RAKYAT Korea Selatan menyatakan "ya" untuk UUD baru, Rabu pekan lalu. Secara aklamasi, mereka -- 93% suara yang masuk dalam plebisit itu menyetujui konstitusi yang lebih demokratis sebagai landasan kehidupan politik masyarakat Kor-Sel selanjutnya. Dengan ini, tak ada lagi hambatan bagi pemilihan presiden secara langsung, Desember depan. Presiden Chun Doo-Hwan mengumumkan hasil referendum esoknya. Chun menyebut UUD baru ini sebagai, "tonggak gemilang bagi perkembangan demokrasl di negeri kami." Konstitusi baru -- yang akan mulai berlaku Februari mendatang, saat Chun turun takhta -- merupakan hasil perjuangan panjang rakyat Kor-Sel, khususnya kubu oposisi, yang mencapai puncaknya Juni silam. UUD baru, selain berisi ketentuan tentang pemilihan presiden secara langsung, juga membatasi periode jabatan presiden dari 7 tahun menjadi 5 tahun. UUD itu juga menghapuskan hak presiden untuk memberlakukan keadaan darurat dan membubarkan parlemen. Pokoknya, semangat konstitusi ini 100% demokratis, sesuatu yang tidak ditemukan di negeri itu sejak 16 tahun berselang. Tapi kubu oposisi -- yang berjuang keras untuk demokrasi -- akan maju ke gelanggang pemilu dalam keadaan porak-poranda. Terutama setelah Kim Dae-Jung, 63 tahun, tokoh pembangkang nomor satu, Kamis silam secara resmi mengumumkan pencalonan dirinya untuk pemilu, sementara tokoh oposisi lainnya Kim Young-Sam sudah mencalonkan diri 17 Oktober lampau. Dari berita yang dimonitor TEMPO di Tokyo, Dae-Jung akan mendirikan partai baru: Partai Demokrat Perdamaian, yang akan diresmikan 12 November depan. Menurut Kim Dae-Jung, partai yang dipimpinnya itu menampung kelas menengah dan bawah, dan, "targetnya adalah reformisme yang tidak keras." Kubu oposisi, tak dapat tidak, kecewa. Perpecahan itu dianggap membuka kesempatan luas bagi calon partai berkuasa DJP, Roh Tae-Woo, untuk menang. Tapi Kim Young-Sam buru-buru mengatakan bahwa dia yakin Roh paling banyak mengumpulkan suara 20%, dan pada saat-saat akhir, Kim Dae-Jung akan bergabung lagi, hingga oposisi akan malu dengan seorang calon tunggal. Ini diutarakannya pada harian Yomiuri Shimbun, pekan lalu. Kim Dae-Jung tidak berkomentar soal itu. Dalam wawancara dengan Yomiun juga, Dae-Jung menegaskan bahwa kedua Kim punya hak sama untuk jadi presiden (hak-hak politik Dae-Jung baru saja direhabilitasi belum lama ini). Dia lalu beralih ke soal peran militer. "Ada yang bilang, bila saya terpilih sebagai presiden, pihak militer akan berontak. Hal itu tak akan terjadi, karena rakyat tak akan mengizinkannya," ujar Kim yang lebih tua ini, yang dilempari botol saat berkampanye di Pusan, Minggu lalu. Sebenarnya, perpecahan kedua Kim tak begitu mengejutkan. Kim Young-Sam dikenal sebagai tokoh "tengah" yang menginginkan Korea bergerak ke suatu "ekonomi pasar bebas" dan terlepas dari gaya manajemen bisnis yang "dikendalikan pemerintah". Young-Sam banyak didukung oleh lapisan menengah dan kelompok pengusaha. Dae-Jung, tokoh karismatis yang nyaris terpilih sebagai presiden pada 1971, dianggap berhaluan tengah kiri. Ia diduga akan mengguncang roda industri dengan kebijaksanaan gabungan pasar bebas dan kepentingan buruh. Ia menekankan segi kesejahteraan dan pemerataan. Dukungan atas Dae-Jung datang dari masyarakat kota yang miskin, dan kalangan terpelajar. Berita terakhir menyebutkan, hotel tempat menginap Kim Dae-Jung di Pusan, Ahad lalu, dilempari batu oleh massa. Meskipun Pusan merupakan basis Young-Sam, toh kampanye Dae-Jung di sana berhasil menarik ratusan ribu orang. Selain itu, 22 anggota parlemen wakil RDP menyatakan keluar dan bergabung dengan Dae-Jung (partai YongSam ini menduduki 70 dari 272 kursi parlemen). Tampaknya, pemilu Desember depan akan menjadi yang paling bergolak sepanjang seJarah Korea Selatan. F.S. (Jakarta), Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini