Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah bertahun-tahun lewat, Anwar Ibrahim akhirnya menjejak Indonesia pada pekan lalu. Menyebut Indonesia sebagai "kampung halaman saya yang kedua", Anwar mengaku banyak mereguk inspirasi dari tanah jiran ini: dari khazanah sastra Indonesia hingga gerak pertumbuhan demokrasi. Tak mengherankan bila Indonesia pula menjadi tetangga pertama yang dia sambangi sejak bebas dari bui pada September lalu. Enam tahun bekas deputi Perdana Menteri (PM) Malaysia ini menghuni Penjara Sungei Buloh dengan tuduhan korupsi dan kejahatan homoseksual. Walaupun, praktis dalam setiap wawancaranya dengan Tempo, Anwar menegaskan bahwa hukuman yang dia pikul adalah buntut dari perseteruan politik dengan bekas atasannya, mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad.
Tatkala lepas dari penjara pada 9 September 2004, Anwar Ibrahim tampak renta dan tengah sakit berat. Dia langsung berangkat ke Jerman untuk berobat, beberapa hari setelah lepas dari bui. Sehari sebelum terbang ke Eropa, Anwar memberikan satu wawancara khusus kepada mingguan ini via saluran telepon internasional (lihat Tempo, 12 September 2004). Dan lima tahun silam (lihat Tempo, 10 Mei 1999) Anwar juga memberikan interview khusus (secara tertulis) kepada Tempo dari Penjara Sungei Buloh.
"Tubuh terpenjara, namun jiwa tetap merdeka," tulisnya ketika itu. Tampil di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta selama kunjungan lima hari di Indonesia, Anwar tampak jauh lebih segar. Tubuh dan jiwanya telah merdeka namun kenangan pada penjara tak serta-merta pupus. "Di penjara saya banyak berlatih kesabaran," ujarnya kepada Tempo. Dan Anwar mengaku lebih tenang menghadapi berbagai tekanan yang menghambatnya kembali ke dunia politik Malaysia hingga 2008 nanti.
Kunjungan ke Indonesia kali ini adalah bagian dari perjalanan internasionalnya ke beberapa negara. Di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta dia menemui sejumlah pejabat, memberikan kuliah umum, membacakan pidato kebudayaan, serta mengisi sejumlah acara lain. Jadwal yang padat membuat Anwar tak sempat mengintip isi toko-toko buku: aktivitas yang selalu dia lakukan di sela-sela kunjungan ke luar negeri. Toh, anak Melayu ini masih sempat memuaskan lidahnya di Restoran Sari Bundo sebelum menyampaikan pidato kebudayaan di Gedung Kesenian Jakarta.
Pada hari kedua kunjungannya, Selasa pekan lalu, Anwar Ibrahim menerima Zacharias Wuragil dan Endah W.S. dari Tempo untuk satu wawancara khusus. Di sela-sela interview, dia menembangkan lirik-lirik lagu Said Efendy, seorang penyanyi lagu Melayu asal Indonesia dari generasi 1960-an. "Lirik-liriknya amat hebat kalau you dengar," ujarnya kepada Tempo sembari tersenyum. Anwar memang banyak menyanyi selama di penjara, karena praktis tidak punya hiburan lain. Kisah itu dia tuturkan di sela-sela "materi-materi serius" dalam perbincangan yang berlangsung di Hotel Four Seasons, Jakarta. Berikut ini petikannya:
Apakah kunjungan Anda ke Indonesia ini terkait dengan persiapan untuk kembali ke dunia politik pada 2008?
Mengapa bertanya tentang yang susah-susah, ha-ha-ha....? Saya ingin menimba ilmu dan pengalaman dari Indonesia. Saya ingin mempelajari secara positif ba-gaimana satu negara (Indonesia?Red.), yang awalnya dianggap agak terbelakang dari sudut pemahaman dan komitmen kepada demokrasi serta hak asasi manusia, dapat melonjak sedemikian rupa dan meneruskan agenda itu dengan lebih meyakinkan.
Bisa Anda jelaskan lebih detail?
Indonesia punya banyak pengalaman, reformasi, kebebasan pers. Walaupun tentu tak sepenuhnya memuaskan karena demokrasi belum matang. Salah satu contoh, masalah yang sedang dihadapi oleh Tempo sekarang (kriminalisasi pers?Red.) Tetapi, ya, sekurang-kurangnya saya melihat dari sudut, misalnya negara-negara Islam, ini adalah perkembangan yang luar biasa. Dalam bidang reformasi, Indonesia bisa dikata memimpin dan menjadi model.
Bicara tentang menimba ilmu, hal apa yang banyak Anda timba dari kehidupan penjara?
Belajar sabar! Kalau tidak sabar, ya tidak survive. Di penjara banyak waktu untuk berefleksi. Ada waktu untuk menelaah bidang kerohanian serta kitab-kitab besar Islam. Juga kitab-kitab sastra. Saya membaca Shakespeare, Russian Poets, serta karya klasik lain. Dan itu memberikan ketenangan.
Masihkah Anda menyimpan hasrat untuk memimpin Malaysia?
Ya, pengalaman penjara ini kadang-kadang mematangkan hasrat untuk mengambil langkah-langkah terbaik dalam agenda reformasi. Dan semuanya tidak mesti pada kekuasaan. Kalau Anda tanya apa prioritas saya, misalnya, saya akan menjawab: agenda perumahan (bagi warga Malaysia?Red.)
"Kendaraan" apa yang akan Anda gunakan untuk memperjuangkan agenda reformasi di Malaysia?
Yang pasti bukan UMNO (United Malay National Organization). Dulu saya lakukan perubahan, reformasi, dari dalam. Tapi saya ditangkap dan disiksa karena perubahan itu tidak diinginkan di dalam. Patokan saya dalam memilih sebuah partai adalah kebenaran dan keadilan, karena itu adalah hal utama dalam mengupayakan agenda reformasi
Apakah Anda akan kembali ke dunia politik pada 2008?
Saya akan memberi tahu (Tempo?Red.) pada 2006 nanti.
Dalam wawancara kita terakhir pada September lalu, Anda berjanji memberi tahu kami agenda Anda setelah kembali dari Jerman....
Begini. Ada orang yang meragukan, "Oh, Anwar, jangan terlalu cepat membuat keputusan." Ada lagi yang misalnya berkata, "Tolong, perhatikan nasib nasional, jangan berikan isu Islam." Ada juga yang bilang, "Sudahlah, you sudah dua kali dipenjara, biar orang lain yang menjalankan, you jadi moral voice saja." Saya masih harus mendengarkan semua itu.
Lantas apa sikap Anda?
Saya akan memutuskan sebaik-baiknya. Saat ini saya sendiri aktif di Partai (Keadilan). Saya teruskan berdiskusi dengan kawan-kawan di UMNO, dengan oposisi. Saya ungkapkan agenda reformasi di tingkat internasional. Saya lakukan apa yang terbaiklah, tetapi tidak pernah terencana.
Secara legal formal, Anda mendapat larangan berpolitik dari pemerintah Malaysia?
Ya, larangan itu ada. Mahkamah (peradilan?Red.) diperalat untuk mengeluarkan larangan itu. Semua kemudahan yang saya peroleh selaku mantan deputi perdana menteri dilarang. Pensiun, misalnya. Atau kemungkinan saya untuk aktif dalam jabatan di lingkungan sosial dan pemerintahan, termasuk dalam partai politik. Tetapi saya tidak peduli, karena saya memiliki hak untuk itu.
Apakah Anda sudah berkeliling di Malaysia setelah bebas?
Belum, baru sekitar Kuala Lumpur, Pulau Penang, ke kawan-kawan parlemen saya dulu. Terakhir ke Terengganu. Puluhan ribu warga menyambut saya.
Wah, rupanya Anda bisa mendapat banyak dukungan bila kembali ke politik....
Puluhan ribu rakyat yang menyambut belum berarti mendukung kita, karena ada banyak permasalahan lain yang menentukan, seperti dana. Dia bisa ngo-mong setuju, tetapi ternyata dia makan tidak cukup.
Apakah Anda mengalami pemukulan di penjara?
Tidak. Petugas-petugas penjara itu bersimpati. Tetapi kita juga harus terima kalau mereka ikut aturan yang ada. Di penjara, selain membaca, saya juga menyanyi, di bilik air (kamar mandi?Ref.) ha-ha-ha....
Lagu apa?
Lagu-lagu lama, di antaranya lagu S. Efendy. Itu lagu Indonesia, you bisa cari, you tanya bapak you tahu. Saya hafal, ini lagu lama. Begini liriknya, Jangan sesal, jangan kesal, tiada berguna. Hidup tersiksa, jiwa melara, akhirnya kecewa. Lagu S. Efendy memang sangat hebat lirik-liriknya kalau you dengar. Tetapi memang lagu-lagu lama kan lagu sedih, ya? Ada juga lagu ciptaan P. Ramlee, judulnya Nonaku Azizah.
Apakah nyanyian Anda ini sampai menghibur sesama tahanan?
Tidak. Saya duduk seorang diri. Saya tidak punya radio, televisi juga tidak ada.
Bisa diceritakan perbedaan sel Anda dengan sel tahanan lain di penjara?
Tahanan lain tidak boleh bercampur dengan saya. Jadi saya sendiri dengan kamera yang ditempatkan di luar kamar. Mula-mula kamera itu tidak ada. Dan yang mengawasi adalah para penjara. Mereka baik, bertanya kabar. Tetapi mereka tidak mendekat karena takut.
Kami membaca dari sejumlah media di Malaysia bahwa Anda sedang menyerukan reformasi hukum perkawinan sejenis atau gay. Apakah itu benar?
Soal itu begini. Saya ditanya apakah setuju dengan perkawinan gay. Saya jawab perkawinan sejenis saya tidak setuju karena di agama ditolak. Budaya Malaysia pun menolaknya. Tapi saya katakan kita jangan kita cepat-cepat menghukum dengan mencurigai dan menggeledah rumah tangga orang. Itulah maksud saya.
Bagaimana kondisi kesehatan Anda saat ini?
Masih perlu perawatan intensif dan juga fisioterapi, ya insya Allah.... Kalau tidak sukses fisioterapi, terpaksa kembali lagi (ke Munich, Jerman).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo