UNI Soviet sudah menarik mundur sebagian pasukannya dari
Afghanistan. Pemberitaannya menonjol sekali pada saat
berlangsungnya pertemuan puncak negara industri di Venice,
Italia, dua pepekan lalu. Tapi bayangan bahwa itu akan disusul
oleh penarikan secara total masih belum terlihat. Malah akhir
pekan lalu, lapangan terbang Kabul kembali sibuk menerima
kedatangan pasukan Soviet yang baru. Ternyata, menurut sumber di
Kabul, pasukan yang datang kali ini khusus anti-gerilya.
Ketika mengumumkan penarikan pasukan itu, Presiden Leonid
Brezhnev mengatakan bahwa "keadaan di Afghanistan umumnya sudah
kembali normal." Isyarat ini tampaknya sengaja dilontarkan
Brezhnev untuk mengelabui para, pemimpin negara Barat yang
sedang melangsungkan pertemuan puncak. Terbukti sampai sekarang
rezim Babrak Karmal semakin kewalahan menghadapi kaum gerilya
Islam.
Dalam menghadapi tekanan gerilya itu Karmal rupanya berusaha
melunakkan sikap negara tetangganya. Radio Kabul akhir Juni
memberitakan bahwa Afghanistan bersedia mengadakan perundingan
damai tanpa syarat dengan Pakistan dan Iran. Kedua negara itu
tidak bermusuhan secara langsung dengan Afghanistan, namun rezim
Karmal yang didukung Soviet rupanya menyadari peran Pakistan
dan Iran dalam membantu gerilya Islam. Apalagi sebagian dari
kaum gerilya itu bermarkas di sana.
Sebelum itu Komite Khusus Konperensi Negara Islam meminta izin
perwakilan Soviet di PBB untuk mengadakan dialog dengan
nemerintah Afghanistan Beranggotakan wakil Iran, Pakistan dan
Sekjen Konperensi Negara Isiam, komite ini ternyata mendapa
sambutan hangat dari kalangan pers di Kabul. "Kami telah
mengemukakan berulangkali bahwa kami siap untuk berunding dengan
tetangga kami dan menyelesaikan segala penyebab ketegangan yang
timbul di kawasan ini," ujar radio Kabul yang mengutip pendapat
koran Anis dan Hewad.
Tapi perundingan ini belum tentu akan bisa dilaksanakan dalam
waktu dekat. Bila perundingan tanpa syarat ini berlangsung,
komite itu seolah mengabaikan kepentingan gerilyawan Islam.
Karena selama ini kalangan gerilya tetap menganggap bahwa
berunding dengan rezim Karmal sama artinya mengakui eksistensi
pemerintahan 'boneka Soviet'.
Memang di sinilah masalahnya. Himbauan negara MEE tentang
pembentukan suatu pemerintahan yang netral di Afghanistan sudah
lama ditolak Soviet. Bahkan Amerika Serikat semakin gencar
mengusulkan agar Karmal segera diganti sebagai kunci
penyelesaian politik di Afghanistan. "Ini bukanlah jalan pembuka
ke arah perundingan," ujar Georgi Arbatov, anggota Central
Committee Partai Komunis Uni Soviet.
Dalam wawancara Washington Post, Arbatov yang juga mengepalai
urusan hubungan AS-Soviet di CC-PKUS mengatakan bahwa Soviet
tetap menolak setiap usul untuk menggeser Karmal, meskipun
pemerintahannya tidak populer. "Jika anda menginginkan perubahan
pemerintahan (di Afghanistan), harap jangan bicara soal
penyelesaian damai." ujarnya kepada Washington Post.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini