DUA divisi "hantam cepat"--ditaksir berkekuatan antara 16.000
dan 18.000 -- pada suatu pagi yang cerah keluar dari pangkalan
mereka di Nimitr, Kambodia. Dengan barisan tank T-54 buatan
Soviet mereka maju ke arah perbatasan Muangthai.
Gerakan 23 Juni itu semula mungkin hanya bertujuan mengejar kaum
gerilya Khmer Rouge (Merah) yang mendapat kekuatan baru dari
"program repatriasi" -- pemulangan kembali kaum pengungsi
Kambodia. Tapi ternyata barisan tank Vietnam itu sempat
melintasi perbatasan, hingga pertempuran dengan tentara
uangthai tak bisa dihindari lagi.
Hanoi tak mau mengaku bahwa paukannya sudah berada di wilayah
Muangthai: Di beberapa tempat memang garis demarkasi agak kabur.
Tapi yang jelas ialah Kok Sung dan Ban Non Mak Moon, keduanya
desa Muangthai, sempat diduduki, dan pertempuran sengit di
sekitar itu berlangsung dua hari setidaknya.
Para Menlu ASEAN yang berkumpul di Kualalumpur 23-28 Juni segera
serentak mencela perembesan pasukan Vietnam itu. Suatu
keterangan bersama dikeluarkan para Menlu ASEAN itu segera
setelah mereka membuka sidang tahunan ke-13 tentang situasi
perbatasan Thailand-Kambodia itu. Belum pernah sebelumnya ada
keterangan ASEAN pada sidang hari pertama Vietnam selama ini
berusaha memecah pendapat ASEAN. Sebagai akibat penyerbuan
pasukan Vietnam itu. ASEAN justru jadi kompak kembali dan
terang-terangan mengutuknya. Wakil PM II Singapura S. Rajaratnam
bahkan mengucapkan terimakasihnya pada Hanoi. "Jika Vietnam
menunda penyerbuan pasukannya sampai hari Minggu (29 Juni),
komunike ASEAN mungkin akan lebih lunak," kata Rajaratnam.
Memang semula komunike ASEAN menyebut tentara Vietnam di Kamboja
sebagai "pasukan asing". Tapi terakhir ini komunikenya memuat
Vietnam, Agression dan Condemn (mengutuk)--tiga kata yang
tadinya tidak dipakai ASEAN. Garis keras ASEAN sekali ini
terhadap Vietnam.
ASEAN menuntut supaya Vietnam menarik pasukannya dari Kambodia.
Pada hakekatnya ASEAN tetap tidak mau mengakui rezim Heng Samrin
di Phnom Penh yang didukung Vietnam. ASEAN menyatakan
melanjutkan pengakuannya terhadap pemerintah Demokrasi
Kampuchea--yang tadinya dipimpin oleh Pol Pot yang terkenal
kejam itu.
Tampaknya para Menlu ASEAN ingin memisahkan soal kekejaman Pol
Pot di satu pihak dan pemerintah Demokrasi Kampuchea di lain
pihak. Tapi jalan pikiran ini belum bisa disetujui pihak Amerika
Serikat, seperti kelihatan dari sikap Menlu Edmund Muskie dalam
dialognya dengan para Menlu ASEAN.
Persoalan bagi AS ialah ASEAN mengimbau supaya perwakilan
pemerintah Demokrasi Kampuchea di PBB tetap dilanjutkan. Sedang
Kongres AS masih cenderung melihat pengaruh Pol Pot dalam
pemerintah itu walaupun secara resmi Pol Pot kini bukan
pemimpinnya.
Sebelum sidang Menlu ASEAN itu terdapat silang siur pendapat
tentang perlu atau tidak dialog dilanjutkan dengan Vietnam.
Malaysia dan Indonesia semula tergolong yang ingin supaya dialog
itu dipelihara. Ternyata komunike ASEAN itu sama sekali
meniadakan klta dialog. "Bagaimana kami bisa mengadakan dialog
lagi kalau pihak sana tidak kooperatif," kata Menlu Mochtar
Kusumaatmadja. "Kalau akan terjadi dialog, itu harus datang atas
permintaan Hanoi," sambung Rajaratnam.
Bisa Meneropong
Sebelum konflik Kambodia diselesaikan Hanoi, tampaknya ASEAN
tidak bergairah lagi untu4 berunding dengan Vietnam. Tadinya
Vietnam melihat kemungkinan kedua pihak membicarakan soal
kerjasama regional, meskipun soal Kambodia tidak diselesaikan
terlebih dulu. Kemungkinan ini sekarang jauh sekali.
Selain AS, juga Australia, Selandia Baru, Jepang dan Kanada
mengirimkan Menlu masing-masing ke Kualalumpur untuk berdialog
dengan ASEAN. Umumnya sekutu ASEAN itu mendukung pernyataan
Menlu ASEAN yang mengutuk agresi Vietnam ke wilayah Muangthai.
Bahkan Menlu AS Muskie mengatakan pemerintahnya akan mempercepat
pengiriman senjata dan tank AS yang dipesan Thailand. Mulai
akhir pekan lalu, kiriman AS itu tiba di Thailand, mungkin
seluruhnya dalam 6 atau 7 penerbangan.
Pasukan Vietnam sudah mundur kembali ke Kambodia. Tujuannya
berhasil dalam hal menghentikan repatriasi pengungsi oleh
Thailand. Bangkok pun tampak menyadari bahwa Vietnam tak punya
alasan menyerang lagi setelah repatriasi itu dinyatakan
berhenti. Repatriasi itu, menurut siaran Phnom Penh, adalah
"repatriasi bersenjata".
Setelah mundur, tentara Vietnam berkubu di sepanjang perbatasan.
Sumber intelijen di Bangkok menaksirnya sebanyak 30.000 menjaga
daerah perbatasan Kambodia. Di beberapa tempat jarak mereka
dengan tentara Muangthai dekat sekali, bisa saling meneropong.
Setiap waktu tentara Vietnam tampaknya bisa melintasi lagi
perbatasan itu. Walaupun Menlu Nguyen Co Tach mcngatakan di
Jakarta baru-baru ini bahwa Vietnam tak akan melakukannya, siapa
pula kini yang akan percaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini