Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KATA-kata Habib el-Malayin kembali - bergema di Kairo. Kata-kata yang berarti "kesayangan jutaan rakyatnya" itu -- sanjungan yang diberikan rakyat Mesir untuk Presiden Gamal Abdul Nasser mula-mula terdengar ramai diteriakkan orang di kedai-kedai kopi sambil mengacungkan kepalan tangan ke atas. Mereka yang memuja-muja Nasser di kedai-kedai kopi - tempat yang paling disukai rakyat Mesir untuk menghabiskan waktu luang - sebagian besar adalah masyarakat kelas bawah yang tergencet oleh buruknya perekonomian Mesir. Orang-orang itu, sejak Jumat pekan lalu, seperti mendapat angin ketika nama Khalid, putra sulung Gamal Abdul Nasser, menghias koran-koran. Mereka teringat lagi sewaktu jutaan rakyat berteriak-teriak histeris menyanjung Nasser, menyambut kematian pahlawan rakyat kecil itu pada 1970. Semua itu berawal dari tuntutan hukuman mati yang dijatuhkan Mahkamah Agung Mesir atas Khalid bersama 10 rekannya, Kamis minggu lampau. Putra Nasser itu, yang disebut-sebut sebagai orang kedua dalam Gerakan Revolusi Mesir, dituduh bertanggung jawab atas sejumlah pembunuhan dan penculikah diplomat Israel dan Amerika,Serikat di Kairo. Khalid, 38 tahun, yang mendapat gelar doktor di bidang teknik dari Universitas London, dalam tuduhan itu disebut sebagai penyedia dana. Bukti yang dipakai adalah selembar cek bernilai US$ 20.000 atas nama Khalid dari sebuah bank di Swiss, yang didapat oleh petugas-petugas intelijen Mesir dalam sebuah penggerebekan. Bersama cek itu ditemukan pula dokumen-dokumen Gerakan Revolusi Mesir - antara lain berupa Buku Hijau karangan pemimpin Libya Muammar Qadhafi, yang berisi garis-garis perjuangan bangsa Arab dalam menghadapi Israel dan Amerika Serikat. Sumber keuangan lain Gerakan Revolusi Mesir belum diketahui jelas. Yang pasti anggota-anggota organisasi perlawanan itu tinggal di berbagai permukiman elite Kairo - kendati gaji mereka hanya berkisar US$ 220 sampai 440 per bulan. Uang mereka yang berlimpah, menurut sumber intelijen Mesir, berasal dari bonus penugasan, yang dihitung berdasarkan sukses menjalankan tugas. Maka, tak sembarang orang bisa menjadi anggota. "Orang-orang terpilih" itu direkrut meniru rekrutmen yang dipakai mafia. Misalnya, memberi pinjaman uang kepada seseorang untuk mendirikan perusahaan, dengan syarat harus tunduk pada ketentuan-ketentuan organisasi. Ada juga dengan cara menjebak anak-anak muda dengan narkotik, sampai mereka bergantung pada racun tersebut, dan setelah itu mereka dipaksa menjadi anggota. Hampir semua anggota Gerakan Revolusi Mesir punya kemampuan setingkat pasukan komando. Maka, biarpun beraksi di tengah keramaian pada siang hari, mereka selalu bisa lolos tanpa meninggalkan jejak. Gerakan Revolusi Mesir juga punya berbagai peralatan militer canggih. Di markas mereka, di sebuah kawasan elite Kairo, petugas-petugas keamanan Mesir yang melakukan penyergapan berhasil menemukan berbagai pucuk senjata mutakhir, seperti pistol dan senapan mesin otomatis -- keduanya dilengkapi dengan peredam suara -- berpeti-peti peluru, granat, baju tahan peluru, dan bermacam-macam alat penyamaran. Organisasi bawah tanah yang ditakuti diplomat asing dan pejabat pemerintah Mesir ini didirikan oleh Mahmud Nur el-Din el-Sayyid Sulaeman pada t983. Tak banyak yang diketahui orang tentang pegawai lokal Kedutaan Besar Mesir di London ini. Pada catatan intel, Mahmud pada 1969 mendirikan majalah politik bernama 23 Juli--angka yang diambil dari tanggal tumbangnya Raja Farouk dari takhta Kerajaan Mesir pada 1952. Pada terbitan ke-48, di tahun 1983, dia kembali ke Mesir dan berkenalan dengan Khalid. Kedua anak muda itu ternyata punya kesamaan pendapat. Yakni, perjanjian Camp David, yang dianggap sebagai simbol pe- nyerahan Mesir kepada Amerika dan Israel, harus ditamatkan. Untuk itu, perlu dibentuk sebuah organisasi buat meneror orang-orang Amerika dan Israel di Mesir. Dari kesepakatan itulah lahir Gerakan Revolusi Mesir, yang dipimpin Mahmud sampai sekarang. Aksi pertama Gerakan Revolusi Mesir dilakukan pada 4 Juni 1984 dengan menculi seorang diplomat Israel di Mesir, Zeiv Keidar. Tahun berikutnya diplomat Israe yang jadi sasaran mereka adalah Albe Atrakshie dan istrinya. Lalu disusul dengan penculikan diplomat Eyti Lore dan sejumlah orang Israel lainnya dalam Pekan Ray Internasional di Kairo, 1986. Terakhir, tahun lalu, mereka menculik tiga diplomat Amerika. Semua korban, kecuali Lore yang ditemukan tewas, bebas dengan selamat tak lama setelah penculikan. Ketika Kairo heboh diguncang aksi-aksi penculikan itu, Gerakan Revolusi Mesir selalu menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Tapi petugas keamanan tak percaya organisasi itu ada, sebelum datangnya pengakuan Isam el-Sayyid Sulaeman, adik kandung Mahmud, pada September tahun lalu. Isam dituduh pengadilan sebagai orang ketiga Gerakan Revolusi Mesir. Isam membuat seluruh anggota Gerakal Revolusi Mesir diciduk petugas keamanan Satu-satunya yang berhasil buron adalah Khalid, yang kabur ke Yugoslavia Desember lalu. Diduga, ia mendapat infomasi mengenai rencana penangkapan dirinya dari agen agennya di kalangan militer. Tapi ada juga spekulasi yang menyatakan bahwa Khalic sengaja disuruh lari, karena pemerintah Mesir masih menghormati keluarga Nasser. Di Yugoslavia, Khalid memang bisa aman karena keluarganya punya hubungan dekat dengan keluarga Mendiang Presiden Yosip Bros Tito. Kabarnya, dalam sebuah kunjungan ke Yugoslavia, Presiden Nasser pernah berpesan kepada Tito dan sejumlah pejabat tinggi di sana agar memperhatikan nasib keluarganya kalau dia sudah tak berkuasa lagi. Bagi Tito dan para pengikutnya, permintaan itu jelas sulit ditampik karena Nasser adalah pendiri gerakan Nonblok bersama Tito, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Soekarno. Tak heran, selama Khalid di Yugoslavia, pemerintah Mesir pesimistis interpol bisa menciduk putra Nasser itu. Toh, kalau Khalid tak betah di Yugoslavia, Qadhafi sudah menawarkan perlindungan politik kepada Khalid. Tawaran itu sudah diduga sebelumnya, karena Qadhafi adalah pemuja fanatik Nasser, dan penentang keras perjanjian Camp David. Maka, Presiden Mesir Hosni Mubarak merasa perlu minta bantuan janda Nasser agar mengirim surat kepada Khalid supaya menyerahkan diri. Bagi Khalid, tawaran perlindungan yang disampaikan Qadhafi tentu saja ibarat angin surga. Karena dari Libya, yang bertetangga dengan Mesir, ia bisa lebih leluasa memantau perkembangan politik negaranya dan membina kontak dengan pendukungnya. Di Yugoslavia, kendati keamanan dirinya juga terjamin, letaknya terlalu jauh untuk mengomando perjuangan. Ini terbukti dari teleks yang dikirimkannya kepada pemerintah Aljazair dan Irak, lewat kedubes masing-masing di London, agar mau mendapat perlindungan politik buat dirinya. Yang sekarang ramai dibicarakan pengamat politik di Kairo, beranikah pemerintah Mesir mengeksekusi Khalid? Sekiranya ya, dukungan bagi kaum oposisi bakal makin kuat. Bahkan, bisa jadi, rakyat akan meledakkan demonstrasi. Apalagi Mesir kini tengah diguncang oleh kesulitan ekonomi yang terus memburuk. Bayangkan, sejak Nasser meninggal, harga-harga barang kebutuhan pokok naik sampai 10 kali lipat. Sebaliknya, kalau Khalid ternyata dibiarkan bebas berkeliaran, pemerintah Mesir akan menghadapi tekanan politik dan ekonomi dari Amerika. Soalnya, korban penculikan Khalid adalah diplomat Amerika. Lagi pula, sejak perjanjian Camp David ditandatangani pada 1978, Mesir banyak bergantung pada bantuan Amerika, terutama senjata dan uang. Praginanto (Jakarta) dan Djafar Bushiri (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo