Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bukan si "anak hilang"

Lee kuan yew berkunjung ke rrt. singapura sering di sebut cina ke-3, lee ingin memberi kesan, negerinya mempunyai identitas tersendiri. rrt bukan tanah leluhurnya. ia lebih dekat dengan asia tenggara. (ln)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun yan lalu, serombongan petani RRT mengebor air di daerah Lin Tung, di propinsi Shensi di lembah sungai Kuning. Tak tersangka-sangka, mereka menemukan sebuah terowongan yang padat berisi patung-patung keramik kuda dan prajurit, berukuran seperti dalam kehidupan sebenarnya. Memang mentakjubkan. Para ahli arkeologi RRT yang menggali sebagian tempat itu telah menemukan 6.000 patung ---prajurit bersenjata, pelayan istana dan kuda penarik kereta - teratur dalam formasi tempur. Diketahui bahwa harta purbakala itu, yang ditemukan di dekat ibukota kuno Sian, adalah hasil ciptaan dari 2000 tahun yang silam. Kaisar pertama, Chin Shih Huang, konon 38 tahun lamanya membangun istana di bawah tanah itu-- tempat dia dikuburkan dengan menggunakan 700.000 pekerja paksa. Penguasa RRT tak banyak mewartakan penemuan itu, yang agaknya terpenting di dunia setelah penggalian arkeologi di tahun 1922, ketika para ahli mengeluarkan makam raja Mesir kuno Tutankhamun. Tapi pekan lalu dikabarhan seorang tamu dibawa ke sana juga: Perdana Menteri Lee Kuan Yew dari Singapura, yang tengah mengadakan kunjungan ke RRT. Adakan ini untuk mnunjukkan kepada Lee kehebatan tanah leluhurnya"-nya? Yang jelas, Lee yang kakek, bapak dan dirinya sendiri dilahirkan di Singaura, dan baru belajar bahasa Mandarin di tahun 1954, tentu sulit untuk mengakui Tiongkok sebagai "tanah leluhur" dengan rasa tenang. Ia kini memimpin sebuah negeri, yang sering diejek sebagai 'Cina Ke-3" (setelah Taiwan), tapi bertekad benar untuk jadi negeri yang terdiri dari banyak ras dan punya identitas sendiri -- meskipun mayoritas penduduknya adalah orang Tionghua perantauan. Dalam pidato jamuan makan di Peking Lee menyebutkan "cara hidup Singapura yang tersendiri". Katanya pula: "Sejarah membawa orang Tionghwa, Melayu dan India bersama-sama diSingapura... Dari sudut peta bumi, masa depan kami akan lebih dekat berkaitan dengan tetangga-tetangga kami di Asia Tenggara". Tak Sabar Rombongan Lee nampaknya dimaksudkan untuk memberi kesan Singapura itu. 17 anggotanya terdiri dari orang Tionghwa Melayu dan India (di antaranya tentuiah Menteri Luar Negeri Rajaratnam). Wartawan yang dibawa, 10 orang, terdiri dari orang Melayu dan Tionghwa pula. Dan bila waktu di Jakarta dalam pertemuan dengan Presiden Soeharto Lee berbicara bahasa Melayu, di RRT Lee terus-menerus berbahasa Inggeris. Ada yang mengejek bahwa Lee dengan berkunjung ke RRT, merupakan 'si anak hilang yang kembali". Tapi jelas orang Singapura ini membuktikan bahwa ia bukan "si anak hilang". Dan baginya ke Tiongkok bukanlah jalan kembali. Ia dengan keras, bahkan dinilai sewenang-wenang, membungkam keturunan Tionghwa Singapura yang bersimpati kepada Peking. Ia kini pun tetap menandaskan bahwa Singapura-lah negeri ASEAN yang akan terakhir mengadakan hubungan diplomatik resmi dengan RRT. Maksudnya: menunggu Indonesia. Hanya mungkin Lee tak begitu sabar lagi menunggu terus, sementara Kelu, Mao nampaknya tak bakal hidup lama. Ia tentunya tak ingin ke Peking tanpa bertemu dengan orang pertama RRT itu. Indonesia sendiri, seperti dikatakan Menteri Luar Negeri Adam Malik, memandang pemulihan kembali hubungannya dengan RRT "hanya soal waktu". Cuma, waktu itu nampaknya panjang sekali, mengingat ucapan ini sudah cukup lama diulang-ulangi. Di Jakarta orang masih mencurigai RRT, dan keterlibatan Peking dalam peristiwa 30 September 1965 selalu diingat-ingat. Tak jelas apakah ini akan berubah setelah pemilu nanti. Dalam dokumen CIA yang kemudian disiarkan, disebutkan bahwa RRT ternyata tak terlibat Gestapu. Tapi, tentu saja, yang mengeluarkan surat tanda tak-terlibat-Gestapu di Indonesia ini bukan CIA....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus