Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG malam, pertengahan Agustus lalu. Sebuah pesawat bersiap meninggalkan Bandar Udara Internasional Mehrabad, Iran. Di tengah udara dingin, Duta Besar Iran untuk Afganistan, Feda Hussein Maliki, tergesa masuk ke tubuh pesawat. Burung besi itu membawa para pejabat Afganistan yang baru saja mengikuti kunjungan Presiden Hamid Karzai ke Iran. Malam itu Karzai sudah lebih dulu meninggalkan Teheran dengan pesawat kenegaraan Afganistan.
Hussein duduk di samping Umar Daudzai, tangan kanan Karzai. Satu tas plastik besar berisi tumpukan euro diterima Daudzai dari Hussein, dan langsung diletakkan di jok pesawat. Ini cerita dua pejabat Afganistan, baik yang ada di dalam pesawat maupun di Kabul. ”Itu uang orang Iran,” kata sumber pejabat Afganistan itu. ”Semua orang di sini tahu itu.”
Menurut sang sumber, itu uang pelicin untuk masuk ke lingkaran istana. Teheran diketahui aktif mempengaruhi kebijakan Afganistan. Negeri para mullah itu ingin tetangganya menjauh dari NATO dan kontrol Barat.
Duit bernilai jutaan dolar Amerika itu, menurut para pejabat Afganistan, diperlukan Karzai untuk membayar para anggota parlemen, tetua suku, dan beberapa petinggi Taliban. ”Untuk menjamin tak ada gangguan terhadap pemerintahan Karzai,” ujar sang pejabat.
Sejak menjadi presiden pada 2001, Karzai tak putus dirundung gangguan. Bukan hanya dari Taliban dan sekutunya—milisi bekas musuh Uni Soviet saat Perang Dingin—melainkan juga dari penguasa wilayah dan kepala suku yang doyan perang. Mereka banyak yang menjadi anggota parlemen dan menyerang Karzai dalam soal korupsi, penyelewengan suara saat pemilu, dan keamanan di Afganistan.
Menurut lembaga pemeringkat indeks korupsi Transparency International, penanganan korupsi di Afganistan memang belum optimal. Negeri itu menempati peringkat ketiga paling korup di dunia, setelah Somalia dan Myanmar.
Daudzai, yang menjadi tertuduh, tak mau berkomentar. Maliki juga memilih tutup mulut. Bukan tanpa alasan Daudzai dianggap ”agen Iran”. Dia pernah menjadi Duta Besar Afganistan untuk Iran selama dua tahun. Sebelumnya, dia menjadi orang dekat Karzai, yaitu sebagai kepala staf kepresidenan.
Maka, ketika pada 2007 Daudzai kembali menjadi kepala staf kepresidenan, banyak orang menaruh curiga kepadanya. Seorang petinggi di Kabul mengatakan Daudzai suka memasukkan utusan Iran lewat pintu belakang. Nilai uang pelicin dari Iran diperkirakan US$ 1-2 juta per bulan. Malah, kata seorang pejabat Afganistan, pernah sampai US$ 6 juta. Untuk mengambil uang itu Daudzai tak mesti pergi ke Iran. Duit, kata sumber itu, bisa juga diserahkan di salah satu dari enam rumahnya yang tersebar di Dubai, Uni Emirat Arab, dan Vancouver, Kanada.
Misi Daudzai diduga sebanyak mungkin menyusupkan kepentingan Iran di Afganistan, seperti soal peralatan perang dan bisnis. Dengan menanam modal dan berbisnis di Afganistan, kata seorang pejabat NATO, Iran akan punya posisi tawar tinggi karena membangkitkan ekonomi Afganistan.
Kabar rasuah yang melibatkan Iran itu membuat Amerika Serikat gerah. Presiden Barack Obama mengirim Richard Holbrooke, utusan khusus untuk Afganistan dan Pakistan, menemui Menteri Keuangan Afganistan Hazrat Omar Zakhilwal. Pertemuan pada Senin dua pekan lalu itu diakui Zakhilwal membicarakan tuduhan duit dan kepentingan Iran di Afganistan. ”Tapi kami tak punya pilihan selain bersahabat dengan Iran. Mereka tetangga yang galak,” ujar Zakhilwal.
Karzai tak membantah soal uang dari Iran. ”Itu dari negara yang bersahabat,” ujarnya. Dia mempertegas kesepakatan dengan Presiden George Walker Bush di Camp David bahwa dirinya bisa menerima bantuan dari mana pun. ”Tak ada yang sembunyi-sembunyi,” kata Karzai sambil menyebut bantuan dari Arab Saudi US$ 1,5 juta sembilan tahun lalu.
Toh, dibanding uang Abang Sam, duit dari negara lain cuma sekepeng. ”Amerika memberi kami berkarung-karung dolar,” ujar Karzai. Karena itu, New York Times yang menurunkan cerita ini dianggap omong kosong saja. ”Ini untuk menggiring opini publik, dan melihat dengan sebelah mata hubungan antarnegara.”
Yophiandi (Huffington Post, New York Times, Wall Street Journal)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo