Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Genosida Israel terhadap Jalur Gaza selama 15 bulan terakhir telah menciptakan bencana kemanusiaan yang parah, menyebabkan lebih dari 47.000 warga Palestina tewas, mayoritas anak-anak dan perempuan, serta ribuan lainnya hilang di bawah reruntuhan seperti dilansir Anadolu pada Ahad malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa jumlah warga Palestina yang terbunuh di Gaza kemungkinan besar jauh lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh London School of Hygiene and Tropical Medicine yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet menyebutkan ada sekitar 64.260 “kematian akibat cedera traumatis” di Gaza antara 7 Oktober 2023 hingga 30 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyebutkan angka tersebut sebesar 37.877 pada saat itu.
Pada Oktober 2024, jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat kekerasan diperkirakan melebihi 70.000 orang, kata studi tersebut, berdasarkan perkiraan tingkat yang tidak dilaporkan.
Jumlah total korban tewas yang disebabkan oleh kampanye militer Israel kemungkinan akan lebih tinggi lagi, kata penelitian itu, karena analisisnya tidak memperhitungkan kematian yang disebabkan oleh gangguan terhadap layanan kesehatan, kekurangan makanan, air bersih dan sanitasi, serta penyakit.
Israel telah mengintensifkan serangan udara sejak 7 Oktober 2023, menargetkan infrastruktur sipil dan meninggalkan wilayah tersebut dalam kehancuran, menurut data dari pemerintah Gaza.
Pengeboman selama lebih dari 470 hari telah menghancurkan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, dan tempat penampungan, memaksa jutaan warga mengungsi.
Selain menargetkan 717 sumur air, sehingga Gaza tidak memiliki pasokan air yang memadai, militer Israel telah menghancurkan 88 persen wilayah tersebut.
Perkiraan biaya kehancuran mencapai US$37 miliar atau sekitar Rp606 triliun.
Korban sipil: Perempuan dan Anak-anak Paling Menderita
Pemerintah Gaza mengungkapkan bahwa perempuan dan anak-anak merupakan 70 persen dari korban serangan gencar tersebut. Lebih dari 17.800 anak-anak, termasuk 240 bayi, dan 12.298 perempuan tewas, sementara 1.600 keluarga dimusnahkan dalam serangan yang secara khusus menargetkan mereka.
Sebanyak 35.074 anak telah kehilangan setidaknya salah satu orang tuanya, sekitar 60.000 perempuan masih menghadapi risiko akibat tidak memadainya layanan kesehatan, dan 785.000 anak kehilangan hak atas pendidikan.
Kehancuran Sektor Kesehatan
Sektor kesehatan telah menghadapi bencana besar, dengan 162 fasilitas kesehatan menjadi sasaran, menyebabkan 34 rumah sakit dan 80 pusat kesehatan tidak dapat beroperasi.
Lebih dari 1.000 profesional kesehatan dan 94 pekerja pertahanan sipil tewas saat menjalankan tugas.
Menurut dr. Ghassan Abu Sitta, dokter ahli bedah plastik dan rekonstruksi Inggris keturunan Palestina dalam cuitannya di platform X pada Ahad malam, Israel telah menewaskan tiga dari lima dokter konsultan patologi di Gaza.
Serangan Israel selama 15 bulan itu, menurut Abu Sitta yang menjabat Rektor Universitas Glasglow itu, juga menghabisi seluruh dokter spesialis ginjal dan spesialis dokter emergency di Gaza.
Perawatan medis mendesak diperlukan untuk 12.660 pasien dan 12.500 pasien kanker tidak dapat mengakses pengobatan karena pembatasan bantuan kemanusiaan.
Rumah sakit terakhir yang berfungsi di Gaza Utara, Kamal Adwan, menghentikan operasinya setelah serangan Israel, dan direkturnya masih belum ditemukan setelah ditahan.
Militer Israel telah menghancurkan 136 sekolah dan universitas, serta merusak 355 lainnya, sehingga akses pendidikan sangat terganggu.
Selain itu, 823 masjid dan 19 kuburan dibom, serta tiga gereja berusia ratusan tahun juga turut hancur.
Blokade dan Kelaparan
Blokade Israel di Gaza telah menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan dan bahan bakar, sehingga memperburuk kondisi yang mengerikan.
Lebih dari 3.500 anak menghadapi kematian terkait gizi buruk, sementara 44 korban anak-anak meninggal karena kelaparan dan gizi buruk.
Obat-obatan untuk 350.000 pasien penyakit kronis telah diblokir, menyebabkan banyak nyawa dalam bahaya. Kekurangan ini telah menyebabkan berjangkitnya penyakit mematikan, terutama di kalangan pengungsi.
Pengungsi dan Krisis Tempat Tinggal
Lebih dari 2 juta warga Gaza terpaksa mengungsi, dan banyak dari mereka terpaksa tinggal di tempat penampungan sementara yang tidak memiliki kondisi kehidupan dasar.
Israel telah menargetkan 218 tempat penampungan, termasuk yang dioperasikan oleh PBB, sehingga membuat warga sipil Palestina terpaksa mengungsi bahkan dari “zona aman” yang telah ditetapkan Israel.
Sebanyak 161.600 rumah hancur akibat serangan Israel, 82.000 rumah tidak dapat digunakan lagi. Sebanyak 110.000 tenda yang menjadi tempat tinggal warga Palestina tidak memiliki kondisi yang layak untuk ditinggali karena suhu yang sangat dingin di tempat penampungan baru-baru ini merenggut nyawa delapan orang, termasuk tujuh anak-anak.
Jurnalis Menjadi Target
Jurnalis yang meliput krisis ini juga tidak luput dari perhatian. Israel telah membunuh 204 wartawan Palestina, melukai 399 orang dan menahan 43 orang, yang keberadaannya masih belum diketahui.