Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Ansarullah Yaman, atau Houthi, menegaskan pihaknya siap bertindak melawan Israel, jika Tel Aviv kembali melancarkan serangan militer ke Jalur Gaza dan melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jari kami siap sedia di pelatuk, dan kami siap merespons langsung jika rezim Zionis mengintensifkan serangannya ke Gaza," kata Pemimpin Houthi Abdul Malik al Houthi dalam siaran televisi, Selasa seperti dilansir Al Jazeera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia memperingatkan bahwa terlepas dari sebesar apa dukungan Amerika Serikat, Israel akan menghadapi konsekuensi keamanan, militer, maupun ekonomi jika eskalasi konflik kembali terjadi.
Invasi baru Israel terhadap Gaza dipastikan tak akan mudah bagi petinggi rezim Zionis Benjamin Netanyahu, kata al Houthi.
Pemimpin Houthi itu juga mengecam rencana Presiden AS Donald Trump mengusir paksa rakyat Palestina dari Jalur Gaza yang ia sebut sebagai "proyek destruktif dan agresif" yang bertujuan merebut tanah Palestina dari umat Islam.
Menurutnya, rencana tersebut tak akan selesai dengan mencaplok Masjid Al Aqsa, tapi juga akan berlanjut dengan bahkan pencaplokan Mekah dan Madinah.
Houthi juga memperingatkan para pemimpin Arab yang mau bekerja sama dengan AS bahwa mereka akan sangat rentan ditinggal AS jika kepentingan Gedung Putih mengharuskannya.
Houthi, yang menguasai sebagian besar Yaman barat, termasuk ibu kota Sanaa, telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal yang berafiliasi dengan Israel di Laut Merah dan Teluk Aden. Ini sebagai solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.
Sejak November 2023, kelompok tersebut telah melakukan lebih dari 100 serangan terhadap kapal komersial dan militer di Laut Merah serta meluncurkan rudal dan drone ke arah Israel. Houthi akan membatasi serangan setelah Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata yang bertujuan untuk mengakhiri perang bulan lalu.
Tetapi kesepakatan yang rapuh, masih dalam fase pertama dari tiga fase, terlihat semakin goyah di tengah pelanggaran berulang Israel terhadap persyaratannya.
Fase pertama dari kesepakatan itu melibatkan pertukaran tawanan, penarikan sebagian pasukan Israel dan lonjakan bantuan ke daerah kantong tersebut. Fase kedua, yang rinciannya belum disepakati, akan mengakhiri perang sepenuhnya. Fase ketiga akhirnya dimaksudkan untuk mengatasi rekonstruksi di daerah kantong Palestina yang hancur.
Pada Senin, Hamas mengatakan bahwa mereka akan berhenti membebaskan tawanan Israel atas pelanggaran tersebut. Ini meliputi pembunuhan, pembatasan untuk mengizinkan orang yang terluka meninggalkan Gaza untuk perawatan, dan kegagalan untuk mengizinkan bantuan yang cukup. Kelompok itu mengatakan akan terus menghormati persyaratan perjanjian jika Israel mematuhinya.
Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 48.219 warga Palestina telah dikonfirmasi tewas dalam perang, yang telah menghancurkan infrastruktur kantong itu, menggusur sebagian besar penduduk, dan meninggalkan ratusan ribu orang di ambang bencana kemanusiaan.