Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jerica Ann Pico mengaku merasa mendapat semangat baru saat pertama kali mendengar mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditahan. Pico adalah seorang janda yang suaminya tewas dibunuh dalam kampanye perang melawan narkoba di bawah pemerintahan Duterte.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Reuters, Pico menceritakan tak pernah membayangkan akan kembali bersemangat menjalani hidup untuk melihat hari keadilan ditegakkan. Hal seperti ini tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suami Pico adalah satu dari ribuan orang yang tewas dalam kampanye memberantas narkoba di Filipina, yang dikenal sangat brutal.
“Saya sangat kaget dan merasa hidup kembali karena ini apa yang telah kami pertarungkan selama ini, akhirnya berbuah manis. Kami akhirnya mendapatkan keadilan untuk orang yang kami sayangi yang direnggut dari kami,” kata Pico saat menghadiri sebuah misa di Quezon City, Manila, bersama keluarga korban lainnya dalam kampanye ini.
Di gereja tempat misa itu dilakukan, foto mereka yang tewas akibat kampanye anti-narkoba yang berlangsung selama enam tahun. Banyak keluarga korban seperti Pico berharap bisa melihat Duterte dijebloskan ke penjara.
Pada Selasa, 11 Maret 2025 Duterte ditahan di Manila atas permintaan Mahkamah Internasional (ICC). Beberapa jam setelah penahanan, Duterte diterbangkan ke Den Haag.
Penahanan Duterte adalah sebuah langkah besar. Dalam persidangan di ICC nanti, akan dibuktikan keterlibatan Duterte dalam kampanye berdarah perang melawan narkoba.
Duterte, 79 tahun, bakal menjadi mantan kepala negara di Asia yang menjadi pesakitan di persidangan di ICC.
“Untuk para keluarga korban pembunuhan di luar hukum, ini adalah harapan kita untuk memintai pertanggung jawaban orang-orang yang harusnya bertanggung jawab,” kata Pico, 30 tahun, ibu anak satu.
Meskipun Filipina di bawah kepemimpinan Duterte telah menarik diri dari pakta ICC pada 2019, namun ICC mengatakan lembaga itu memiliki yurisdiksi untuk menginvestigasi dugaan kejahatan yang terjadi di negara yang kejadiannya saat negara itu menjadi anggota ICC. Filipina keluar dari ICC untuk memblokir upaya pembuktian terhadap Duterte.