Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Antara bir dan anggur

Sejarah memang mencatat etnis ceko dan slowakia memang berbeda dan sengaja dibedakan. pemilu kini memancing lagi perpecahan itu.

20 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA bicara dalam bahasa yang saling bisa dimengerti, meski bahasa Ceko dan Slowakia tak persis sama. Tapi hanya dalam hal itulah kedua etnis itu punya persamaan. Selebihnya adalah seabrek perbedaan. Tak mengherankan, bila ada kesempatan, segera perpecahan CekoSlowakia muncul ke permukaan. Terakhir, kesempatan itu adalah pemilihan umum Sabtu dua pekan lalu. Di belahan timur (Slowakia) lebih dari sepertiga pemilih memberikan suara mereka pada Partai Gerakan Demokrasi Slowakia (atau HZDS, singkatan nama partai itu dalam bahasa aslinya). Inilah partai sayap kiri pimpinan Vladimir Meciar, seorang tokoh Slowakia yang pernah menjadi perdana menteri, yang telah lama merindukan berdirinya negara Slowakia yang berdaulat. Lalu, sebuah partai kecil bernama Partai Nasional Slowakia mengeluarkan pernyataan mendukung citacita HZDS. Maka, wajar saja bila kemudian HZDS merasa mewakili suara Slowakia. Selanjutnya adalah jurus hantam dulu urusan belakang. Persisnya, partai itu mengumumkan Slowakia sebagai negara berdaulat. Hubungannya dengan pemerintah CekoSlowakia, katanya, bisa dibicarakan kemudian. Ketika pertama kali bergabung menjadi sebuah republik, tahun 1919, kedua etnis nyata benar bedanya. Etnis Ceko, setelah berabad di bawah pengaruh Austria, tumbuh menjadi etnis yang berpolitik dan menguasai ekonomi. Sebaliknya etnis Slowakia, berabad di bawah kontrol Hungaria, rupanya tak diberi kesempatan di dunia politik maupun ekonomi. Maka, Republik Cekoslowakia pertama itu didominasi orang Ceko, yang dalam programprogramnya mengabaikan orang Slowakia. Inilah awal perbedaan Ceko dan Slowakia, yang masih juga tercermin di masa sekarang. Industri tumbuh di barat, di Ceko, dan di timur, di Slowakia, warganya melata sebagai petani saja. Soalnya, dalam pemerintahan komunis yang kemudian pun, sejak 1948, Slowakia seperti diabaikan. Bisa jadi, itu karena sejarah. Slowakia sempat merasakan punya otonomi. Setidaknya selama Perang Dunia II, NaziJerman menjadikan Slowakia sebagai negara bonekanya. Sesudah perang, Jerman kalah, pemerintahan Cekoslowakia kembali didominasi oleh orang Ceko, yang segera menindas gerakan nasionalisme Slowakia yang tumbuh. Ketua partai Slowakia dihukum mati, para pemimpinnya yang lain dipenjara. Sekitar 10 tahun kemudian konstitusi baru disahkan: undangundang dasar yang menutup kemungkinan bagi etnis Slowakia mendapatkan otonomi, apalagi negara merdeka. Kesempatan bagi etnis Slowakia muncul kembali tahun 1989, ketika pemerintahan komunis runtuh di manamana. Waktu itu nama Republik Sosialis Cekoslowakia dianggap tak lagi bisa dipakai. Orang Ceko mengusulkan nama Republik Cekoslowakia. Takut dengan nama itu orang Ceko akan tetap mendominasi Cekoslowakia, orangorang Slowakia mengusulkan nama yang memberi citra bahwa antara orang Ceko dan Slowakia sederajat. Yakni, Federasi CekoSlowakia. Usul ini diterima. Hal itu terjadi dengan cepat, mungkin karena waktu itu adanya para pemimpin Ceko yang moderat, termasuk Faclav Havel, yang kemudian terpilih sebagai presiden. Dan kenyataannya, meski selama itu bernaung di bawah satu nama, etnis Ceko dan Slowakia pada dasarnya tetap berbeda. Orang Ceko, kini sekitar 10 juta, berpembawaan tenang dan serius. Orang Slowakia, hanya sekitar 4,5 juta jiwa, periang dan santai. Bir adalah minuman Ceko, anggur itulah kegemaran Slowakia. Sebagian besar orang Ceko memeluk Protestan, orang Slowakia Katolik Roma. Itu semua ditambah dengan soal ekonomi, orang Ceko proreformasi dan orang Slowakia berniat menghidupkan lagi ekonomi sosialitis, hubungan Ceko dan Slowakia memang makin encer. Agak aneh memang, di masa pascaperang dingin, ketika di manamana ekonomi sosialistis digantikan dengan kapitalistis atau setidaknya ke arah kapitalistis, para pemimpin Slowakia menjanjikan ekonomi sosialistis. Mungkin itu karena kondisi, bila saja jargon ini masih diakui kebenarannya: kemiskinan adalah ladang subur bagi komunisme. Di Slowakia, angka pengangguran mencapai 13%, sedangkan di Ceko hanya 3%. Yang kemudian makin menambah rumit masalah CekoSlowakia, muncul pendapat bahwa isu pemisahan itu hanya sebagai rekayasa politik belaka yang dikobarkan oleh para politikus, khususnya Meciar, untuk kepentingan sendiri. Karena itu, tampaknya referendum yang diusulkan Klaus bisa menjadi jalan keluar yang mencerminkan kenyataan. Referendum akan mencerminkan apakah pemisahan memang dikehendaki rakyat atau tidak. Repotnya, di Slowakia media massa cetak, radio, dan televisi disensor oleh pemerintah Meciar. Dengan kata lain, kalaupun ada referendum, patut disangsikan keobyektifannya. Yang menarik, ternyata pihak Ceko sendiri sudah mengantisipasi seandainya Slowakia memisahkan diri. Ini kalau sebuah dokumen rahasia yang bocor barubaru ini benar adanya. Dokumen itu antara lain menyatakan, kalau Slowakia bersikeras memisahkan diri, Ceko akan segera mengambil alih aset federal. Dalam sidang tertutup terakhir parlemen Ceko, menurut dokumen itu pula, telah disusun rencana untuk menciptakan mata uang baru dan pelelangan suratsurat berharga Slowakia di pasar modal Praha. Juga sudah direncanakan pengalihan rute pipa minyak yang menghubungkan Ukraina dengan Ceko dari wilayah Slowakia. Menurut rencana itu tentara federal juga akan dibubarkan dengan membersihkan unsur Slowakianya. Adakah dunia akan menyaksikan lagi sebuah negeri Eropa Timur terpecahpecah, sebagaimana Yugoslavia? Kemungkinan itu memang besar, mengingat sejarah dan watak etnis Ceko dan Slowakia. Meski sebenarnya, di Slowakia sendiri ada kelompokkelompok yang antiperpecahan. Umpamanya Partai Demokrat Kiri, partainya para bekas komunis, yang ingin melestarikan Cekoslowakia yang lama. Juga sejumlah minoritas keturunan Hungaria di Slowakia, yang selama ini diperlakukan secara rasialistis oleh orang Slowakia dalam hal pendidikan dan pekerjaan, tak suka kalau Slowakia berdiri menjadi negara sendiri. Orang Hungaria itu tentu khawatir, perlakuan rasialistis yang mereka terima selama ini akan makin menjadijadi. Juga, sebenarnya baik di Ceko maupun di Slowakia ada orangorang yang masih menghendaki persatuan. Coba dengar suara seorang penulis terkemuka Slowakia yang bermukim di Kopenhagen, Denmark, ini: "Kami mengharapkan adanya kompromi, karena kami tak ingin terbagi." Masalahnya, setelah nama Ceko dan Slowakia dipisahkan oleh sebuah "", kompromi apa lagi yang bisa dicapai? Bambang Purwantara (Kopenhagen) dan A. Dahana (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus