Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GELAK tawa di lantai 46 Bakrie Tower, Rasuna Epicentrum, Jakarta, Rabu malam pekan lalu, mendadak berubah jadi serius tatkala Rambe Kamarul Zaman berbicara. Sembari mengunyah ayam goreng dan nyemil tahu goreng, semua ketua umum partai politik menyimak penjelasan Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat ini. Kecuali Ketua Umum Partai Amanat Nasional, semua pucuk pimpinan partai nonpemerintah hadir dalam acara itu. Agenda resmi pertemuan malam itu sebenarnya perayaan ulang tahun Koalisi Merah Putih.
Senin pekan lalu, pimpinan Dewan dan Komisi Pemerintahan mengadakan rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo. Agendanya menyangkut sejumlah isu aktual, termasuk rencana revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Tanpa perubahan, Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan terancam absen dalam pemilihan kepala daerah serentak pada Desember nanti. "Saya hanya melaporkan perkembangan soal ini," kata Rambe pada Kamis pekan lalu.
Rapat konsultasi bersama Presiden digelar setelah parlemen gagal menekan Komisi Pemilihan Umum lewat aturan pendaftaran calon kepala daerah. Pada awal April, Komisi Pemerintahan mengeluarkan tiga rekomendasi mengenai syarat kepesertaan partai yang bersengketa dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Poin ketiga rekomendasi ini berbunyi, partai politik yang berhak mendaftarkan pasangan calon adalah mereka mengantongi putusan pengadilan terakhir.
Rekomendasi ini diabaikan Komisi Pemilihan Umum. Penyelenggara pemilu berkukuh partai politik yang berhak mengajukan calon adalah yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika terjadi sengketa, yang berhak mendaftar adalah pemegang putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Gagal melobi KPU, parlemen melobi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Namun Tjahjo setali tiga uang. "Pemerintah tak berencana merevisi UU Pemilukada," kata Tjahjo.
Karena tak kunjung menemukan titik terang, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie mengutus beberapa orang melobi pemerintah. Ketua DPR Setya Novanto diminta berkomunikasi dengan Presiden. Ketua Fraksi Ade Komarudin menggunakan jalur Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, seperti Puan Maharani dan Olly Dondokambey. Adapun Sekretaris Jenderal Idrus Marham melobi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan. Ketiganya bergerilya simultan demi meloloskan partai beringin dari lubang jarum.
Saat bertemu dengan Presiden Jokowi, Setya Novanto dkk meyakinkan pentingnya revisi aturan pilkada. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang ikut dalam pertemuan itu, mengkritik intervensi pemerintah dalam sengketa Golkar dan PPP. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga menyampaikan bahwa revisi Undang-Undang Pemilukada diperlukan untuk mencegah banyaknya sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Sebagai penguat posisi tawar, Fahri menyinggung dukungan Senayan tatkala pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015. Parlemen, kata dia, tak terlalu rewel dengan rancangan anggaran yang diajukan Jokowi. Maka anggaran ini bisa diketuk tanpa hambatan berarti. Fahri juga menyindir kinerja pemerintah Jokowi, terutama dalam hal pelambatan pertumbuhan ekonomi. Padahal anggaran disahkan tepat waktu. "Ini menjadi pertanyaan publik," ucapnya.
Seorang peserta rapat menuturkan bahwa Jokowi juga tidak menjawab secara tegas apakah setuju atau tidak dengan revisi. Soal konflik partai politik, Jokowi justru menyarankan kedua kubu berdamai atau menunggu putusan pengadilan hingga in kracht. "Atau melalui arbitrase," kata seorang politikus menirukan ucapan Jokowi. Jawaban terakhir ini membuat politikus Senayan yang hadir geleng-geleng kepala.
Pada saat hampir bersamaan dengan rapat konsultasi, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membacakan putusan sengketa Partai Golkar. Dalam putusannya, ketua majelis hakim Teguh Setya Bhakti membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono. Mereka juga menyatakan kepengurusan yang masih berlaku adalah Golkar hasil Musyawarah Nasional Riau 2009.
Situasi ini membuat dinamika politik bergerak cepat. Menyadari peluang revisi nyaris tertutup, Ade Komarudin meminta bantuan koleganya di PDI Perjuangan untuk bertanya kepada Jokowi mengenai sikap pemerintah atas putusan ini. Andai pemerintah tak mengajukan permohonan banding, putusan ini akan langsung berkekuatan hukum tetap. Maka Golkar kubu Aburizal bisa menjadi mendaftarkan calon kepala daerah ke KPU.
Pada Senin malam, setelah bertemu dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, Jokowi menerima Puan Maharani, Bambang Wuryanto, dan Olly Dondokambey di Istana Negara hingga pukul 12 malam. Anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, membenarkan pertemuan ini. Namun Teten mengatakan, "Saya tak tahu isi pembicaraannya."
Seorang politikus Golkar menuturkan, dia menerima informasi bahwa Jokowi memutuskan tak akan mengajukan permohonan banding atas putusan PTUN Jakarta. Informasi ini kemudian diteruskan oleh sejumlah politikus partai banteng kepada Ade Komarudin. Ade mengakui berkomunikasi dengan sejumlah politikus PDIP. Mengenai sikap Jokowi, "Saya mendengar soal informasi ini."
Adapun Bambang Wuryanto mengakui pada Senin malam bertemu dengan Jokowi. Namun dia enggan membeberkan isi pembicaraan. "Kok, sampean tahu ada pertemuan? Itu kan tertutup," kata Bambang.
Selain mengutus anak buahnya, Aburizal Bakrie tak berpangku tangan. Idrus Marham menuturkan bahwa Aburizal bertemu dengan Jusuf Kalla pada Senin malam. Keesokan harinya, giliran Idrus yang langsung bertandang menemui Kalla untuk makan siang. Idrus mengungkapkan keduanya membahas kebijakan yang diambil Golkar untuk membentuk kepengurusan islah.
Idrus juga menyambangi Luhut Binsar Pandjaitan pada Kamis pekan lalu di kantornya. Posisi Luhut yang dekat dengan Jokowi diharapkan bisa mempermudah jalan Golkar mengikuti pemilihan kepala daerah. Menurut Idrus, Luhut diharapkan bisa menjadi jembatan informasi yang akurat kepada Jokowi. Tak hanya menemui Luhut, Idrus juga membuat surat khusus kepada Jokowi yang dititipkan kepada Luhut. "Sehingga Presiden bisa mengambil kebijakan yang sesuai," kata Idrus.
Di luar lobi-lobi formal, seorang politikus koalisi nonpemerintah mengingatkan Jokowi mengenai kesuksesan pemerintah. Salah satu yang dipakai untuk alat tawar adalah penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Menurut politikus ini, APBN 2016 merupakan anggaran pertama Jokowi. Karena itu, sukses atau tidaknya pemerintahan Jokowi sangat bergantung pada dukungan parlemen dalam pembahasan anggaran ini. "Jangan sampai APBN Jokowi menjadi sejarah karena menjadi yang pertama ditolak DPR," kata politikus ini.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini membantah anggapan bahwa koalisi nonpemerintah bakal mempersulit kebijakan pemerintah, termasuk ketika membahas APBN 2016. "Tidak ada ancam-mengancam. Kami yakin bisa berkomunikasi dengan pemerintah," katanya.
Adapun Ade Komarudin mengingatkan potensi gangguan keamanan jika kader partainya tak bisa menjadi peserta pemilihan kepala daerah. Dia mengingatkan ihwal pembakaran kantor Komisi Pemilihan Umum ketika ada sengketa antarcalon di daerah. Dia khawatir, jika kader Golkar tak ikut pemilihan, potensi konflik justru semakin besar. Ade mempertanyakan, "Apakah pemerintah siap menghadapi risiko ini?"
Wayan Agus Purnomo, Reza Aditya, Faiz Nasrulah, Putri Adityowati, Sunudiyantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo