Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ada Hukum, Tak Ada Damai

Kelompok Uni Pengadilan Islam menguasai Mogadishu dan menerapkan hukum Islam. Dinas rahasia AS mulai mendukung lawannya.

19 Juni 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ali Mohamad baru berusia 16 tahun. Tapi remaja laki-laki penduduk Mogadishu, Somalia, itu sudah mantap meninggalkan kampung halamannya. Ali ingin bekerja atau tinggal di tempat pengungsian di Yaman. Jika bekerja, upah yang diterimanya paling banyak US$ 5 (sekitar Rp 47 ribu) sehari. ”Apa pun itu, keadaannya lebih baik ketimbang di Somalia,” katanya.

Menurut Ali, di negaranya tidak ada pekerjaan, pendidikan, dan sarana kesehatan. ”Tidak ada kehidupan untuk saya. Sepanjang masa saya tidak pernah merasakan hidup di bawah pemerintahan,” kata menegaskan.

Demi kehidupan ”lebih baik” itulah, Ali rela berdesakan dengan puluhan pencari peruntungan dalam sebuah perahu tidak terlalu besar, menyeberangi Laut Merah dari kota pelabuhan Bossaso ke Yaman. Masing-masing orang hanya boleh membawa bekal tiga liter air dan beberapa butir kurma untuk perjalanan 36 jam. ”Orang bisa mati. Tapi saya mau ambil risiko, semuanya saya serahkan pada Tuhan,” katanya.

Di Somalia Ali putus asa. Nyaris seumur hidupnya, sejak 1991—lepas dari pemerintahan totaliter Siad Barre—Somalia tiada henti berkubang dalam perang saudara. Keterlibatan pihak luar membantu menyelesaikan perang antarklan di negara yang terletak di tanduk Afrika itu tidak berhasil. Pasukan Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyingkirkan milisi yang dipimpin Mohamad Farah Aideed pada akhir 1992. Serdadu AS mundur setahun kemudian setelah dihajar milisi Aideed dalam perang kota di Mogadishu sehingga menewaskan 18 tentara AS. Pasukan PBB hengkang pada Maret 1995. Setelah itu beberapa pihak luar yang mencoba membantu Somalia, juga gagal.

Kini, Somalia memang telah memiliki Pemerintah Federal Transisi, dengan Abdullahi Yusuf Ahmed sebagai presiden dan Ali Muhammad Gedi sebagai perdana menteri. Duet Ahmed dan Gedi ditunjuk oleh 275 anggota parlemen yang berasal dari berbagai klan di Somalia pada Agustus 2004. Sayangnya, pemerintahan baru nyaris tak berfungsi. Mereka hanya mampu ”bertakhta” di Baidoa, sekitar 240 kilometer dari Mogadishu. Pemerintahan ini sama sekali tidak mampu menghentikan perang antarklan.

Mogadishu dikuasai klan-klan yang bergabung menjadi Uni Pengadilan Islam (ICU) yang menerapkan hukum Islam sejak dua pekan silam. Media massa—terutama Barat—menyebutkan bahwa Somalia bisa seperti Afganistan di bawah Taliban. Tapi, ada juga yang mengakui keadaan mulai aman berkat penerapan hukum yang keras.

Keadaan tak kunjung membaik. Kelompok yang kontra ICU, yaitu Aliansi untuk Restorasi Perdamaian dan Perlawanan atas Terorisme (ARPCT), mengklaim Uni terkait dengan Al-Qaidah dan ikut membantu dalam pengeboman gedung Kedutaan AS di Kenya dan Tanzania pada 1998. ”Umpan” ini disambut pemerintah AS yang memang telah mengawasi Somalia sejak 2002. Badan Intelijen AS (CIA) berencana membantu kelompok anti-Uni dengan memasok senjata dan dana.

Di pihak lain, enam negara, salah satunya AS, berusaha menciptakan kesempatan dialog antara pemerintah transisi dan kelompok Islam, Kamis pekan lalu. Mereka juga bermaksud menerjunkan pasukan perdamaian. Parlemen pemerintahan transisi menyetujuinya, namun pihak ICU menolak. Ketua ICU, Syeikh Syarif Syeikh Ahmed, menyatakan pengiriman pasukan asing malah akan menghambat proses rekonsiliasi dalam negeri.

Mungkin benar, ada hukum di Mogadishu dengan syariat Islam. Tapi perdamaian dan rasa aman masih jauh dari jangkauan. Lebih dari 5.000 warga Somalia mengungsi ke Yaman dalam empat bulan pertama 2006 menambah jumlah pengungsi selama ini. Seperti Ali, mereka kehilangan harapan hidup di Somalia.

Bina Bektiati (AllAfrica, The Economist, BBC, New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus