Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Amnesti bagi imigran gelap

Pemerintah australia menawarkan kelonggaran terhadap para imigran gelap menjadi penetap, tapi dibatasi jumlahnya. para imigran justru meragukan itikad pemerintah, dan enggan melaporkan diri.

17 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI Australia bukan lagi surga buat para imigran. Proses naturalisasi mulai sulit. Canberra mengubah undang-undang untuk menetap di Australia. Jika dulu seorang pendatang agak gampang mengubah statusnya menjadi penetap, sekarang sudah tidak mungkin. Ia harus mengajukan permohonan itu di tempat tinggal lamanya. Tidak setelah tiba di Australia. Penggantian undang-undang menetap di Australia itu jelas dimaksudkan untuk membendung arus imigran yang makin membengkak setiap tahun. Saat ini diperkirakan lebih dari 60.000 orang asing yang masuk di sana secara ilegal. Untuk memberlakukan undang-undang baru itu, Menteri Imigrasi Ian MacPhee, mulai Juni lalu melontarkan Regularisation of Status Programme (RSOP) terhadap para imigran gelap tersebut. Program itu memberi kemudahan untuk menjadi penetap di Australia itu, menurut MacPhee, asalkan mereka masuk di sana sebelum 1 Januari 1980. "Walau para imigran itu masuk lewat cara yang bertentangan dengan hukum Australia," kata MacPhee, "Polisi tidak menindak mereka." Kelonggaran ini tidak berlaku untuk mereka yang terlibat urusan kriminal. Meskipun tawaran pemerintah ini kelihatan menarik dan berlapang dada, pemerintah cuma menerima 11.000 aplikasi saja. Jumlah itu diperkirakan hanya memberi peluang bagi 15.000 orang untuk memperoleh status penetap. Tidak diketahui bagaimana sikap sisa lainnya yang masih banyak. Padahal amnesti RSOP berakhir Mei 1981. Robin Osborne, koresponden TEMPO di Australia melaporkan tak semua imigran gelap yang melapor untuk mendapatkan kemudahan jadi penetap. Mereka tampaknya meragukan itikad pemerintah. "Jika melapor sekarang, kami pasti dipulangkan," kata imigran asal Indonesia yang bermukim di Sydney. "Sebab batas waktu pengampunan telah berakhir." Mereka ini di antaranya tiga berasal dari Jawa dan empat lagi dari Sumatera. Seperti imigran gelap lainnya di Australia, para pendatang dari Indonesia pun memakai nama palsu dengan harapan polisi imigrasi akan sukar menemukan jejak mereka. Umumnya mereka bekerja di pabrik dengan bayaran A$240 (sekitar Rp 150.000) seminggu. Di negara-bagian New South Wales saja diperkirakan tinggal 5.300 imigran gelap -- 420 orang di antaranya berasal dari Indonesia. Mereka umumnya masuk dengan visa turis atau pelajar. Dan tetap tinggal di sana walau visa mereka telah habis waktunya. Di seluruh Australia, jumlah pendatang dari Indonesia sekitar 1.000 orang. Dari total imigran gelap di Australia tak ada perincian asal mereka. Tapi dari mereka yang tercatat di New SouthWales, sekitar 1/7 berasal dari Inggris. Setelah itu menyusul pendatang dari Hongkong, Fiji dan Indonesia. Walau PM Malcolm Fraser menyatakan kebijaksanaan imigrasi Australia tidak pilih kasih terhadap pendatang, kenyataannya ternyata tidak demikian. Prosentase imigran kulit putih tetap lebih besar. Tahun 1980, jumlah mereka tercatat 69% meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya. Umumnya mereka datang dari Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Selandia Baru. Imigran dari negeri 'kulit berwarna' -- seperti dari Timur Tengah, Afrika dan Asia --jumlahnya menurun. Persyaratannya lebih berat bagi yang 'non-putih'. Tentu saja dengan pengecualian orang-orang perahu dari Vietnam yang ditampung di Australia sebanyak 14.000 jiwa. Di masa mendatang, para imigran gelap akan dipulangkan selekasnya, dan ongkosnya dibayar sendiri oleh yang bersangkutan. Tak jelas alasan kecemasan Australia menerima imigran. Padahal penduduknya baru berjumlah 14.455. 300 jiwa untuk luas area 7.686.848 km persegi dibanding dengan Indonesia -- menurut sensus 1980 berpenghuni 147 juta jiwa di daratan yang cuma seluas 1.934.198 km persegi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus