca pada pemilihan 2007, Horta dan Xanana mampu menguasai 69 persen suara. Mereka berkoalisi dengan Partai Demokrat, Partai Sosial Demokrat, Partai ASDT, dan Partai Undertim.
Kunci kemenangan berada pada dua calon, Horta dan La Sama. Tapi Horta telah mengisyaratkan akan mendukung Lu Olo dan menolak jagoan Xanana. Ia juga kecewa terhadap gaya kampanye tim sukses Taur, yang dinilai mengintimidasi pemilih. Marcelino Magno, petinggi Partai Demokrat, mengatakan tim sukses Taur yang berseragam militer memaksa penduduk memilih calonnya. Taur membantahnya. Komisi Pemilihan Nasional telah memproses laporan dugaan pelanggaran ke kejaksaan. "Saya tak suka kandidat yang selama ini mengancam rakyat," ujar Horta.
Sedangkan La Sama masih menimbang sebelum menyerahkan dukungan kepada Xanana dan Taur. Ketua parlemen Timor ini pernah berada satu sel dengan Xanana saat menjalani hukuman di penjara Cipinang. Sejarah mencatat, Partai Demokrat selalu bersama CNRT dan berseberangan dengan Fretilin. Ketua Partai Demokrat ini mematok harga tinggi dalam tawar-menawar koalisi. Di pemerintahan ini, Partai Demokrat mendapat jatah dua kursi menteri negara dan lima menteri muda dari total 14 kementerian. La Sama juga diangkat menjadi ketua parlemen. "Untuk sekarang, kami minta kursi perdana menteri," kata Marcelino.
Permintaan itu dianggap rasional. Alasannya, Horta sepakat menyerahkan dukungan untuk Partai Demokrat pada pemilihan parlemen Juni mendatang. Dalam hitung-hitungan, penggabungan suara dua calon ini bisa melampaui 30 persen. Namun syarat itu dinilai cukup berat karena Xanana masih berambisi menduduki kursi perdana menteri. Xanana getol membujuk Partai Demokrat menurunkan tawarannya. Sebelum bertolak ke Jepang, Xanana sempat berbicara dengan petinggi Partai Demokrat, Senin pekan lalu. Komunikasi masih berlanjut melalui telepon seluler. "Kami memang melakukan negosiasi. Tapi, soal isi tawar-menawar, no comment," kata Wakil Sekretaris Umum CNRT Jose Fo Laran kepada Jose Sarito Amaral dari Tempo, Rabu pekan lalu.
Lu Olo tak mau kegagalan terulang. Fretilin sedang bernegosiasi dengan kandidat yang tersingkir untuk mengalihkan dukungan. Sokongan mengalir dari dua kandidat independen Manuel Timan Rogereio dan Tiago Lobato, dan Partai Khunto, partai kecil Timor. Ia juga intensif mendekati Partai Demokrat dan Horta. Jika keduanya mendukung, amunisinya lebih kuat ketimbang Taur. "Negosiasi terus berjalan dan tawar-menawar terus terjadi," katanya. Fretilin juga sedang membuka jaringan dukungan ke para pemuda, tidak hanya terbatas pada pejuang di masa okupasi Indonesia.
Ia akan menggunakan isu kegagalan mengelola sumber daya alam dan pemberantasan kemiskinan dalam kampanye nanti. Pendapatan dari penjualan minyak sangat besar, tapi tingkat kesejahteraan tak banyak beranjak. Seharusnya, menurut Lu Olo, pemerintah bisa mengoptimalkan sektor lain, terutama pertanian dan perkebunan. "Parlemen sudah mengesahkan banyak anggaran, tapi pembangunan terus merosot," katanya.
Korupsi dan kolusi di kabinet juga menjadi biang bobroknya negara. Tiga menteri telah menjalani proses hukum, yakni Wakil Perdana Menteri Jose Luis Guterres, Menteri Keuangan Emilia Pires, dan Menteri Hukum Lucia Lobato. Fo Laran membantah kegagalan pemerintah karena ketidakbecusan Xanana. "Ini bukan kegagalan Xanana, tapi koalisi," katanya.
Kedua calon juga menjanjikan jaminan keamanan yang lebih baik di Timor Leste. Tahun ini tentara PBB dan pasukan Australia akan angkat kaki dari Bumi Lorosa'e. "Militer kami kuat, saya yakin keamanan terus membaik," kata Lu Olo. Ia juga percaya diri maju pemilihan umum lanjutan setelah mendapat dukungan finansial dari puluhan pengusaha lokal—tapi ia enggan menyebut jumlah sumbangan itu. "Mereka pendukung militan Fretilin, siap membantu secara sukarela," ujarnya.
Eko Ari (The Dili Weekly, Diakkalae.com, MSN News, Easttimorlegal.blogspot.com), Jose Sarito Amaral (Dili)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo