Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasib aku sama dengan teman-teman di Yogya. Kalau mereka kehilangan rumah karena gempa, rumahku dibakar orang. Kasihan deh aku.” Begitulah bunyi pesan pendek dari Presiden Partai Demokrat Timor Leste, Fernando Araujo de Lasama.
Sudah tiga minggu, Nando tak lagi tampak di Dili. Ia lari ke hutan, bersembunyi di daerah kelahirannya, Airnaro. Anak istrinya diungsikan ke Australia. Dia pun tak mengabarkan persis keberadaannya. Karena Nando disebut-sebut sebagai salah seorang yang menjadi target ”dihabisi” atau dibunuh karena menentang Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri. Kekhawatiran yang sama juga terjadi pada Rektor Universitas da Paz, Lucas da Costa. Pengkritik keras pemerintahan Alkatiri itu sampai kini bersembunyi di Kabupaten Ermera.
Ancaman terhadap orang-orang yang menentang Alkatiri bermula dari berita televisi Australia, Australian Broadcasting Corporation (ABC) dalam acara Four Corner, dua pekan silam. Menurut wartawan Liz Jackson dari ABC, Alkatiri telah membentuk tim pembunuh untuk menghabisi lawan-lawan politiknya (baca: oposan dan tentara pembangkang). Perintah pembentukan tim khusus itu diberikan kepada bekas Menteri Dalam Negeri Rogerio Tiago Lobato awal Mei lalu. Hal itu diakui mantan anggota Falintil, Vicente Railos. Dia dan kawan-kawannya bertemu dengan Alkatiri dan Lobato pada 7 Mei lalu. Tim dilengkapi 18 pucuk senjata laras pajang, 6.000 butir peluru, dan dua mobil.
Alkatiri maupun Presiden Fretilin Francisco Guterres Luolo membantah keras kebenaran berita itu. ”Kami tidak tahu sama sekali adanya tim pembunuh itu,” ujar Mari dalam konferensi pers, Minggu dua pekan lalu. Luolo juga menyatakan Fretilin tidak pernah membagikan senjata kepada pengikutnya.
Belum lagi reda bantahan Mari dan Luolo, pengakuan datang dari bekas anggota Falintil asal Suai, Arakat. Komandan Suai itu mengaku menerima 18 pucuk senjata dari Lobato. Tugasnya mengintimidasi rakyat agar memilih Fretilin pada pemilihan umum 2007.
Berita tentang milisi yang dipersenjatai kubu Alkatiri—terlepas itu benar atau tidak—berhasil mengumbar teror kepada para penentang Alkatiri hingga saat ini. Keadaan ini membuat suasana tegang yang dipicu kerusuhan sejak akhir Mei makin intens. Sementara itu, tuntutan mundur terhadap Alkatiri tetap keras. Sekitar 2.000 tentara keamanan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang datang ke bumi Lorosae sejak minggu pertama kerusuhan terbukti tidak mudah mengendalikan keadaan. Negara yang baru empat tahun merdeka ini terancam menjadi ”negara yang gagal” akibat pertikaian antara kelompok penduduk Loromonu (barat) dengan Lorosae (timur) yang dipicu pemecatan hampir 600 tentara oleh Panglima Taur Matan Ruak, Februari lalu.
Untung saja, kontroversi dan misteri milisi yang dipersenjatai Alkatiri tidak memicu kerusuhan baru. Bentrok dan kekerasan berkurang karena tentara PBB makin mampu menguasai situasi. Jumat pekan lalu, sebagian tentara pemberontak sudah menyerahkan senjata kepada tentara PBB. Presiden Xanana Gusmao juga berusaha memperbaiki keadaan dengan menenangkan hati para pemberontak. Tapi, setiap orang tahu, persoalan belum selesai. Xanana masih harus menjawab ”mandat” yang diberikan oleh tentara pemberontak dan pendukungnya untuk mengambil alih pemerintahan. Dan sikap Xanana ditunggu.
Ahmad Taufik, Salvador Ximenes Soares (Dili)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo