NONA Dale Carol Jeffs, wanita Australia usia 21 tahun itu kini
sudah balik ke negerinya. Tapi perjalanan hidup yang
ditinggalkannya cukup menarik. Dale pernah terlibat dalam pe
nyalahgunaan obat bius, dan tidak membayar rekening-rekening
hotel. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menurunkan
keadaannya dengan menghukum si nona yang berwajah lumayan ini.
dengan 3 bulan potong masa tahanan. Dengan hukuman yang
dijatuhkan bulan Maret itu, praktis Dale bebas kembali. Sebab ia
sudah mendekam di tempat perawatan morfinis di Pamardi Siwi
sejak Desember 1975 ( TEMPO , 3 April) .
Lama mahasiswi itu lenyap dari pemberitaan. Tiba-tiba awal Mei
ini ia ditangkap lagi. Sebab ternyata visanya sudah habis. Jaksa
Nyonya Meity A. yang menuntut Dale di pengadilan yang lalu,
segera memberitahu Kedutaan Australia agar yang bersangkutan
dikirim pulang. Tapi entah bagaimana hal itu tak terlaksana,
sementara visanya diperpanjang hingga 16 April yang lalu. Lebih
unik lagi karena ternyata Dale sempat pula menikmati tinggal di
Hotel Horison sekitar akhir April. Dale tidak mengurus sendiri
pendaftarannya. Sebab agak sulit bagi wanita tanpa pengawal pria
masuk ke hotel di pantai Bina Ria itu. Sebab, "kami
sebisa-bisanya menghindari praktek pelacuran", seperti kata Jool
Anton, Manager Malam (Nite Manager) hotel tersebut.
Penerima tamu di Horison mengakui kelalaiannya karena tidak
cermat memeriksa identitas Dale. Tapi Jool Anton telah membikin
lebih jelas. Sedikit kelonggaran memang diberikan kepada wanita
itu karena adanya referensi pejabat yang menyertai pendaftaran
itu. "Masak kita tidak percaya kepada pejabat yang punya jenjang
setinggi itu", ujar Jool tanpa menyebut siapa pejabat tersebut
-- dan yang merasa tak punya - alasan untuk mengusut terlalu
jauh. Ini rumitnya dunia perhotelan, sang manager mengaku.
Terlalu teliti tamu bisa lari. Terlalu longgar bisa kecolongan.
Contohnya kasus Dale.
Sirna Sudah
Belum sampai seminggu pemudi Australia tadi menginap di Horison,
Jool Anton membaca di majalah mengenai siapa sebenarnya Dale.
Yang terutama menjadi perhatian manager ini adalah soal tidak
mau bayar sewa hotel. Maka iapun segera menghubungi rekannya di
Hotel Borobudur, yang punya rekening ratusan ribu atas nama
Dale, yang belum dilunasi. Jool Anton tentu tak ingin tamunya
itu menunggak terlalu banyak - mengulangi perbuatannya di hotel
yang pertama. Dale segera dipersilakan meninggalkan hotel.
Mahasiswi yang lincah dengan tubuh semampai ini mula-mula minta
waktu untuk membayar rekeningnya. Dan untunglah, kali ini
janjinya ditepati. Dalam waktu tak terlalu lama, ia telah
melunasi sewa hotelnya. Pada 7 Mei yang lalu Dale meninggalkan
Horison. Dan beberapa hari kemudian, atas bantuan fihak
perwakilan negaranya, Dale telah kembali. Mimpinya untuk tinggal
selama-lamanya di Nusantara sirna sudah. Sebab imigrasi
Indonesia sudah menjatuhkan hukuman persona non grata di minggu
pertama bulan ini juga.
Nah siapa yang salah dalam perkara Dale yang berekor ini?
Seorang pejabat di Direktorat Jenderal Imigrasi mengatakan
adanya "kelalaian aparat kita'. Artinya ada pejabat yang
seharusnya menindak Dale supaya pergi dari Indonesia, malah
melindunginya. Polisi yang lalai? Kepala Seksi Pengawasan
Keselamatan Negara Komdak Metro Jaya, Letnan Kolonel Soekarno
menjawab: "Kami tak lalai. Toh kami sudah tangkap". Dan setelah
menangkap polisi menyerahkannya kepada fihak imigrasi. Fihak
hotel? Dalam hal Horison, menurut Soekarno polisi tak perlu
mengambil tindakan. Karena toh hotel tersebut--juga hotel-hotel
lain berdasar pengalaman telah memenuhi ketentuan yang berlaku,
yakni memberikan laporan berkala tentang tamu asing
Memikul Beban
Memang bukan karena Dale, tapi sejak permulaan bulan ini fihak
kepolisian rupanya mulai mengetatkan perhatian terhadap orang
asing. Deputy Kapolri, Letnan Jenderal Polisi drs Siswadji MA
dalam konperensi pers 3 Mei yang lalu mengatakan sudah waktunya
kini mengadakan pembaharuan sistim pendaftaran orang asing.
Tindakan ini perlu, karena arus orang asing yang masuk ke
Indonesia makin banyak. Semakin perlu diperhatikan karena banyak
pula pemasukan secara gelap. Menurut catatan Polri imigran gelap
yang sementara ini diketahui berjumlah 426 orang. Menurut
Siswadji sistim yang ada sekarang ini kurang memadai, kurang
memenuhi fungsinya. Misalnya saja ada satu orang yang sekaligus
bisa mendapatkan 2 STMD (Surat Tanda Melapor Diri) karena ia
punya dua tempat tinggal sekaligus. Secara teknis pelaksanaan
pendaftaran orang asing di sini masih belum seragam. Karena itu
semua orang asing, dengan sedikit kekecualian, kini wajib
memperbaharui STMD dalam jangka waktu 3 bulan sejak 3 Mei yang
lalu. Siswadji yang dalam pertemuan itu menyatakan
terimakasihnya atas pemberitaan pers mengenai beradanya Dale di
Horison, mengungkapkan bahwa tahun lalu tercatat 3.947
pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh
pendatang-pendatang ini.
Penertiban juga dilakukan terhadap pekerja-pekerja asing.
Majikan atau sponsor yang menggunakan tenaga kerja harus minta
izin tertulis Menteri Tenaga Kerja. Jika ada artis yang bekerja
di klub malam, misalnya, tanpa izin, maka yang ditindak adalah
sponsornya. Yang tidak punya sponsor harus memikul beban
sendiri. Misalnya ahli nujum dari India dan pelacur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini