Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya satu hari Bandung Joko Suryono berani menggunakan kantor Partai Golkar Surakarta di Jalan Hasanuddin, Ahad dua pekan lalu. Sejak ditunjuk sebagai pelaksana tugas Ketua Golkar Surakarta versi Musyawarah Nasional Ancol, ia acap menggelar rapat di kedai atau kediaman salah satu pengurus.
Pada Rabu pekan lalu, Bandung memilih warung makan di kawasan Kalitan, Solo, sebagai tempat rapat. Sembari menyeruput es kelapa muda, dia menyusun nama pengurus partai beringin hingga tingkat kelurahan. "Kami memilih tidak memicu konflik untuk urusan kantor," katanya.
Urusan perebutan sekretariat merupakan salah satu imbas dualisme Golkar yang merembet ke daerah. Untuk urusan kantor, Bandung legawa mengalah. Namun, untuk urusan kewenangan pengajuan calon kepala daerah, ia siap puputan. Selama sepekan ini, mereka menyusun mekanisme bagaimana penentuan calon kepala daerah dari Golkar.
Di Surakarta, perebutan kursi wali kota kemungkinan besar terpolarisasi menjadi dua kutub, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai mayoritas di satu sisi dan gabungan partai politik di sisi berlawanan. Seandainya memperoleh legalitas mengajukan calon, Bandung pun masih gamang, apakah nebeng ke PDIP atau berkoalisi dengan partai lain.
Seteru Bandung dari kubu Munas Bali, Atik Wahyuningsih, selangkah lebih maju. Atik justru sudah meneken kesepakatan bersama lima partai nonpemerintah. Optimisme Atik makin membubung setelah Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membatalkan kepengurusan Agung. Dia tak mau ambil pusing dan berfokus pada penjaringan calon kepala daerah. "Menghabiskan energi saja," kata Atik.
Di Sumatera Barat, dualisme kepengurusan membuat pengurus daerah bergerak hati-hati. Meski pendaftaran bakal dibuka pada 26 Juli, belum ada persiapan signifikan partai beringin menghadapi pemilihan kepala daerah. Ketua Golkar kubu Agung, Yan Hiksas, beralasan mereka disibukkan oleh agenda konsolidasi. "Tapi dalam waktu dekat kami akan buka pendaftaran," kata Yan.
Ketua Golkar kubu Aburizal, Hendra Irwan Rahim, juga masih anteng menghadapi pemilihan kepala daerah. Meski Pengadilan Tata Usaha Negara memenangkan kubu Aburizal, Hendra tak langsung bergerak cergas. Dia beralasan masih menunggu instruksi pusat.
Kecemasan berlebih justru datang dari kader Golkar dengan status inkumben. Ketua Golkar sekaligus Bupati Pangkep, Syamsudin Hamid Batara, misalnya. Di kabupaten ini, Golkar punya modal 10 kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jumlah ini cukup untuk mengusung calon sendiri tanpa perlu berkoalisi. Sebagai inkumben, Syamsudin merasa peluangnya terpilih kembali amat besar. Tapi rencana ini terancam buyar karena Golkar justru masih bersengketa di pengadilan. Sebagai langkah antisipasi, ia menebar jaring ke banyak partai. Dia mendaftar ke Partai Amanat Nasional, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, PDIP, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Hanura.
Kegamangan serupa terjadi di Bengkulu. Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti, bakal bertarung kembali dalam pemilihan nanti. Pelaksana tugas Ketua Golkar Musi Rawas kubu Agung Laksono ini pun mendaftar ke kubu Aburizal Bakrie. Ridwan bahkan menyarankan semua kandidat mendaftar di dua kubu. Langkah ini ia nilai sebagai bentuk antisipasi. "Jika sekarang emak dan bapak berantem, kita sebagai anak-anak tak boleh ikut campur," kata Ridwan.
Tarik-menarik kewenangan pencalonan kepala daerah juga terjadi di Partai Persatuan Pembangunan. Di Sumatera Barat, PPP kubu Djan Faridz telah menetapkan Epiyardi Asda sebagai calon gubernur. Epiyardi sudah gencar berkampanye. Baliho dan posternya terpasang di sejumlah lokasi di Padang. Sebaliknya, Ketua PPP Sumatera Barat versi Romahurmuziy, Martiaz Tanjung, mengatakan partainya masih membuka pendaftaran calon gubernur hingga 27 Mei mendatang. "Proses ini masih panjang," ujarnya.
Wayan Agus Purnomo (jakarta), Ahmad Rafiq (surakarta), Andri El Faruqi (padang), Badauni (pangkep), Phesi Esther (bengkulu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo