DUNIA ketiga dan Negara Industri kembali berkonfrontasi dalam
forul UNCTAD ke-IV di Nairobi, ibukota Kenya. Suasana
konfrontasi dipastikan berlangsung dengan keras, mengingat
timbulnya beberapa pernyataan dari tokoh-tokoh Dunia Ketiga.
Belum lama berselang Menteri Ekuin Prof. Widjojo Nitisastro
menyatakan: "Gagalnya Nairobi bisa membahayakan pertemuan Paris,
dan perundingan Paris mungkin tak akan diteruskan". Pertemuan
Paris yang dimaksudkan adalah pertemuan yang direncanakan antara
19 negara berkembang termasuk Indonesia dan 8 negara industri
yang akan membicarakan masalah harga dan pasaran komoditi.
Sehari setelah pernyataan Widjojo, Menteri Perdagangan dan
Industri Malaysia Datuk Hamzah bin Abu Samah menyatakan kepada
para wartawan setibanya dari Nairobi bahwa Malaysia dan anggota
ASEAN lainnya akan tetap kokoh pada pendiriannya tentang harus
diterimanya usul Kelompok 77 pada pertemuannya di Manila
Pebruari tempo hari. Dalam pertemuan Manila itu Kelompok 77
bersepakat tentang perlunya dana untuk stabilisasi harga
komoditi utama ekspor mereka. Kalau usul ini gagal'di Nairobi,
"negara ASEAN mungkin akan memboikot pertemuan Paris", kata
Datuk Hamzah.
Percuma
Inti dari usul Kelompok 77 adalah tersedianya Dana Bersama untuk
membiayai sarana penyangga dan untuk menstabilkan harga komoditi
ekspor mereka. "Mekanismenya seperti Bulog". kata Widjojo,
"kalau harga turun, Dana ini membeli, kalau harga naik dilakukan
penjualan dari persediaan". Cara kerja seperti ini, menurut
Widjojo lebih berarti bagi negara berkembang, karena yang
penting bagi negara-negara ini adalah stabilnya harga dan
pasaran bagi komoditi ekspor mereka. Dus yang penting bukan
persediaan komoditi seperti pendapat AS yang dibawakan Menlu
Kissinger untuk membentuk Sumber Daya Internasional
(International Resources Bank). Bank ini menurut usul tersebut
akan membantu investasi dalam bidang-bidang komoditi di negara
berkembang.
Sikap keras ASEAN ini rupanya mencerminkan ketidak sabaran
negara-negara berkembang terhadap masalah ekspor komoditi yang
berjalan terlalu lamban. UNCTAD sudah berlangsung empat kali.
Dan ini berarti negara berkembang sudah menunggu 12 tahun
lamanya. Tapi sementara itu pasaran dan harga komoditi negara
berkembang tetap belum stabil. Mereka selalu menjadi korban
fluktuasi harga di pasaran internasional Sementara itu ekspor
hasil industri negara berkembang ke negara industri tumbuh
dengan lambat karena adanya berbagai hambatan. Padahal justru
kepada ekspor hasil industri merekalah, negara industri
meletakkan harapannya di masa depan.
Lalu, sampai di manakah kemungkinan berhasilnya tuntutan negara
berkembang di Nairobi nanti? Datuk Hamzah yakin bahwa beberapa
tuntutan negara berkembang ini pasti terlaksana. Dia bilang,
sejauh ini sudah 170 negara yang ikut UNCTAD setuju terhadap
gagasan Dana Bersama sebesar US$ 1 milyar untuk membiayai
cadangan penyangga. Nampaknya dalam konfrontasi seperti ini,
salah satu fihak harus ada yang mengalah. Kalau hasilnya
kompromi seperti yang sudah-sudah berarti mereka akan kembali ke
status quo. Itu berarti: percuma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini