Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ancaman Asean

Negara Asean tetap mengusulkan perlunya dana stabilisasi harga komoditi ekspor di forum ke-4 di nairobi nanti. bila negara industri menolak, perundingan paris mungkin tak akan dilanjutkan. (ln)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUNIA ketiga dan Negara Industri kembali berkonfrontasi dalam forul UNCTAD ke-IV di Nairobi, ibukota Kenya. Suasana konfrontasi dipastikan berlangsung dengan keras, mengingat timbulnya beberapa pernyataan dari tokoh-tokoh Dunia Ketiga. Belum lama berselang Menteri Ekuin Prof. Widjojo Nitisastro menyatakan: "Gagalnya Nairobi bisa membahayakan pertemuan Paris, dan perundingan Paris mungkin tak akan diteruskan". Pertemuan Paris yang dimaksudkan adalah pertemuan yang direncanakan antara 19 negara berkembang termasuk Indonesia dan 8 negara industri yang akan membicarakan masalah harga dan pasaran komoditi. Sehari setelah pernyataan Widjojo, Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia Datuk Hamzah bin Abu Samah menyatakan kepada para wartawan setibanya dari Nairobi bahwa Malaysia dan anggota ASEAN lainnya akan tetap kokoh pada pendiriannya tentang harus diterimanya usul Kelompok 77 pada pertemuannya di Manila Pebruari tempo hari. Dalam pertemuan Manila itu Kelompok 77 bersepakat tentang perlunya dana untuk stabilisasi harga komoditi utama ekspor mereka. Kalau usul ini gagal'di Nairobi, "negara ASEAN mungkin akan memboikot pertemuan Paris", kata Datuk Hamzah. Percuma Inti dari usul Kelompok 77 adalah tersedianya Dana Bersama untuk membiayai sarana penyangga dan untuk menstabilkan harga komoditi ekspor mereka. "Mekanismenya seperti Bulog". kata Widjojo, "kalau harga turun, Dana ini membeli, kalau harga naik dilakukan penjualan dari persediaan". Cara kerja seperti ini, menurut Widjojo lebih berarti bagi negara berkembang, karena yang penting bagi negara-negara ini adalah stabilnya harga dan pasaran bagi komoditi ekspor mereka. Dus yang penting bukan persediaan komoditi seperti pendapat AS yang dibawakan Menlu Kissinger untuk membentuk Sumber Daya Internasional (International Resources Bank). Bank ini menurut usul tersebut akan membantu investasi dalam bidang-bidang komoditi di negara berkembang. Sikap keras ASEAN ini rupanya mencerminkan ketidak sabaran negara-negara berkembang terhadap masalah ekspor komoditi yang berjalan terlalu lamban. UNCTAD sudah berlangsung empat kali. Dan ini berarti negara berkembang sudah menunggu 12 tahun lamanya. Tapi sementara itu pasaran dan harga komoditi negara berkembang tetap belum stabil. Mereka selalu menjadi korban fluktuasi harga di pasaran internasional Sementara itu ekspor hasil industri negara berkembang ke negara industri tumbuh dengan lambat karena adanya berbagai hambatan. Padahal justru kepada ekspor hasil industri merekalah, negara industri meletakkan harapannya di masa depan. Lalu, sampai di manakah kemungkinan berhasilnya tuntutan negara berkembang di Nairobi nanti? Datuk Hamzah yakin bahwa beberapa tuntutan negara berkembang ini pasti terlaksana. Dia bilang, sejauh ini sudah 170 negara yang ikut UNCTAD setuju terhadap gagasan Dana Bersama sebesar US$ 1 milyar untuk membiayai cadangan penyangga. Nampaknya dalam konfrontasi seperti ini, salah satu fihak harus ada yang mengalah. Kalau hasilnya kompromi seperti yang sudah-sudah berarti mereka akan kembali ke status quo. Itu berarti: percuma.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus