Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Arab Saudi mengecam keras seruan Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich untuk mencaplok Tepi Barat yang diduduki. Dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari Saudi Gazette, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi memperingatkan bahwa seruan Smotrich melemahkan upaya perdamaian, termasuk solusi dua negara, mendorong perang, memicu ekstremisme, dan mengancam keamanan dan stabilitas di kawasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pernyataan-pernyataan ini merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan, dan mengabadikan pendudukan serta perluasan perampasan tanah dengan kekerasan, yang merupakan preseden berbahaya,” kata Kementerian Luar Negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konsekuensi dari kegagalan internasional yang berkelanjutan, menurut Arab Saudi, melampaui batas krisis dan memengaruhi legitimasi dan kredibilitas aturan sistem internasional.
Selain Arab Saudi, Kementerian Luar Negeri Kuwait menggambarkan seruan Smotrich sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan serta pelanggaran terang-terangan terhadap hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka.
Seperti dikutip dari Anadolu, Kuwait memperingatkan bahwa pernyataan menteri Israel tersebut akan semakin memperumit situasi regional. Pernyataan Smotrich itu juga merupakan batu sandungan bagi upaya perdamaian internasional yang bertujuan mencapai perdamaian dan stabilitas regional dan dunia.
Pada hari Senin, Smotrich mengatakan bahwa ia menginstruksikan Divisi Pemukiman dan Administrasi Sipil Israel untuk memulai pembangunan infrastruktur untuk “menerapkan kedaulatan” di Tepi Barat, yang memicu gelombang kecaman di seluruh dunia Arab.
Pada bulan Juni tahun ini, Smotrich mengonfirmasi laporan dari The New York Times bahwa ia mempunyai “rencana rahasia” untuk mencaplok Tepi Barat dan menggagalkan segala upaya untuk menggabungkan wilayah tersebut ke dalam negara Palestina di masa depan.
Pada bulan Juli tahun ini, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan pendapat penting yang menyatakan pendudukan Israel selama puluhan tahun di tanah Palestina sebagai ilegal. ICJ menuntut evakuasi semua permukiman yang ada di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel KAN pada hari Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana untuk memperkenalkan kembali aneksasi Tepi Barat ke agenda pemerintahannya ketika Presiden terpilih AS Donald Trump menjabat.
Pada tahun 2020, Netanyahu berencana untuk "mencaplok" pemukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat dan Lembah Yordan, berdasarkan apa yang disebut rencana perdamaian Timur Tengah yang diumumkan oleh Trump pada bulan Januari tahun yang sama.
Wilayah yang direncanakan Netanyahu untuk dianeksasi saat itu mencakup sekitar 30 persen wilayah Tepi Barat. Namun, rencananya tidak diluncurkan karena tekanan internasional dan kurangnya persetujuan AS.
Pilihan editor: Mengenal Pete Hegseth, Calon Menteri Pertahanan Pilihan Trump