Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ancaman Pengagum Isis Di Gaza

Kelompok jihad di Jalur Gaza mengaku telah berafiliasi dengan ISIS. Hamas berusaha meredam dengan segala cara.

25 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ledakan besar terdengar dari sebuah kamp pelatihan militer di Kota Beit Lahiya, Gaza Utara, Kamis malam dua pekan lalu. Bomnya menghantam tempat itu. Asap pekat seketika membubung tinggi. Sebanyak 50 orang, termasuk anak-anak, terluka dan dibawa segera ke rumah sakit.

Bom itu menyasar kamp pelatihan Brigade Izzadin al-Qassam, sayap militer Hamas, di Kota Gaza, yang berada dekat dengan permukiman warga dan pembangkit listrik. Lima dari 50 orang yang dibawa ke rumah sakit mengalami luka serius. Belum diketahui alasan dan siapa yang melakukan pengeboman itu. Namun, seminggu sebelumnya, kelompok yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang disebut kaum salafi, menembakkan roket ke markas Brigade Izzadin al-Qassam di dekat Khan Yunis, Gaza Selatan.

Kelompok salafi yang menamakan diri Ansar al-Dawleh al-Islamiyeh (pendukung ISIS) di Yerusalem itu menuntut Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, membebaskan puluhan anggotanya yang ditangkap. "Kami tidak akan pernah menyerah atas kasus saudara kami yang ditahan di penjara-penjara Gaza," kata kelompok itu, seperti dilansir World Bulletin.

Ketegangan antara Hamas dan pendukung ISIS di Jalur Gaza meningkat beberapa hari terakhir menyusul penangkapan seorang pemimpin salafi, Syekh Adnan Mayt, beserta 30 anggota lainnya oleh Hamas pada 6 April lalu. Penangkapan dipicu oleh bentrokan berdarah di kamp pengungsi Yarmouk di Suriah. Bentrokan di kamp pengungsi warga Palestina itu terjadi antara milisi ISIS dan Brigade Aknaf Bait al-Maqdis, yang mengakibatkan tewasnya sejumlah anggota Hamas. Setelah penangkapan, kelompok salafi mengancam Hamas dan meminta pembebasan dalam waktu 72 jam sebelum terjadi peperangan.

Hamas, kelompok militan Islam yang telah memerintah Gaza delapan tahun terakhir, menganggap salafi sebagai kelompok radikal yang menjadi ancaman bagi kestabilan di wilayah itu. Hamas tak mau memenuhi tuntutan salafi dan justru mengerahkan anggotanya untuk menggerebek beberapa rumah yang penghuninya diduga menjadi pendukung ISIS.

Penjagaan di beberapa pos pemeriksaan perbatasan semakin diperketat untuk mencegah masuknya anggota kelompok afiliasi ISIS. Hamas bahkan menghancurkan sebuah masjid kecil di Deir el-Balah, Gaza Tengah. Tiga buldoser dikerahkan untuk menghancurkan masjid yang dianggap sering dikunjungi anggota kelompok itu.

Tindakan itu mengundang protes. "Kelompok rezim Hamas menghancurkan masjid Mutahabin yang caranya sama seperti pendudukan oleh Yahudi dan Amerika," demikian bunyi pernyataan kelompok itu.

Hamas tak mau berkomentar tentang tuduhan itu, tapi sumber yang dekat dengan Hamas membantahnya. Dia mengatakan bangunan yang dihancurkan bukanlah masjid, melainkan kantor yang berfungsi sebagai pertemuan para "jihadis" salafi.

Berbagai pernyataan yang dibubuhi tanda tangan "Pendukung Negara Islam" muncul di Twitter dan beberapa media sosial belakangan ini, menuduh Hamas telah menahan puluhan orang dan mengancam akan menyerang Gaza kecuali mereka dibebaskan. Pada 3 Mei lalu, kelompok salafi mengunggah postingan di akun Twitter: "Kami memberi Hamas waktu 72 jam sejak pernyataan ini untuk melepaskan semua tahanan salafi. Jika tidak, semua kemungkinan pilihan akan diambil sebagai bentuk tanggapan."

Ada beberapa kelompok salafi di Jalur Gaza, termasuk Jaysh al-Islam, Jaysh al-Ummah, dan Dewan Syura Mujahidin. Namun Hamas telah berhasil mengendalikan kelompok-kelompok ini melalui solusi keamanan, penahanan, dan peperangan.

Hamas tak mau membiarkan ISIS ataupun para pendukungnya masuk ke Jalur Gaza karena khawatir akan menjadi tempat transfer ideologi. Hamas juga tak mau dituduh Mesir dan Israel menyembunyikan anggota kelompok ISIS, karena Hamas melihat koalisi internasional selalu menjadikan ISIS sebagai sasaran, di mana pun.

Sebelumnya, pejabat keamanan Otoritas Palestina mengaku mengendus adanya mobilisasi besar-besaran oleh ISIS di Jalur Gaza. Oleh kantor berita Israel, Arutz Sheva, hal ini disebut sebagai kelanjutan operasi ISIS di Semenanjung Sinai, Mesir.

Menurut pejabat itu, beberapa tahun terakhir ini ada delapan kelompok ekstrem yang terdeteksi bergiat di Gaza, meskipun dari segi jumlah tak banyak dan hanya beranggotakan beberapa ratus orang. Pejabat itu juga mengklaim sebagian besar anggota kelompok-kelompok ekstrem ini justru mantan anggota Hamas.

Pemimpin senior Hamas, Khalil al-Hayyah, membantah kabar keberadaan ISIS di Jalur Gaza. "Berbicara tentang ISIS di Gaza adalah semacam bentuk propaganda," ucap Al-Hayyah, seperti dilansir Middle East Monitor, Senin dua pekan lalu.

Ia juga menekankan bahwa seluruh indikasi keamanan membantah keberadaan organisasi teroris di Jalur Gaza. "Semua yang ada di sini (Gaza) tidak lebih dari sejumlah pemuda yang mengagumi perjuangan ISIS (di Suriah)," katanya. "Para pemuda itu tidak stabil dan mereka mengubah afiliasi dari waktu ke waktu."

Meski ada kekhawatiran situasi ini tampak semakin panas, Hamas mencoba meyakinkan warga Gaza bahwa situasi keamanan tetap stabil. "Warga bisa mengelilingi Gaza tanpa perlu senjata dari Rafah ke Beit Hanoun," tutur juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Iyad al-Bazam, melalui akun Facebook-nya.

Hani Habib, analis politik yang berbasis di Gaza, mengatakan sejumlah aktivis yang bersimpati pada Islam salafi, yang ultrakonservatif, menggunakan media sosial untuk mencoba menarik perhatian ISIS dan mendapat pengakuan dari kelompok itu.

"Mereka terinspirasi kehadiran ISIS di Irak dan Suriah dan terlebih lagi di Semenanjung Sinai, Mesir," ujar Habib, seraya membantah gagasan bahwa para pengikut salafi di Gaza telah secara resmi bergabung dengan ISIS.

Kelompok-kelompok salafi mulai muncul di Gaza pada 2006 dan sering bersitegang dengan Hamas, yang mengambil alih teritori itu dari pasukan-pasukan yang setia terhadap kelompok Fatah yang didukung Barat pada 2007.

Pejabat keamanan senior Israel mengatakan sulit menilai seberapa serius ancaman ISIS di Gaza. "Banyak kelompok garis keras islamis, 'lebih kanan daripada Hamas', yang beroperasi di Gaza. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun," ucapnya.

Menurut pejabat yang tak mau disebut namanya itu, jika ada kelompok yang memutuskan mengubah namanya untuk menyerupai ISIS, dengan sendirinya hal tersebut tak terlalu signifikan. "Faktanya adalah Hamas berusaha menekan mereka, dan terutama karena mereka menjadi ancaman bagi kekuasaannya," katanya.

Wakil Menteri Dalam Negeri Hamas Kamel Abu Madi mengatakan kepada Al-Monitor bahwa Kementerian telah mengatasi ketegangan dengan cara terbaik dan tak ada pihak yang diizinkan melanggar hukum. "Tidak ada yang dapat ditangkap tanpa alasan. Penangkapan datang berdasarkan perilaku tertentu dan tindakan salah," ujarnya.

Brigade Al-Nasser Salah al-Din juga menolak klaim bahwa ISIS telah eksis di Jalur Gaza. Abu Sayyaf, pemimpin Brigade Al-Nasser, mengatakan kelompok-kelompok bersenjata Palestina tak akan pernah membiarkan adanya cabang lokal ISIS di Gaza. "Kami tidak takut ISIS karena Gaza tak akan pernah menerima kehadirannya. Secara internal, faksi-faksi bersenjata tidak akan mengizinkannya," katanya.

Rosalina (times Of Israel, The Jerusalem Post, Ynetnews, Reuters, Middles East Eyes)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus