Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Api kemerdekaan di atap dunia

Para pendeta Budha Tibet didukung ratusan warga menyerang sebuah kantor polisi di Lhasa, Tibet. Semangat merdeka muncul ke permukaan di tibet. Diduga Cina tak akan memberi konsesi kemerdekaan Tibet.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pendeta lama kembali mengobarkan api kemerdekaan, menyalakan protes terhadap pemerintah Republik Rakyat Cina. Mereka - para pendeta Budha Tibet - didukung ratusan warga menyerang sebuah kantor polisi di Lhasa, ibu kota Tibet. Mereka memukuli penghuninya dan merusakkan beberapa kendaraan bermotor milik alat negara. Sejumlah demonstran mempersenjatai diri dengan pentungan besi, batu, dan rantai. Seorang polisi, kata kantor berita Cina Xinhua, didorong dari tingkat atas sampai jatuh mati. Sedikitnya 28 orang yang lain dilukai dalam huru-hara Sabtu pekan lalu itu. Selembar bendera RRC dibakar. Tapi Xinhua tak merinci lebih lanjut insiden tersebut, kecuali hanya mengatakan, "Keributan telah dapat diatasi dengan segera oleh pasukan keamanan." Menurut kabar yang dibawa oleh para turis, sekurangnya sembilan orang tewas. Polisi menggunakan gas air mata dan amunisi sungguhan untuk membubarkan massa yang menuntut kemerdekaan dan meneriakkan yel-yel anti-Cina. Keributan ini berawal dari Perayaan Doa Mon Lam - pesta terbesar dalam Budhisme Tibet - yang dihadiri ratusan pendeta. Menurut Xinhua, upacara keagamaan itu telah berubah jadi huru-hara ketika, "beberapa agitator, berlawanan dengan keinginan sebagian besar rakyat, meneriakkan slogan-slogan reaksioner." Sumber-sumber tak resmi menyatakan keributan baru itu berpangkal pada ketakpuasan rakyat Tibet atas sikap "penjajah" Cina yang memperlakukan penduduk lokal sebagai golongan kelas dua. Sementara itu, para lama, yang sangat berpengaruh dalam masyarakat Tibet, merasa tak senang karena ratusan pendeta yang dituduh terlibat dalam kerusuhan Oktober tahun silam belum juga dibebaskan. Dan yang menjadi picu peristiwa ini, muncul kabar seorang pendeta meninggal dalam penjara. Ditambah kejengkelan yang menumpuk dari hari ke hari karena kegiatan keagamaan selalu dikontrol ketat, meledaklah huru hara yang membawa korban ini. Sementara itu, banyak juga yang menghubungkan kerusuhan 5 Maret itu dengan makin mendekatnya 10 Maret. Yakni tanggal yang oleh para nasionalis Tibet telah ditetapkan sebagai hari kemerdekaan. Ini ada sejarahnya. Pada 10 Maret 1959 meletus pemberontakan besar untuk mengusir penjajahan Cina atas Negeri Atap Dunia ini. Pemberontakan ditindas dengan kejam, dan sebagai salah satu akibatnya, Dalai Lama, kepala agama dan negara Tibet, terpaksa menyingkir ke India. Tanggal itu dicatat oleh orang-orang Tibet yang tersebar di seluruh dunia sebagai hari besar. Sebenarnya, para penguasa Cina di Tibet sudah mengadakan beberapa persiapan. Mereka sadar betul akan dekatnya perayaan Mon Lam kini dengan tanggal yang bersejarah. Mereka juga tahu bahwa semua masyarakat pelarian Tibet di seluruh dunia akan turun ke jalan untuk memperingati hari itu. Semula, mempertimbangkan itu semua, para penguasa berniat membatalkan perayaan Mon Lam. Bila akhirnya mereka mengizinkannya juga, karena menduga situasi di Tibet sudah normal kembali. Selain itu, hal itu juga untuk memperbaiki citra Beijing di kalangan rakyat lokal. Toh, untuk mencegah segala kemungkinan buruk, perayaan itu tetap dibatasi. Para lama hanya diperbolehkan berdoa dalam tiga rumah ibadat - Drepung, Ganden, dan Sera, yang semuanya dekat Lhasa - dengan dijaga ketat. Rupanya, pasukan keamanan Cina "kecolongan." Sekumpulan orang, dipimpin oleh para pendeta militan, ternyatamengadakan upacara sendiri untuk mengingatkan dunia internasional atas nasib rakyat dan wilayah Tibet. Dari kelompok inilah rupanya awal aksi massa itu. Sudah bisa ditebak, Beijing akan segera melakukan pembalasan, sebagaimana yang terjadi Oktober lalu. Cina tak akan memberi konsesi sedikit pun pada gerakan kemerdekaan Tibet. Tapi bisakah kekerasan mematahkan semangat kemerdekaan? A.D.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus