Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEREKA akhirnya membubarkan diri. Ratusan pendukung eks perdana menteri Thaksin Shinawatra, dengan wajah kesal dan tangan masih memegang erat foto pengusaha kaya itu, menyeret langkah mereka meninggalkan gedung Mahkamah Agung, Bangkok. Mereka kecewa atas keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan Thaksin bersalah lewat sidang in absentia, Selasa pekan lalu.
Majelis hakim menghukum Thaksin dua tahun penjara. Delapan dari sembilan hakim menyatakan Thaksin terbukti melanggar pasal 100 undang-undang antikorupsi dengan membantu istrinya, Khunying Pojaman, memenangi pembelian tanah milik negara seluas 5,3 hektare di Jalan Ratchadaphisek, di tengah Kota Bangkok, pada 2003.
Menurut hakim, posisi Thaksin sebagai perdana menteri itulah yang mengantar sang nyonya mengalahkan dua pembeli lain—kendati keduanya menawarkan harga yang lebih tinggi. Salah seorang bahkan sanggup membayar 870 juta baht (sekitar Rp 261 miliar). Pojaman sendiri tidak bisa menjanjikan lebih tinggi dari 772 juta baht (Rp 232 miliar).
Hakim menafikan pendapat hukum pengacara Thaksin yang menyatakan undang-undang antikorupsi tak lagi berlaku setelah kudeta yang mendepak Thaksin pada September 2006 menganulir konstitusi 1997. Menurut hakim, militer hanya mengambil alih kekuasaan eksekutif dan legislatif, dan itu bukan berarti undang-undang khusus tak berlaku.
Menurut hakim, Thaksin sebagai perdana menteri kala itu gagal memberikan contoh sebagai pejabat pemerintah yang baik dan jujur. ”Dia tak pantas diberi penangguhan hukuman,” ujar Thongloh Chomngam, ketua majelis hakim Mahkamah Agung, saat membacakan amar putusan.
Thaksin, 59 tahun, bersama istrinya, Pojaman, 51 tahun, kabur ke London dua bulan lalu untuk menghindari persidangan sejumlah kasus korupsi, termasuk kasus yang divonis Mahkamah Agung ini—vonis yang di mata Thaksin bermotif politik. ”Saya politikus yang ditumbangkan lewat kudeta. Normal saja mereka akan mencoba dengan berbagai cara untuk membenarkannya,” ucapnya.
Sebagai respons vonis hakim, Kejaksaan Agung akan mempercepat upaya memulangkan Thaksin. ”Kami membentuk tim khusus untuk menangani proses ekstradisi Thaksin beberapa waktu lalu,” ujar Saeksan Bangsomboon, pejabat Kejaksaan Agung.
Rencananya, mereka akan melampirkan putusan Mahkamah Agung, lalu mengirimkannya kepada pemerintah Inggris untuk meminta ekstradisi Thaksin. Jaksa Agung Chaikasem Nitisiri juga mengirim jaksa ke Inggris. Putusan pengadilan itu berlaku dalam waktu 10 tahun.
Thailand memang memiliki perjanjian ekstradisi dengan Inggris. Di bawah perjanjian itu, ekstradisi dibolehkan jika sang buron divonis lebih dari satu tahun penjara dan jika ia terbukti terlibat melanggar undang-undang berdasarkan hukum Inggris dan Thailand.
Tapi ekstradisi butuh waktu lama dan proses yang rumit. Apalagi sejumlah negara—meski punya perjanjian ekstradisi dengan negara lain—membuat pengecualian untuk kasus yang berkaitan dengan politik. Rusia, misalnya, gagal mengekstradisi 12 pembangkang politik warga negaranya dari Inggris.
Tak aneh, Thaksin percaya tetap bisa berlindung di Inggris. Thaksin, yang masih memegang paspor diplomatik sebagai bekas perdana menteri, diduga sudah mengajukan permohonan suaka politik kepada pemerintah Inggris. ”Saya kira saya dapat tinggal di sini, karena ini negeri yang sangat dewasa demokrasinya,” ujar Thaksin. ”Mustahil saya diekstradisi, karena pengadilan Thailand adalah pengadilan politik.”
Thaksin berencana menjalankan usaha energi setelah menjual klub sepak bolanya, Manchester City, yang ia beli pada masa pengasingannya pascakudeta pada 2006. ”Saya ingin menjadi pengusaha terpandang di Inggris jika rakyat Inggris menerima saya,” katanya.
Dengan paspor diplomatik di kantong dan selembar visa turis, Thaksin bisa berlenggang tinggal di Inggris sembari menunggu permohonan suakanya dikabulkan. Kalangan oposisi berulang kali meminta ipar Thaksin, Perdana Menteri Somchai Wongsawat, mencabut paspor itu, tapi hingga kini hal itu belum dilakukan. Jika pemerintah Inggris memberi Thaksin suaka politik, masalah ekstradisi akan menjadi lebih rumit.
Dari kawasan pinggir Kota London, Thaksin malah berencana akan berbicara di hadapan pendukungnya lewat telepon dalam acara talk show televisi di Stadion Nasional Bangkok pada 1 November. Ia akan terus menggoyang stabilitas Thailand.
Raihul Fadjri (The Nation, Bangkok Post, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo