SUASANA siaga tempur kembali menggebrak Manila. Pasukan elite militer V berikat kepala merah, meluncur dalam tiga kendaraan pengangkut yang dikawal helikopter. Mereka sedang melancarkan operasi pembersihan di kawasan basis NPA di Manila. Operasi yang diberi kode "Oplan Saratoga" itu terutama dipusatkan di sekitar Angeles City. Selain itu, di Ahad pagi tersebut, polisi juga menggeledah sebuah universitas dan menciduk 39 orang yang dituduh anggota kelompok pemberontak komunis. Inilah penangkapan terbesar oleh pihak keamanan, sejak Kastaf AFP (angkatan bersenjata Filipina) Jenderal Fidel Ramos menyatakan "perang" terhadap simpatisan komunis. Operasi pembersihan di seputar Manila ini dilancarkan terutama setelah gerilyawan kota NPA, yang dikenal dengan nama "burung gereja" (sparrow unit) beraksi galak pekan lalu. Dalam dua hari saja, 14 jiwa dihabisi, termasuk empat tentara AS yang bertugas di pangkalan militer Clark. Ini untuk pertama kalinya warga AS dijadikan target mereka. Sebelumnya sparrow unit, yang sudah menyikat 40 jiwa itu, hanya mengincar warga Filipina, yang katanya "berutang darah" kepada rakyat Filipina. Aksi gerilyawan komunis terhadap personel militer AS ini diduga erat ada kaitannya dengan kiriman bantuan peralatan militer AS, untuk penumpasan komunis. Aksi itu juga dianggap semacam pembalasan pihak komunis atas Washington, yang dituduh terlalu ikut campur dalam masalah dalam negeri Filipina. Terutama setelah asisten atase militer AS di Filipina, Letkol Victor Raphael, ditarik pulang mendadak. Raphael, yang menjadi bapak baptis salah satu anak Kolonel Gregorio "Gringo" Honasan, dituduh turut membantu upaya kudeta gagal 28 Agustus silam. Walaupun sampai kini Washington tetap membantah keterlibatan Raphael, penarikan pulang overste ini tampaknya berkaitan dengan tuduhan itu. Selain Raphael, atmil AS Kolonel Dennis Fowler dan rekannya Kolonel Stephen Perry juga dituduh terlibat dalam kudeta Honasan. Benarkah pihak komunis menembak para warga AS itu? Brigade Alex Boncayo, salah satu kelompok pembunuh pemberontak komunis, membantahnya, Sabtu pekan lalu. Lalu muncul dugaan pembunuhan dilakukan justru oleh kelompok kanan, "untuk memancing kekisruhan suasana". Tapi dugaan ini langsung dibantah oleh Menteri Pertahanan Rafael Ileto. "Tak ada alasan bagi Honasan dan Cabauatan menyerang warga AS itu. Ini tindakan komunis" kata Ileto. Pihak militer Filipina yakin akan hal ini setelah berhasil menyita sejumlah dokumen dari pemberontak komunis. Isi dokumen antara lain rencana operasi yang diberi kode "Amerto" (singkatan dari American Targets of Opportunity), yang akan membunuh para warga AS. Kabarnya, operasi itu mulai berlaku sejak Agustus silam sampai Maret depan. Karena itulah kini penjagaan ketat diberlakukan di sekitar pangkalan-pangkalan militer AS. Sekitar 15.000 tentara AS beserta ribuan keluarganya diminta membatasi geraknya di luar pangkalan. Terutama menjauhi tempat-tempat hiburan. Sementara itu, pihak militer Filipina sibuk menyebar ke berbagai pelosok Manila untuk menghentikan aksi sparrow unit. Pihak keamanan tampaknya serius menjalankan tindakan keras terhadap unsur-unsur komunis itu, yang menurut sementara koran mengingatkan aksi pembasmian PKI di Indonesia pada 1965. Presiden Cory Aquino pun tak ketinggalan. Ia merestui penangkapan 39 tersangka komunis ini. "Dengan memburu sampai ke lubang persembunyiannya, kita akan bisa menghentikan -- setidaknya mengurangi -- jumlah insiden pembunuhan itu," kata Cory, Senin pekan ini di Davao. Ia juga tampaknya akan meresmikan peran Vigilantee -- semacam hansip yang dlpersenjatai -- untuk menumpas komunis. F.S. (Jakarta) dan Bayu Pratama (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini