Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - 8 bulan perang Gaza, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menerima tekanan besar, terutama dengan rencananya untuk menyerang Rafah. Media Israel melaporkan pada Senin, 6 Mei 2024, bahwa Netanyahu menghadapi dilema yang menantang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di satu sisi, Hamas memberikan tekanan agar Netanyahu memenuhi tuntutan gencatan senjata permanen, namun di sisi lain, pemerintahan Biden mendesaknya untuk menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar dan mengupayakan kesepakatan bagi para tawanan. Menurut laporan tersebut, tingkat tekanan dari Amerika Serikat akan menentukan respons Netanyahu terhadap upaya pemerintahan Biden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah-langkah yang diusulkan Washington diperkirakan akan secara signifikan mempengaruhi perkembangan yang sedang berlangsung, demikian menurut surat kabar Israel, Haaretz. Amerika Serikat dilaporkan menyarankan sebuah paket kesepakatan yang mencakup konsesi-konsesi Israel di samping berbagai isyarat, seperti perjanjian normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel.
1. Desakan AS
Harian ini juga menyoroti bahwa jika Netanyahu menolak untuk mundur dari invasi Rafah, hal ini dapat berakibat pada pemberlakuan pembatasan senjata AS kepada tentara Israel, selain memperburuk blokade internasional.
Amerika Serikat sempat menunda pengiriman amunisi senjata ke Israel pekan lalu hingga membuat para pejabat Israel khawatir dan mencari tahu alasan di balik tindakan tersebut, menurut laporan media AS, Axios, pada Minggu.
Axios mengutip dua pejabat Israel yang mengatakan bahwa insiden tersebut menimbulkan kekhawatiran serius di dalam pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
2. Surat Penangkapan dari ICC
Selain itu, Haaretz mencatat bahwa prospek dikeluarkannya surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan pejabat Israel lainnya oleh ICC sangat memprihatinkan bagi Netanyahu, karena surat perintah tersebut terutama ditujukan secara langsung kepadanya.
Netanyahu beberapa kali sempat melontarkan ancaman. Kantor kejaksaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Jumat, menanggapi dengan seruan diakhirinya apa yang mereka sebut sebagai intimidasi terhadap stafnya, dengan mengatakan bahwa ancaman semacam itu dapat merupakan pelanggaran terhadap pengadilan kejahatan perang permanen di dunia.
Dalam pernyataan yang diposting di platform media sosial X, kantor kejaksaan ICC mengatakan semua upaya untuk menghalangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi pejabatnya secara tidak pantas harus segera dihentikan. Mereka menambahkan bahwa Statuta Roma, yang menguraikan struktur ICC dan wilayah yurisdiksinya, melarang tindakan tersebut.
3. Protes Anti-Pemerintah di dalam Negeri
Sementara itu, protes anti-pemerintah meluas di Tel Aviv, dengan para demonstran menuntut resolusi segera dan penggulingan pemerintahan Netanyahu, yang berpotensi mengarah pada pemilihan umum dini. Keluarga-keluarga tawanan Israel juga bergabung dalam aksi protes ini.
Keluarga-keluarga para tawanan Israel memberikan tekanan yang signifikan terhadap pemerintahan Netanyahu, dan berusaha memaksanya untuk menengahi kesepakatan pertukaran yang baru dengan pihak Perlawanan Palestina. Tekanan ini muncul di tengah kekhawatiran akan keselamatan para tawanan, menyusul jatuhnya korban jiwa akibat serangan udara Israel yang tak henti-hentinya di Jalur Gaza.
4. Tekanan Internasional untuk Gencatan Senjata
Pengumuman boikot ekonomi oleh Turki dipandang sebagai sebuah kemunduran awal, dengan kemungkinan adanya boikot-boikot selanjutnya.
Selainitu, dunia Internasional telah menyerukan Israel untuk melakukan gencatan senjata dengan Hamas dan menghentikan perangnya di Gaza. Hamas menegaskan pada Minggu bahwa perundingan telah berakhir "beberapa saat yang lalu, dan delegasi akan meninggalkan Kairo malam ini, untuk berkonsultasi dengan pimpinan gerakan di Doha."
Lebih lanjut dikatakan bahwa delegasinya menyerahkan tanggapannya kepada mediator di Mesir dan Qatar setelah pembicaraan yang mendalam dan serius berlangsung.
Pihaknya menyatakan bahwa mereka akan bertindak "dengan semua hal positif, tanggung jawab, dan keinginan serta tekad kami untuk mencapai kesepakatan yang memenuhi tuntutan nasional rakyat kami dan mengakhiri agresi sepenuhnya."
Al Mayadeen memperoleh salinan yang terakhir dari kepemimpinan Hamas kepada para pemimpin faksi-faksi Palestina, di mana Hamas menyatakan komitmennya untuk melanjutkan negosiasi secara positif untuk memenuhi tuntutan dan tujuan yang sah dari Palestina.
Sementara, pihak Netanyahu memperkuat penolakannya terhadap tuntutan Hamas untuk mengakhiri perang Gaza dengan imbalan pembebasan sandera, dengan mengatakan bahwa hal itu akan membuat kelompok militan Palestina tetap berkuasa dan menimbulkan ancaman bagi Israel.
Netanyahu mengatakan Israel bersedia menghentikan pertempuran di Gaza untuk menjamin pembebasan sandera yang masih ditahan oleh Hamas, yang diyakini berjumlah lebih dari 130 orang.
AL MAYADEEN | REUTERS | SITA PLANASARI