BERSAMA tim pemeriksanya Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta
S-latan, Rasyid, sia-sia saja menungu kedatangan "pesakitan"nya
yang satu ini: Letjen. (Purn) M. Jasin (63 tahun) Bekas Pangdam
Brawijaya, Deputy Kasad dan Sekjen Dept. PUTL ini telah
dipanggil tiga hari sebelumnya untuk menghadap meja
pemeriksaan. Seorang pemeriksa, katanya, sebenarnya sudah
menduga "absen"nya tokoh itu.
Belakangan Jasin memberikan alasan. Karena mengurus keperluan
keluarga maka ia tak bisa memenuhi panggilan jaksa. Hari itu
memang ada yang menyaksikan Jasin menghadiri resepsi perkawinan
anak seorang perwira tinggi.
Lima hari kemudian, 2 Juli lalu, Jasin hadir 15 menit lebih awal
dari waktu yang ditentukan. Ia dikawal oleh dua orang
pemuda--katanya, anak dan menantunya. Mengenakan baju coklat
berdasi kuning tua, dengan wajah penuh tawa, ia memasuki ruang
pemeriksaan tepat pukul 8 pagi. Tersangka, menurut pejabat
kejaksaan, tak ingin didampingi pembela--walau pun telah
diperingatkan akan haknya.
Dua jam kemudian Jasin meninggalkan kejaksaan tanpa memberikan
keterangan pers. Kepala Kejaksaan Negeri juga tak banyak bicara.
Pemeriksaan terhadap Jasin, kata Rasyid, belum selesai. Akan
dilanjutkan pada waktu yang ditentukan kemudian. Tuduhannya?
Rasyid hanya menunjuk pasal-pasal 134 dan 137 KUHP. Yaitu
kejahatan mencemarkan dan menyebarluaskan tulisan yang menghina
Preiden yang dapat dihukum antara 1 « tahun sampai 6 tahun
penjara.
Faktanya tak dijelaskan oleh Rasyid. "Sudah tahu bertanya
pula," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini mengelak
-- rupa nya berkesimpulan bahwa pers sudah mengetahui
latarbelakang kasus Jasin ini, meskipun selama ini pers praktis
membisu tentang itu.
Diakuinya inisiatif memanggil Jasin timbul dari pihak kejaksaan.
"Jaksa 'kan punya telinga," katanya lebih lanjut, "jadi bila
mendengar ada sesuatu tindak pidana, kami berkewajiban melakukan
pemeriksaan." Dan untuk sementara hasil pemeriksaan juga belum
diumumkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini