Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>THAILAND</font><br />Putusan Pahit buat Thaksin

Mahkamah Agung memutuskan pemerintah Thailand bisa merampas US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 13 triliun aset Thaksin Shinawatra dan bekas istrinya. Dia terbukti korup ketika berkuasa.

1 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti biasanya, jalan Kota Bangkok sepanjang Jumat pekan lalu tampak lengang. Pekerja kantoran, anak sekolah, dan ribuan kendaraan yang biasa memacetkan jalan Bangkok tak tampak di pagi hari, terlebih di sekitar kawasan kantor Mahkamah Agung.

Ada empat sekolah yang diminta Pemerintah Kota Bangkok libur di hari itu. Semua untuk mengantisipasi kerusuhan yang mungkin terjadi menyusul putusan Mahkamah Agung atas perintah sita aset Thaksin senilai US$ 2,32 miliar atau 76 miliar baht (sekitar Rp 22 triliun).

Bursa efek Thailand pun terpaksa tutup menjelang pukul 12 siang. Kantor bursa mengantisipasi keributan antara pendukung dan kelompok anti-Thaksin yang rencananya akan unjuk rasa di depan kantor Mahkamah menjelang pembacaan putusan pukul dua siang. Bila situasi buruk berlanjut, Senin ini bursa akan tutup total selama sehari.

Situasi tegang sudah dirasakan selama sepekan di Thailand. Siaga satu berlangsung sejak Senin pekan lalu. Sebanyak 35 ribu polisi khusus diturunkan, bergabung bersama ribuan tentara, untuk mengamankan Bangkok.

Mengantisipasi kerusuhan, masyarakat ramai-ramai menimbun bahan kebutuhan pokok. Imbauan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva agar tetap tenang tak digubris. ”Tak ada alasan untuk panik. Pemerintah menjamin keamanan,” ujarnya.

Maklum, masyarakat punya trauma dengan ketidakberdayaan pemerintah ketika kerusuhan pecah 11 April lalu. Ketika itu, perekonomian di sejumlah kota Thailand lumpuh hingga beberapa hari berikutnya. Bahkan acara bergengsi Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Pattaya pun ditunda hingga enam bulan kemudian.

l l l

Putusan yang dinanti-nanti itu akhirnya terbit setelah matahari terbenam. Dibayangi gosip bahwa lima dari sembilan hakim agung sudah disuap, Mahkamah memutuskan pemerintah berhak merampas aset Thaksin dan bekas istrinya senilai US$ 1,4 miliar atau 46 miliar baht (sekitar Rp 13 triliun), yang dikorupsinya ketika menjadi perdana menteri pada 2001-2006.

Komisi Penyelidikan Aset berhasil membuktikan Thaksin menyembunyikan kepemilikannya di perusahaan telekomunikasi Shin Corporation atas nama anak-anak dan kerabat istrinya. Nilai penyitaan itu didasari nilai saham sebelum dan sesudah Thaksin menjadi perdana menteri. Perinciannya: lebih dari 6 miliar baht adalah dividen dan lebih dari 39 miliar baht merupakan keuntungan yang didapat dari penjualan Shin kepada Temasek.

Nilai ini termasuk aset milik bekas istri Thaksin, Pojaman na Pombejra, yang sebelumnya meminta hakim membebaskan US$ 1,44 miliar atau 47,5 miliar baht (sekitar Rp 13,6 triliun) harta miliknya yang diperoleh sebelum Thaksin berkuasa. Namun hakim menolak permintaan jaksa penuntut yang ingin menyita semua aset Thaksin senilai 76 miliar baht. Menurut hakim, sisa dari 76 miliar baht itu adalah milik Thaksin sebelum dia menjadi perdana menteri.

Sebaliknya, kesembilan hakim agung menolak argumentasi kuasa hukum Thaksin, Chatthip Tantaprasart, bahwa saham-saham milik penguasa Thailand 2001-2006 itu sudah pindah ke tangan dua anaknya, Panthongtae dan Pinthongta, serta saudara tiri istrinya, Bhanpot Damapong.

Saham-saham inilah yang dijual Thaksin ke Temasek Holdings, BUMN Singapura, tanpa kena pajak satu baht pun. Thaksin memanfaatkan kebijakan penjualan saham perorangan yang memang bebas pajak di negerinya. Apalagi tanpa ada kepemilikan atas namanya sama sekali. Kebijakan ini disahkan parlemen ketika dia berkuasa.

Penjualan saham itu memicu kemarahan masyarakat perkotaan Thailand, yang memicu kerusuhan dan membenarkan militer mengkudeta Thaksin saat sedang menghadiri pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Saat itu juga politikus yang memulai kariernya sebagai polisi ini hidup di pengasingan, dari Inggris, Nikaragua, Hong Kong, sampai Uni Emirat Arab—tempat tinggalnya sekarang.

Sejak itu, banyak tuduhan korupsi dialamatkan ke pendiri Partai Thai Rak Thai ini. Di antaranya hubungan dengan junta militer Myanmar dalam bisnis telekomunikasi dan Internet, kasus pembelian tanah oleh istrinya di daerah Ratchadaphisek dari lelang negara pada 2003, dan pencucian uang yang dituduhkan Konsulat Jenderal Thailand di Amerika, Pichitr Kullavanijaya.

Soal pencucian uang, Pichitr mengaku mendapat informasi dari bekas Duta Besar Amerika untuk Thailand, Ralph L. Boyce, bahwa Thaksin melakukan pencucian uang senilai US$ 2,8 miliar atau 100 miliar baht (sekitar Rp 26 triliun) lewat rekening bank di Cayman Island dan menggunakan uang ini untuk menggalang protes ke pemerintah. Tapi Boyce dan Thaksin membantah informasi ini.

Cuma kasus tanah yang akhirnya memidanakan Thaksin dan istrinya dengan vonis dua tahun penjara pada 2007. Keduanya lolos dari penjara dengan jaminan pada 2008 ketika kembali ke Thailand dari pengasingan.

Meski menjalani pengasingan di Dubai, Uni Emirat Arab, Thaksin masih memiliki posisi tawar berupa dukungan masyarakat di utara dan timur laut Thailand, yang sebagian besar petani. Lewat berbagai skema kredit lunak untuk petani dan nelayan, kesejahteraan penduduk di daerah tersebut meningkat pesat.

Bekas pemilik klub Liga Primer, Manchester City, itu pernah meminta Abhisit mengampuninya dan melupakan persoalan politik yang membuat masyarakat terbelah. Menurut Thaksin, ini merupakan upaya rekonsiliasi yang mesti dilakukan agar masyarakat bisa bersatu lagi. Tapi Abhisit menolak permintaan itu. ”Kalau Thaksin menghormati hukum, saya pikir itu bisa dilakukan, tapi kalau tidak, bagaimana kita bisa bicara?” katanya.

Thaksin pun menyerah melihat situasi di Thailand tak mendukungnya lagi. ”Saya siap (patuh) pada segala putusan hakim,” dia menenangkan simpatisannya di Thailand, sebelum putusan dibacakan. Di sana memang cuma terlihat ratusan orang berbaju merah—tanda pendukung Thaksin.

Toh, beberapa pengamat menilai putusan Mahkamah Agung Thailand ini merupakan kemenangan Thaksin. Pavin Chachavalpongpun, peneliti di Singapore's Institute of Southeast Asian Studies, menilai dunia internasional akan melihat bagaimana keadilan bagi Thaksin diberikan pengadilan Thailand. Soalnya, tak semua harta Thaksin merupakan hasil korupsi semasa dia berkuasa. Sebelum menjadi penguasa, dia memang sudah mencorong sebagai pengusaha.

Yophiandi (Bangkok Post, The Nation, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus