Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suara seorang wanita di corong radio ABC Melbourne, Senin dua pekan lalu, itu menggetarkan rakyat Australia. Mereka termangu mendengar pernyataan Julia Gillard, 48 tahun, perdana menteri yang baru saja menggantikan Kevin Rudd.
”Saya bukan orang religius. Saya memang dibesarkan di lingkungan Gereja Baptis. Namun, setelah dewasa, saya menemukan jalan berbeda. Saya menghormati para penganut agama, tapi kepercayaan itu bukan hal yang saya yakini,” kata Gillard mantap.
Secara terang-terangan Gillard memproklamasikan dirinya sebagai ateis. ”Saya tidak pernah berpikir menjalani ritual agama hanya demi citra. Saya adalah saya dan orang akan menilai saya begini adanya,” dia menambahkan. Satu lagi pernyataan Gillard yang membuat warta Negeri Kanguru terperangah adalah dirinya tak menjalani bahtera perkawinan.
Pernyataan Gillard menabrak semua persepsi yang selama ini dibangun pendahulunya, Kevin Rudd, yang tekun mencitrakan diri sebagai seorang reli gius. Therese, istrinya, pun kerap dibe ritakan tekun beribadah di gereja setiap akhir pekan. Demikian juga dengan pemimpin partai oposisi, Tony Abbot, yang merupakan penganut Katolik taat.
Seorang pastor Lutheran, Peter Zie bel, spontan menyatakan kecewa atas ucapan Gillard. Menurut Ziebel, pernyataan Gillard menjadi preseden buruk bagi Australia. ”Jika Anda adalah seorang pemimpin negara dan Anda mengatakan tidak percaya kepada Tuhan, Anda tidak dapat mengharapkan Tuhan untuk memberkati negeri ini,” katanya.
Namun hasil pemungutan suara sebuah situs di Australia menyatakan bah wa dari 17.310 responden, 65,57 persen tidak peduli terhadap iman Gillard. Hanya 34,43 persen yang mempermasalahkan keyakinan Gillard.
Ambisi politik perempuan kelahiran Wales, Inggris, ini telah tumbuh saat dirinya masih duduk di bangku kuliah. Gillard menjadi tokoh terkemuka di Adelaide University tempat dirinya menimba studi seni dan hukum.
Di Australia, nama Gillard cukup diperhitungkan. Dia dikenal memiliki kolega politik yang luar biasa dan memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam memimpin setiap departemen di pemerintahan.
Mantan pengacara di firma hukum Slater & Gordon ini juga dikenal memiliki semangat dan rasa percaya diri yang kuat. Kemampuan komunikasinya juga lebih baik dibanding Kevin Rudd. Gillard bahkan dianggap sebagai pemain politik yang sempurna di Australia.
Memulai karier politik pada 1990-an, Gillard sempat ditolak tiga kali saat akan masuk ke Partai Buruh. Hingga akhirnya dia mengubah taktik dan bekerja untuk John Brumby, yang kemudian menjadi pemimpin oposisi Negara Bagian Victoria. Akhirnya impian masuk ke Partai Buruh terwujud pada 1998. Gillard menjadi anggota Partai Buruh untuk kursi luar Melbourne.
Pada 2006, dia bergabung dengan Kevin Rudd untuk merebut kepemim pinan partai dari Kim Beazley. Dan pada 2007 mereka berhasil mengakhiri masa kepemimpinan liberal yang sudah berlangsung selama 11 tahun. Selama pemerintahan Rudd, berbagai jabatan pernah disandangnya, mulai Menteri Pendidikan, Menteri Tenaga Kerja, hingga Menteri Inklusi Sosial.
Karier politiknya semakin cemerlang saat sedikitnya 75 dari 115 anggota Partai Buruh di parlemen mendukung dirinya dan dengan tegas meminta Rudd mengakhiri jabatannya di tampuk pemerintahan. Gillard berhasil menggulingkan Rudd melalui karismanya dan citra sebagai sosok yang ramah dan hangat. Kebalikan dari Rudd yang keras dan mudah marah.
Mantan perdana menteri John Howard menyatakan Gillard harus mampu membuktikan kepiawaiannya dalam memikul tanggung jawab setelah mendepak Rudd. ”Dia tidak bisa lepas tanggung jawab atas semua kebijakan pemerintahan Rudd. Masyarakat Australia sudah menunggu itu,” katanya.
Wanita berambut pirang ini tak pernah gentar menghadapi tekanan. Bagi Gillard, Australia merupakan bagian dari hidupnya. Dengan kemampuan yang dimilikinya, dia bertekad untuk terus memajukan Australia melalui perbaikan pendidikan, pelayanan kesehatan, perlakuan layak di tempat kerja, hingga penyelesaian masalah pajak keuntungan di industri tambang.
”Saya sadar saya wanita pertama yang duduk dalam peran ini. Dan saya mencintai negeri ini. Saya tidak akan berdiam diri melihat kekacauan yang ada di negeri ini,” ujarnya.
Suryani Ika Sari (ABC Online, Sydney Morning Herald, The Australian, Telegraph.co.uk, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo