Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAH Gillian Gibbons terlihat riang begitu muncul dari badan pesawat yang mendarat di London, Selasa pekan lalu. Guru berusia 54 tahun ini baru saja menempuh perjalanan panjang dari Khartoum, Sudan, setelah 15 hari sebelumnya ditahan polisi Sudan. ”Saya bahagia menyaksikan berbagai kelompok muslim di Inggris mendukung pembebasannya,” ujar Perdana Menteri Gordon Brown begitu mendengar peristiwa pembebasan warganya.
Kasus ini bisa mengobarkan sengketa diplomatik tingkat tinggi antara Sudan dan Inggris seandainya dua muslim Inggris yang juga anggota parlemen, Lord Nazir Ahmed dan Baroness Sayeeda Warsi, tak tangkas melobi Presiden Sudan Omar al-Bashir. Dan hasilnya instan: pengampunan Al-Bashir spontan diberikan terhadap ibu guru asal Liverpool yang dituduh melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW ini.
Begitu berita pengampunan merebak ke masyarakat, sebuah demonstrasi kecil terjadi di depan Kedutaan Besar Inggris di Khartoum memprotes keputusan Al-Bashir. Reaksi ini rupanya sudah diperhitungkan juru bicara kepresidenan. ”Meski pengampunan adalah hak prerogatif Presiden, ada risiko politik yang tinggi mengingat sentimen yang sedang berkembang di masyarakat,” ujarnya.
Kisah ini bermula pada September lalu saat Gibbons menjelaskan pelajaran tentang hewan dan habitatnya kepada murid-muridnya yang berusia tujuh tahun. Sebagai bahan ilustrasi, digunakan boneka beruang (teddy bear) yang harus diberi nama oleh para murid SD Kristen swasta yang cukup terkemuka di Khartoum itu. Seorang anak laki-laki mengusulkan, ”Bagaimana kalau namanya Muhammad?”
Koresponden BBC di Sudan, Amber Henshaw, menggambarkan bahwa sang bocah memilih nama itu karena sama dengan namanya dan dia tak pernah bermaksud untuk menghina Sang Nabi mulia. Rupanya, usul itu cocok di telinga para murid lain, yang langsung menyetujui nama itu digunakan untuk si beruang. Gibbons pun oke saja. Tapi kabar ini dengan cepat keluar dari kelas dengan tafsiran politis: seorang guru Kristen melakukan pelecehan terhadap Nabi.
Warga tak terima. Apalagi saat itu bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Mereka menekan pihak sekolah agar mencabut izin Gibbons mengajar, sebuah tuntutan yang dipenuhi sekolah. Heboh itu juga bergaung sampai ke Dundee, Skotlandia. Tiga mobil di pinggir jalan menjadi korban vandalisme dengan torehan tulisan ”teddy bear”. Mobil-mobil itu diperkirakan milik warga keturunan Asia atau India.
Lepas hari raya Lebaran, tensi kasus Gibbons bukannya menurun, malah meninggi. Gibbons mulai diperiksa aparat keamanan. Yang repot mengantisipasi hal ini adalah pihak Kedutaan Besar Sudan di London, yang dibombardir banyak pertanyaan oleh warga Inggris. ”Kami memiliki sekolah-sekolah Kristen di Sudan dan para guru Kristenlah yang mengajari anak-anak muslim sebagai bentuk toleransi,” kata Dr Khalid al-Mubarak, juru bicara Kedutaan Besar Sudan. ”Wakil presiden kami seorang Kristen, juga banyak menteri beragama Kristen,” ujarnya. Dengan kata lain, menurut Al-Mubarak, pemeriksaan atas Gibbons adalah sebuah prosedur formal belaka karena adanya pengaduan tertulis dari anggota masyarakat kepada polisi. ”Hubungan kami dengan Inggris sangat bagus, sehingga tak terpikir semenit pun untuk membuatnya rusak,” ujar Al-Mubarak.
Ketika akhirnya Gibbons ditahan di sebuah tempat yang dirahasiakan, Pangeran Hassan bin Talal dari Yordania berkomentar dengan risau, ”Kasus Gillian Gibbons bukanlah contoh lanjutan dari imperialisme Barat atas Islam, tidak juga mengukuhkan stereotipe kekakuan cara pandang Islam. Kita harus secara cerdas menafsirkan peristiwa ini.”
Untunglah, kesalahpahaman ini cepat terselesaikan. Mengenang lagi pengalaman pahitnya, Bu Guru Gibbons menyatakan, ”Selama empat bulan di Sudan, saya tak menemukan hal apa pun kecuali keramahan rakyat Sudan,” ujarnya. ”Saya menaruh hormat yang tinggi terhadap agama Islam dan tidak akan menghina siapa pun dengan sengaja. Saya minta maaf jika saya telah menyebabkan kekacauan.”
Akmal Nasery Basral (Guardian, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo