Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di usia tuanya, emosi Fidel Castro masih bergelora. Di hadapan petinggi Partai Komunis di Havana, dua pekan lalu, Presiden Kuba yang berusia 78 tahun itu menuding Amerika Serikat masih saja berupaya merusak pamor politiknya. "Mereka pikir saya ini seperti miliarder di sana, yang hakikatnya adalah penjahat dan pencuri," katanya berapi-api. Satu jam di atas podium, Castro tak henti-hentinya menghujat Washington.
Amarah kakek tua ini bermula dari berita yang dilansir Forbes tiga pekan lalu. Majalah yang berpusat di Amerika Serikat itu memasukkan namanya dalam daftar orang terkaya di dunia. Menurut Forbes, Castro yang memimpin Kuba sejak revolusi tahun 1959 itu menyimpan harta Rp 5,1 triliun. Di tengah kemiskinan yang masih melilit rakyat Kuba, harta sang pemimpin revolusi ini memang terbilang sangat besar.
Selain Castro, sejumlah pemimpin dunia yang masuk daftar orang terkaya versi majalah itu antara lain Ratu Elizabeth dan Sultan Brunei Darussalam. Duduk di peringkat pertama adalah Bill Gates, pemilik imperium Microsoft. Castro sudah bulat tekad menggugat Forbes ke pengadilan.
Castro beranggapan, berita apa pun yang dilansir media Amerika Serikat menyangkut namanya merupakan daya upaya Washington untuk menjatuhkan dirinya dari tampuk pemerintahan. Amerika, ujarnya, "Menduga saya seperti bekas Presiden Zaire, Mobutu Sese Seko." Mobutu Sese Seko adalah diktator yang memimpin Zaire selama 32 tahun. Di tengah kemelaratan rakyatnya, Sese Seko hidup mewah dengan harta sekitar Rp 47 triliun.
Ketegangan Castro versus Forbes ini merupakan yang kedua kalinya. Tahun lalu, Castro juga marah besar karena majalah yang sama menyebut kakek tua ini menyimpan harta yang melimpah. Pundinya terisi sekitar Rp 1,5 triliun. Ketika itu Castro menganggap data yang dipaparkan Forbes ngawur. Ia menuding hal itu merupakan usaha pemerintah George Bush menjungkalkan dirinya dari kekuasaan.
Dan agaknya tak hanya Castro yang berang. Sejumlah media massa di Havana pun ramai-ramai membelanya. Mereka mengkritik metode yang digunakan majalah tersebut dalam menaksir kekayaan pemimpin mereka. Memang, untuk menghitung jumlah total harta Castro dalam berita tahun lalu itu, Forbes cenderung mengandalkan data dari persentase produk domestik bruto Kuba. Metode ini dianggap gegabah karena menyamakan Castro dengan negara.
Nah, pada edisi tahun ini, Forbes mencoba mendekati penghitungan dengan metode tradisional. Majalah itu memulai dengan nilai sejumlah aset negara yang diasumsikan dikuasai Castro. Dari situ, ketemulah bilangan Rp 5,1 triliun tersebut. Majalah itu menyimpulkan bahwa Castro menimbun uang dari puluhan perusahaan negara seperti pusat konveksi, bisnis farmasi, dan industri pariwisata.
Memang, sesudah keruntuhan Soviet, dan Kuba mendapati dirinya terkepung ekonomi pasar, Presiden Castro memilih membuka ekonominya untuk pasar internasional. Industri gula dan tekstil negeri itu maju pesat dalam beberapa tahun terakhir karena masuknya investor asing. Begitu pula industri farmasi. Di Havana Barat, misalnya, terdapat sekitar 14 pusat biotek kedokteran. Produk dari perusahaan-perusahaan itu sangat laku di negara berkembang, seperti Malaysia.
Industri pariwisata pun melejit dan pendapatan dari sektor ini menjadi berlipat-lipat. Sejak tahun 2000, ada sekitar 1,7 juta pelancong tiap tahunnya ke negeri itu. Bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yang hanya ada sekitar 300 ribu wisatawan asing. Meski belum setara dengan negara Amerika Latin lainnya, ekonomi Kuba telah merangkak maju.
Masih menurut Forbes, laba sejumlah perusahaan raksasa yang dikelola orang-orang Fidel Castro melesak ke kantong pribadi sang pemimpin revolusi. Castro marah besar, lalu menggugat majalah itu ke pengadilan. "Rakyatlah sesungguhnya yang memiliki perusahaan-perusahaan itu," begitu bunyi siaran pers resmi dari Kuba. Di Kota Havana, yang terletak di tepi laut Karibia, Fidel Castro sudah memerintahkan para menterinya menyusun gugatan. Belum jelas benar di pengadilan mana Castro akan memasukkan gugatannya.
Wenseslaus Manggut (Forbes, Washington Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo