Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Laporkan Hakim Praperadilan Ilham
Komisi Pemberantasan Korupsi mengadukan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Yuningtyas Upiek Kartikawati, ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, Jumat pekan lalu. Yuningtyas diduga melanggar etika saat menjadi hakim tunggal permohonan praperadilan Ilham Arief Sirajuddin, mantan Wali Kota Makassar, yang jadi tersangka kasus korupsi kerja sama pengelolaan dan instalasi Perusahaan Daerah Air Minum Makassar periode 2006-2012, yang diduga merugikan negara Rp 38,1 miliar.
Wakil Ketua KPK Johan Budi S.P. mengatakan hasil rapat Komisi menyimpulkan ada indikasi Yuningtyas tidak fair saat bersidang. Misalnya, melarang saksi dari KPK menyampaikan kesaksian. "Ada beberapa indikasi yang kami temukan. Salah satunya itu," kata Johan.
Ilham mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya ke pengadilan negeri pada pertengahan April lalu. Langkah ini ditempuh tak lama setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, mengabulkan permohonan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang juga jadi tersangka di KPK.
Setelah bersidang selama dua pekan, Yuningtyas mengabulkan permohonan Ilham. Ia menilai penetapan tersangka tidak sah dengan alasan selama persidangan KPK tak dapat menunjukkan dua alat bukti yang cukup dan hanya menyampaikan dokumen fotokopi.
Johan membantah jika lembaganya disebut tak memiliki bukti asli, tapi bukti asli tersebut berada di kantor KPK. Karena putusan ini, KPK akan mengajukan permohonan kasasi setelah menerima salinan putusan praperadilan. KPK juga berencana menetapkan lagi Ilham sebagai tersangka korupsi.
Tersebab Salah Strategi
KPK berasumsi materi sidang praperadilan atas penetapan tersangka hanya menyoal prosedur penetapan tersangka, tidak masuk ke substansi materi perkara. Namun hakim Yuningtyas Upiek justru mempersoalkan materi perkara korupsi Ilham Arief Sirajuddin.
Perkara
Dugaan korupsi kerja sama pengelolaan dan instalasi Perusahaan Daerah Air Minum Makassar periode 2006-2012 dengan tersangka mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar, Hengky Widjaja
Bukti
1. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan pada 27 Maret 2014, yang menyebut ada kerugian negara Rp 38,1 miliar.
2. Keterangan saksi-saksi.
Putusan
Penetapan tersangka Ilham Arief Sirajuddin tidak sah.
Dalil Hakim
1. KPK tidak dapat menunjukkan dua alat bukti yang cukup.
2. Bukti yang ditunjukkan KPK dalam sidang hanya fotokopi, bukan asli.
Hakim Agung Terbukti Palsukan Dokumen
MAJELIS Kehormatan Hakim menjatuhkan hukuman selama 13 bulan tidak boleh mengikuti sidang alias nonpalu kepada hakim agung ad hoc tindak pidana korupsi Mahkamah Agung, Sophian Martabaya, Kamis pekan lalu. Sophian dihukum pula tak menerima tunjangan selama menjalani hukuman.
Ketua Majelis Kehormatan Abbas Said mengatakan Sophian terbukti melanggar kode etik hakim dengan dua kasus. Pertama, memalsukan dokumen kartu tanda penduduk dan buku nikah dengan maksud memperlancar pernikahan ketiganya pada 2009. Kedua, Sophian terbukti bertemu dengan seorang terpidana korupsi di Gallery Café, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 2010.
Sophian mengakui perbuatannya dan menerima keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Pengakuan ini, menurut anggota Komisi Yudisial, Taufiqurrahman Syahuri, yang jadi dasar hakim memberi hukuman lebih ringan daripada ancaman sebelumnya, yakni sanksi pemecatan.
Rekonsiliasi Kasus Ham
JAKSA Agung Muhammad Prasetyo mengatakan semua pelanggaran hak asasi manusia kategori berat akan diselesaikan melalui jalur rekonsiliasi. Pemimpin Korps Adhyaksa yang baru menjabat selama enam bulan itu mengaku tak bisa melanjutkan penyidikan kasus karena kesulitan mencari barang bukti, saksi, dan tersangka. "Kami akan menawarkan pendekatan non-yudisial," katanya Kamis pekan lalu.
Menurut Prasetyo, permasalahan pelanggaran berat hak asasi harus segera diakhiri meski pengusutan kasusnya tak punya batas kedaluwarsa. Menurut dia, penyelesaian melalui rekonsiliasi harus diupayakan agar permasalahan pelanggaran hak asasi di masa lalu tak menjadi beban generasi penerus.
Anggota Komnas HAM, Nur Kholis, mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi dalam waktu cepat merupakan permintaan Presiden Joko Widodo. Komnas HAM berharap kasus-kasus pelanggaran HAM berat dapat dirampungkan pada masa pemerintahan sekarang.
Polisi Lengkapi Bukti Pelaku Penelantar Anak
KEPOLISIAN Daerah Metro Jaya masih menunggu bukti yang lebih lengkap untuk menjerat pasangan suami-istri Utomo Permono dan Nurindria Sari, warga Citra Gran Cibubur, dalam kasus penelantaran anak. Bukti lengkap itu akan diperoleh setelah mempertemukan Utomo dan Nurindria dengan kelima anaknya yang diduga jadi korban penelantaran dan tindak kekerasan dalam rumah tangga, Jumat pekan lalu, tapi pertemuan itu batal.
Direktur Kriminal Umum Polda Komisaris Besar Heru Pranoto mengatakan, setelah dilakukan tes kejiwaan terhadap Utomo-yang berprofesi sebagai dosen perguruan tinggi swasta di Bogor-dan Nurindria, psikolog ingin melihat reaksi keduanya serta respons kelima anaknya ketika mereka bertemu. Lalu reaksi tersebut akan dicatat dan dijadikan bukti pelengkap. "Teknisnya bisa observasi," kata Heru.
Kasus ini berawal dari laporan warga yang menduga Utomo-Nurindria menelantarkan anak mereka yang berusia 8 tahun dengan cara melarang masuk ke rumahnya selama sebulan pada awal bulan lalu. Sepekan berikutnya, keduanya dijadikan tersangka penyalahgunaan narkotik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo